Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 27 Desember 2017

Persiapan Nabi SAW Memproklamirkan Negara Islam



BAB IV MEMPROKLAMIRKAN BERDIRINYA NEGARA ISLAM

A. Persiapan Untuk Memproklamirkan Berdirinya Negara Islam

Setelah Rasulullah Saw. sampai di Madinah al-Munawwarah, maka beliau mulai menyiapkan berbagai persiapan untuk memproklamirkan berdirinya Negara Islam sebagai sebuah institusi politik di antara institusi-institusi politik di dunia, serta sebagai suatu kekuatan yang akan menolong dan melindungi semua orang yang berlindung dan hidup di bawah naungannya, dan sebagai sebuah kekuasaan yang akan mengawasi mereka.

1. Menyiapkan Sentral Negara yang Resmi

Rasulullah Saw. mulai membangun masjid sebagai sentral negara yang resmi. Dari sentral negara yang resmi ini diundangkan undang-undang, di dalam sentral negara yang resmi ini semua persoalan didiskusikan, dari sentral negara yang resmi ini disiarkan semua keterangan, dan di dalam sentral negara yang resmi ini diselesaikan setiap bentuk pertengkaran dan permusuhan.

2. Pengorganisasian Situasi dan Kondisi Secara Internal

Setelah Rasulullah Saw. memasuki Madinah al-Munawwarah, dan beliau sudah bertekad bulat untuk mendirikan Negara Islam di Madinah, maka beliau harus menciptakan keamanan dan stabilitas di dalam Madinah, agar beliau sendiri dan orang-orang yang ada di sekitar beliau mencurahkan tenaga, pikiran dan waktu untuk membangun Negara Islam, dan agar mereka tidak disibukkan atau dihambat oleh gangguan-gangguan internal yang menjadikan mereka lupa akan tugas membangun Negara Islam, yaitu negara yang akan menjadi pelindung yang sebenarnya bagi agama Allah.
Mengingat di Madinah terdapat kaum Anshar yang hidupnya telah dilelahkan oleh berbagai perselisihan dan pertengkaran antara Suku Aus dan Khazraj. Di samping itu di Madinah terdapat komunitas Yahudi, mereka merupakan komunitas yang tidak dapat dipercaya, sebab jiwa mereka dipenuhi oleh perasaan benci terhadap agama baru (Islam). Mereka telah dikenal berusaha menggagalkan agama baru dengan berbagai cara-cara mereka yang kotor. Di Madinah juga terdapat kaum Muhajirin, mereka datang dari Mekkah al-Mukarramah, yang demi agamanya mereka lari kepada Allah.

Rasulullah Saw. dengan pandangan politiknya yang cemerlang dan pengaturannya yang baik terhadap berbagai persoalan ternyata beliau mampu mengendalikan semua persoalan, dan mampu merajut persatuan kelompok yang ada, sehingga menjadikan mereka sangat loyal dengan kepemimpinannya.






c. Memecahkan Persoalan Orang-Orang Muhajirin

Ketika orang-orang Muhajirin meninggalkan negeri mereka Mekkah, mereka tidak membawa harta benda, sebab harta benda mereka semuanya ditinggalkan di Mekkah, maka di saat mereka telah berada di Madinah, mereka tidak memiliki rumah yang akan mereka diami, serta mereka tidak memiliki harta benda yang akan membantu memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Dengan demikian, Rasulullah Saw. harus sesegera mungkin melakukan langkah-langkah pengaturan ekonomi, di samping pengaturan masalah politik dan sosial kemasyarakatan. Untuk itu, Rasulullah Saw. mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dengan orang-orang Anshar.
Rasulullah Saw. bersabda: “Jadikanlah kalian saudara karena Allah dua orang-dua orang.” Kemudian, beliau mengambil tangan Ali bin Abi Thalib dan berkata: “Ini saudaraku.” Dengan demikian, Rasulullah Saw. penghulu para rasul, pemimpin orang-orang yang bertakwa, utusan Tuhan semesta alam, manusia yang tiada duanya dan tiada bandingannya di antara hamba-hamba-Nya bersaudara dengan Ali bin Abi Thalib ra.
Hamzah bin Abdul Muththalib singa Allah, singa Rasulullah Saw., dan sekaligus paman Rasulullah Saw. bersaudara dengan Zaid bin Haritsah budak Rasulullah Saw. sehingga pada waktu perang Uhud, ketika Hamzah memasuki medan pertempuran, dia berwasiat, jika dia mengalami peristiwa yang menghantarkannya pada kematian, maka sampaikan peristiwa ini kepada Zaid.
Ja’far bin Abi Thalib yang memiliki dua sayap burung di Surga bersaudara dengan Mu’adz bin Jabal saudara laki-lakinya Bani Salamah.
Abu Bakar ash-Shiddiq ra. bin Abi Quhafah bersaudara dengan Kharijah bin Zuhair.
Umar bin Khaththab bersaudara dengan ‘Itban bin Malik.
Abu Ubaidah bin Jarrah bersaudara dengan Sa’ad bin Mu’adz.
Abdurrahman bin Auf bersaudara dengan Sa’ad bin Rabi’.
Zubair bin Awwam bersaudara dengan Salamah bin Salamah bin Waqsy.
Utsman bin Affan bersaudara dengan Aus bin Tsabit bin Mundzir.
Thalhah bin Ubaidillah bersaudara dengan Ka’ab bin Malik.
Su'aid bin Zaid bin Amru bin Nufail bersaudara dengan Ubay bin Ka'ab.
Mush'ab bin Umair bersaudara dengan Abu Ayyub Khalid bin Zaid.
Abu Hudzaifah bin ‘Utbah bersaudara dengan ‘Abbad bin Basyar.
‘Ammar bin Yasir bersaudara dengan Hudzaifah bin al-Yaman.
Abu Dzar al-Ghifari bersaudara dengan Mundzir bin ‘Amru.
Hathib bin Abi Balta'ah bersaudara dengan ‘Uwaim bin Sa’idah.
Salman al-Farisi bersaudara dengan Abu Darda.
Bilal budak Abu Bakar bersaudara dengan Abu Ruwaihah.

Berangkat dari persaudaraan ini, maka mulailah salah seorang di antara orang-orang Anshar memberikan kepada saudaranya orang Muhajirin sebagian harta bendanya yang dapat menolong memenuhi kebutuhan-kebutuhannya tanpa ada perhitungan sedikitpun, dan di antara mereka mulai memberi warisan kepada yang lain, sebab di antara keduanya ada hubungan kekeluargaan yang telah diikat oleh Rasulullah Saw.
Hal yang demikian itu terus berlangsung hingga turunnya firman Allah Swt.:

“Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu, maka orang itu termasuk golonganmu juga. Orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya (daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (TQS. al-Anfaal [8]: 75)

Islam telah menghapus kebiasaan waris-mewarisi berdasarkan hubungan persaudaraan yang terkait dengan Islam. Selanjutnya, Islam menetapkan waris-mewarisi berdasarkan hubungan kekerabatan yang terkait dengan nasab.
Dengan demikian, Rasulullah Saw. telah selesai memperbaiki situasi dan kondisi internal, sehingga keadaan aman dan damai mewarnai seluruh wilayah Negara Islam yang sedang berkembang.

3. Mempotensikan Semua Dukungan yang Dapat Diandalkan

Setelah memperhatikan dengan seksama, maka Rasulullah Saw. mendapatkan bahwa Negara Islam yang akan beliau dirikan sangat membutuhkan setiap kekuatan yang dapat diandalkan, setiap pemikiran yang bersih dan setiap hati yang ikhlas, agar semuanya bersatu-padu saling membantu dalam membangun Negara Islam. Sebab, negara Islam yang masih muda ini memiliki tugas yang sangat besar, yaitu mengemban misi kebangkitan dan perbaikan manusia. Sedang semua itu tidak mungkin dicapai, kecuali dengan menggunakan setiap potensi manusia yang ikhlas dalam menjalankannya.
Rasulullah Saw. memohon bimbingan dan arahan kepada Tuhannya, agar kaki tidak terperosok, pikiran tidak menyimpang dari ketentuan, dan persoalannya tidak berjalan lambat. Akhirnya turun firman Allah Swt. yang memerintahkan kepada setiap orang yang telah mengatakan “Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad itu utusan Allah” di manapun dia berada agar berhijrah ke Madinah al-Munawwarah. Allah Swt. berfirman:

Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah.” (TQS. al-Anfaal [8]: 72)

Rasulullah Saw. mengumumkan bahwa komunitas orang-orang Islam yang ada dalam Negara Islam tidak bertanggung-jawab atas setiap orang yang tidak berhijrah dan tidak bergabung kepada mereka, setiap orang yang tidak berhijrah tidak berhak mendapatkan sesuatu di antara harta hasil rampasan perang, sebelum dia berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bergabung kepada komunitas orang-orang Islam yang berada dalam kekuasaan Negara Islam.

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam