Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 23 Agustus 2017

Dalil Darah Yang Mengalir Najis



Najis yang Sama-Sama Ada Pada Manusia Dan Hewan: Darah Yang Mengalir

Darah seperti itu najis berdasarkan dua hadits berikut:

a. Dari Hisyam bin Urwah dari ayahnya dari Aisyah, dia berkata:

“Fathimah binti Abu Hubaisy datang menemui Nabi Saw., lalu dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku seorang wanita yang terus mengeluarkan darah, sehingga aku tidak bisa suci, apakah aku harus terus meninggalkan shalat? Rasulullah Saw. berkata: “Jangan, itu adalah darah penyakit (dari pembuluh darah) bukan darah haid. Jika haidmu datang maka tinggalkanlah shalat, dan jika masa haidmu berlalu maka cucilah darah itu dan shalatlah.” (HR. Muslim, Bukhari, Ahmad dan Abu Dawud)

Hadits ini merupakan nash yang menyebutkan mencuci darah istihadhah, telah diketahui bahwa darah istihadhah mengalir dari pembuluh darah. Darah istihadhah adalah darah segar yang berbeda dengan darah haid. Seorang wanita mustahadhah (yang mengeluarkan darah istihadhah) diharuskan untuk mencuci darahnya dan kemudian shalat. Perintah untuk mencuci darah istihadhah menunjukkan najisnya darah tersebut.

b. Dari Asma, dia berkata:

“Salah seorang perempuan datang menemui Nabi Saw. seraya berkata: Baju salah seorang dari kami terkena darah haid, apa yang harus dilakukannya? Rasulullah Saw. berkata: “Keriklah darah itu, kemudian bilaslah dengan air dan siramlah, baru kemudian dia boleh mengunakannya untuk shalat.” (HR. Muslim dan Bukhari)

Ini merupakan nash tentang darah haid. Penekanan agar dicuci sebersih mungkin menjadi dalil yang kuat akan najisnya darah haid.

“Keriklah darah itu, kemudian bilaslah dengan air dan siramlah.”

Perkara yang hukumnya disamakan dengan darah yang mengalir itu adalah alaqah (segumpal darah), karena alaqah ini merupakan darah yang terkumpul yang keluar dari kemaluan, menyerupai darah haid. Begitu pula dengan al-qaih (nanah bercampur darah), karena al-qaih adalah darah yang telah rusak, atau merupakan material yang dihasilkan dari darah sehingga hukumnya disamakan dengan hukum darah.
Beberapa jenis darah yang dikecualikan dari darah yang najis adalah hati, limpa, darah ikan dan darah hewan yang tidak memiliki aliran darah.

Pengecualian darah ikan tiada lain karena bangkai ikan itu suci, dan darahnya merupakan bagian dari ikan tersebut sehingga hukumnya pun menjadi suci. Begitupula dengan hati dan limpa. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Telah dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, dua bangkai itu adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hajar dan Abu Hatim.

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., dia berkata:

“Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw., ia berkata: Kami berlayar di laut dan kami hanya membawa sedikit air, jika kami berwudhu dengannya maka kami akan kehausan, karena itu apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Abu Hurairah berkata: Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Ahmad dan at-Tirmidzi)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan at-Tirmidzi.

Kedua hadits ini menunjukkan halalnya bangkai binatang laut seperti ikan, darahnya termasuk bagian dari ikan, sehingga hukum darahnya disamakan dengan hukum ikan.
Hadits yang pertama menunjukkan sucinya hati dan limpa karena kehalalan hati dan limpa mengandung arti kesucian keduanya.

Adapun dalil sucinya darah hewan yang tidak memiliki alirah darah, adalah hadits yang telah kami cantumkan dalam pembahasan “Beberapa Implementasi Hukum Terkait Air,” yakni hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Apabila seekor lalat hinggap di tempat minum salah seorang dari kalian, hendaknya dia mencelupkan lalat itu sepenuhnya ke dalam minuman tersebut, kemudian dia mesti membuangnya, karena pada salah satu sayapnya terdapat penawar, sedangkan pada sayap yang lainnya terdapat penyakit.” (HR. Bukhari dan Abu Dawud)

Juga hadits yang telah kami sebutkan sebelumnya yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Telah dihalalkan bagi kita dua jenis bangkai dan dua jenis darah, dua bangkai itu adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah itu adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Adapun ukuran darah mengalir yang dipandang sebagai najis, maka untuk menetapkannya dikembalikan pada penilaian seseorang. Tetapi sederhananya bisa dikatakan: adalah darah yang bisa mengalir ketika bertemu dengan permukaan yang miring, sehingga satu atau dua tetes darah tidak termasuk kategori darah mengalir, dan syariat memaafkan sesuatu yang sedikit.

Najis yang bukan Berasal dari Manusia dan Hewan: Khamar

Dalilnya adalah dalil najisnya khamer itu sendiri, yakni hadits Abu Tsa’labah al-Khusyaniy, yang mewajibkan mencuci bejana dan kuali milik ahli kitab yang mereka gunakan untuk memasak daging babi dan minum khamar. Hadits ini telah kami sebutkan dalam pembahasan makanan/minuman sisa hewan.

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam