Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 09 September 2017

Dalil Wanita Haid Dilarang Shalat, Thawaf, Menyentuh Mushaf Qur’an



3. Seorang wanita haid tidak boleh shalat, thawaf, dan menyentuh mushaf, serta membaca al-Qur’an. Dalil keharusan wanita haid meninggalkan shalat adalah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwasanya dia berkata:

“Fathimah binti Abu Hubais bertanya kepada Nabi Saw., dia berkata: Sesungguhnya aku banyak mengeluarkan darah, aku tidak suci, apakah aku harus meninggalkan shalat? Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Jangan, sesungguhnya itu adalah pembuluh darah yang pecah, akan tetapi tinggalkan shalat sesuai hari-harimu menjalani haid, kemudian mandilah dan shalatlah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu shalat apa yang harus dikerjakan oleh seorang wanita haid setelah dia suci? Ibnu Abbas dan Abdurrahman bin Auf telah menjawab pertanyaan ini. Ibnu Abbas berkata: Ketika seorang wanita haid itu suci setelah ashar, maka dia harus shalat dhuhur dan ashar. Dan jika ia suci setelah isya maka dia harus shalat maghrib dan isya. Abdurrahman bin Auf berkata: Jika seorang wanita haid telah suci sebelum terbenamnya matahari, maka ia harus shalat dhuhur dan ashar. Dan jika ia suci sebelum fajar maka dia harus shalat maghrib dan isya. Imam Ahmad berkata mengomentari dua pernyataan ini: Mayoritas tabi'in melontarkan pendapat seperti ini, kecuali al-Hasan. Ahmad menyebutnya sebagai qaul (pernyataan), dan ini benar, tiada lain karena kedua pernyataan tersebut menuntut wanita yang haid untuk melaksanakan dua shalat fardhu yang mendahului waktu sucinya.
Saya tidak melihat dari keduanya kecuali sebagai sikap kehati-hatian. Betapa tidak, karena yang wajib dikerjakan olehnya itu hanyalah shalat fardhu setelah datangnya waktu sucinya, bukan shalat fardhu yang ada sebelum masa sucinya.

Dalil ketidakbolehannya berthawaf adalah hadits yang telah kami sebutkan dalam pasal janabah bahwa thawaf itu shalat juga, maka kami persilakan Anda merujuk kembali pasal tersebut. Selain itu, ada hadits yang diriwayatkan dari Aisyah ra. bahwasanya dia berkata:

“Kami berangkat bersama Rasulullah Saw., dan kami tidak menyebut perjalanan ini kecuali perjalanan berhaji, hingga ketika kami tiba di Sarif (suatu tempat yang terletak antara Makkah dan Madinah, berjarak beberapa mil dari Makkah-pen.) aku mengeluarkan darah haid. Rasulullah Saw. menemui aku dan waktu itu aku menangis. Rasulullah Saw. bertanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Aku menjawab: Demi Allah, aku sangat ingin tidak berangkat pergi tahun ini. Beliau Saw. berkata: “Apa yang terjadi padamu, apakah engkau mengeluarkan haid?” Aku berkata: Iya. Beliau Saw. berkata: “Ini merupakan satu ketentuan yang ditetapkan Allah Swt. kepada wanita, lakukanlah apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji, tetapi engkau tidak boleh thawaf mengelilingi Baitullah hingga engkau suci.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari jalur Abdullah bin Abbas dari Nabi Saw.:

“Wanita yang nifas dan haid itu boleh mandi dan berihram serta melakukan seluruh aktivitas manasik haji, tetapi tidak boleh thawaf mengelilingi Baitullah hingga dia suci.”

Tirmidzi berkata: status hadits ini hasan gharib.

Sedangkan dalil ketidakbolehan menyentuh mushaf adalah ketidakbolehan menyentuh mushaf bagi seorang yang junub.

“Al-Qur’an tidak disentuh kecuali oleh orang yang suci.” (HR. Baihaqi, ad-Daruquthni, al-Hakim dan at-Thabrani)

Hadits tersebut dihasankan oleh al-Hazimi. Hadits ini dikritik dan dilemahkan oleh sejumlah perawi hadits, tetapi di sisi lain juga dishahihkan dan diterima oleh banyak perawi.

Wanita yang sedang haid tidak dalam keadaan suci, berdasarkan firman Allah Swt.:

“Dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu.” (TQS. al-Baqarah [2]: 222)

Dan berdasarkan hadits yang sebelumnya telah kami cantumkan, di dalamnya disebutkan:

“Engkau tidak boleh thawaf mengelilingi Baitullah hingga engkau suci.”

Mengenai wanita yang sedang haid tidak boleh membaca al-Qur’an, at-Tirmidzi berkata: Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi, tabi'in dan para fuqaha setelah mereka seperti: Sufyan at-Tsauri, Ibnu al-Mubarak, as-Syafi’i, Ahmad, dan Ishaq telah mengatakan: Wanita yang haid dan orang yang junub tidak boleh membaca sesuatupun dari al-Qur'an, kecuali ujung ayat, satu huruf, dan sebagainya.

Ad-Darimi telah meriwayatkan dalam kitabnya as-Sunan dengan jalur periwayatan dari Ibrahim, Said bin Jubair dan Amir, dan dari Umar bin Khaththab, juga Abul Aliyah, di mana mereka melontarkan pernyataan seperti yang disebutkan oleh at-Tirmidzi, yaitu wanita haid tidak boleh membaca sesuatupun dari al-Qur’an.

Kami tidak berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Orang yang junub dan wanita yang sedang haid tidak boleh membaca sesuatupun dari al-Qur'an.” (HR. at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan adDaruquthni)

Ini karena hadits tersebut adalah hadits dhaif, karena dhaifnya Ismail bin Ayyas ketika dia meriwayatkan sesuatu dari ulama Hijaz atau Irak. Dalam hadits ini dia meriwayatkan dari Musa bin Uqbah, seorang ulama Hijaz, karena dhaif, maka hadits tersebut tidak layak dijadikan sebagai hujjah. Ad-Daruquthni juga meriwayatkan hadits ini dari jalur Abul Malik bin Maslamah, dia seorang yang dhaif, dan dari jalur Jabir di mana di dalamnya ada nama Yahya bin Abi Unaisah yang juga seorang yang dhaif.

4. Kami telah menyebutkan dalam pembahasan hukum orang yang junub, bahwa ketika seorang laki-laki mengeluarkan mani pertama kali, maka dia beralih ke masa dewasa dan masuk dalam golongan orang-orang mukallaf (yang terkena taklif hukum). Di sini kami katakan pula bahwa seorang wanita ketika mengeluarkan darah haid untuk pertama kalinya, maka dia beralih ke fase baligh dan masuk ke dalam kelompok wanita mukallaf, dan baginya berlaku hukum-hukum yang diberlakukan pada kaum wanita. Mani yang keluar dari seorang lelaki, dan haid yang keluar dari seorang wanita, menjadi pertanda usia baligh dan tanda memasuki fase taklif syar’i, sehingga sejak saat itu wanita tersebut diharamkan juga menyingkap sesuatu, selain wajah dan telapak tangan, berdasarkan frman Allah Swt.:

“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.” (TQS. an-Nur [24]: 31)

Telah diriwayatkan dengan jalur yang shahih dari Umar dan Abdullah bin Umar serta Ibnu Abbas, bahwasanya mereka menafsirkan ayat ini dengan wajah dan dua telapak tangan.

Wanita yang sudah haid -yang sudah berusia baligh- haram berkhalwat dengan pria asing, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Seorang lelaki tidak boleh berkhalwat dengan seorang wanita kecuali bersama mahram.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu pula dengan berbagai taklif dan hukum-hukum lainnya.

Dalam pembahasan hukum-hukum junub poin sembilan, telah kami sebutkan tanda-tanda baligh bagi laki-laki dan perempuan.

Bacaan: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam