Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 18 Juli 2017

Dalil Cara Sujud Sahwi



Tata Cara Sujud Sahwi

Sujud sahwi adalah dua sujud biasa yang dilakukan secara berturut-turut dan di dalamnya ada dzikir. Kedua sujud ini sama persis dengan sujud dalam shalat dan di antaranya ada duduk, ada takbir yang diucapkan ketika akan bersujud. Dan ketika bangkit dari sujud ini, kemudian diikuti dengan duduk sebentar lalu bersalam ke kanan dan kemudian ke kiri tanpa bertasyahud terlebih dahulu. Dua sujud ini dilakukan sebelum bersalam dari shalat, ini hukum asalnya. Tetapi boleh pula dua sujud ini dilakukan setelah bersalam. Semua itu disebutkan dalam beberapa nash yang bisa kami sebutkan sebagai berikut:

1) Dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya salah seorang dari kalian jika berdiri shalat, maka setan datang kepadanya lalu membingungkannya, hingga dia tidak tahu sudah berapa rakaatkah dia telah shalat. Jika salah seorang dari kalian mendapati hal seperti itu maka hendaklah dia bersujud dua kali dan dia dalam posisi duduk.” (HR. Muslim, Ahmad, an-Nasai, dan Tirmidzi)

2) Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. mengimami kami shalat di waktu sore, bisa shalat dhuhur atau bisa juga shalat ashar, lalu beliau bersalam dalam dua rakaat. Setelah itu beliau mendekati batang kurma di kiblat masjid, lalu beliau bersandar padanya dalam keadaan marah. Di dalam (kumpulan) kaum itu ada Abu Bakar dan Umar, keduanya takut untuk berbicara, lalu orang-orang pertama yang keluar dari masjid berkata: “Shalat telah diringkas.” Maka Dzul Yadain berdiri dan bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah shalat telah diqashar ataukah engkau lupa?” Nabi Saw. memandang ke kiri dan ke kanan, lalu bertanya: “Apa yang dikatakan oleh Dzul Yadain ini?” Mereka berkata: ”Dia benar, engkau tidak shalat kecuali dua rakaat saja.” Lalu beliau Saw. shalat dua rakaat kemudian bersalam, setelah itu beliau bertakbir dan bersujud, lalu bertakbir dan bangkit (duduk), kemudian bertakbir dan sujud, kemudian bertakbir dan bangkit (duduk). Ia (perawi) berkata: Dan aku diberi kabar dari Imran bin Hushain bahwa dia berkata: Dan beliau bersalam.” (HR. Muslim, Bukhari, Ahmad, an-Nasai dan Tirmidzi)

Abu Dawud meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

”...Lalu beliau Saw. shalat dua rakaat yang tersisa, kemudian bersalam, setelah itu bertakbir dan bersujud seperti sujudnya atau lebih lama, kemudian bangkit dan bertakbir, lalu bertakbir dan sujud seperti sujudnya atau lebih lama, kemudian bangkit dan bertakbir...”

3) Dari Abdullah bin Buhainah ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. mengimami kami shalat dari sebagian shalat dengan dua rakaat, kemudian beliau berdiri dan tidak duduk. Maka orang-orang berdiri bersamanya. Ketika beliau Saw. selesai dari shalatnya dan kami melihat beliau bersalam, maka (lalu) beliau bertakbir dan bersujud dua kali dan beliau dalam posisi duduk sebelum bersalam, setelah itu bersalam.” (HR. Muslim, Bukhari, Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai)

4) Dari Abu Said al-Khudri, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya dan tidak tahu berapa rakaat shalatkah yang telah dia lakukan, apakah tiga atau empat, maka hendaklah dia membuang keraguan itu, dan hendaklah berpijak pada apa yang dianggapnya yakin benar, kemudian bersujud dua kali sebelum dia bersalam. Dan jika shalat lima rakaat maka dua sujud tersebut menggenapkannya, dan jika dia shalat genap empat rakaat maka dua sujud tersebut untuk menundukkan setan.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud, al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Sebelumnya hadits ini telah kami sebutkan.

Hadits yang keempat ini memiliki redaksi perintah agar bersujud sebelum bersalam, dan hadits yang ketiga di dalamnya ada perbuatan Rasulullah Saw. seperti itu. Dua hadits ini menunjukkan bawah sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam, ini yang pertama. Adapun yang kedua, adalah bahwa sujud sahwi itu hakikatnya merupakan bagian dari shalat dan menjadi penyempurna shalat, dan bukan sesuatu shalat lain yang terpisah. Karenanya, sujud sahwi itu menjadi bagian yang menyatu dengan shalat tersebut, bukan sesuatu di luar shalat. Selama sujud sahwi ini bagian dari shalat, maka menurut hukum asalnya dilakukan sebelum bersalam, hal ini sama seperti semua bagian shalat yang lain. Jadi, kami katakan: menurut hukum asalnya, sujud sahwi itu dilakukan sebelum bersalam. Yang mendorong kami menyatakan hal ini dan memegang pendapat seperti ini adalah adanya pendapat lain yang menyatakan bahwa sujud sahwi dilakukan setelah salam dan (mereka mengaku) memiliki dalil-dalil yang kuat dan shahih pula, sehingga pendapat ini tanpa ragu lagi memiliki kedudukan dan dianggap mu'tabar. Seandainya tidak ada pendapat seperti ini niscaya kami memegang pendapat bahwa pendapat yang benar itu hanya satu, tidak ada yang lain. Karena itu, kami cukup menyatakan: bahwa menurut hukum asalnya sujud sahwi itu dilakukan sebelum salam, akan tetapi boleh pula dilakukan setelah salam. Dalil-dalil dari mereka yang berpendapat bahwa sujud sahwi itu dilakukan setelah salam adalah sebagai berikut:

a. Dari Abdullah ra.:

“Bahwa Nabi Saw. sujud sahwi dua kali setelah bersalam atau setelah ada percakapan.” (HR. Muslim)

b. Dari Abdullah ra., ia berkata:

“Nabi Saw. melaksanakan shalat -Ibrahim berkata: aku tidak tahu apakah beliau melebihkan atau mengurangi-, ketika bersalam ditanyakan kepadanya: “Wahai Rasulullah, apakah ada sesuatu yang baru dalam shalat ini?” Beliau bertanya: “Apakah itu?” Mereka berkata: ”Engkau shalat begini dan begini.” Lalu beliau Saw. melipat dua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali dan bersalam. Tatkala beliau menghadapkan wajahnya kepada kami, beliau Saw. berkata: “Seandainya ada sesuatu yang baru dalam shalat ini niscaya aku mengabarkannya pada kalian, tetapi sesungguhnya aku hanyalah seorang manusia seperti kalian, di mana aku bisa lupa sebagaimana kalian juga bisa lupa, dan jika aku lupa maka ingatkanlah aku, dan jika salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya maka hendaklah dia mematut dan memilih yang (diduga) benar, lalu dia sempurnakan shalatnya, kemudian bersalam dan bersujud dua kali.” (HR. Bukhari, Ahmad, Abu Dawud, an-Nasai dan Ibnu Majah)

Muslim meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

”...Dan jika salah seorang dari kalian merasa ragu dalam shalatnya maka hendaklah dia mematut dan memilih mana yang benar, lalu dia sempurnakan shalatnya kemudian sujud dua kali.”

Dengan membuang “kemudian bersalam” yang ada dalam riwayat Bukhari.

c. Hadits no. 2 di atas, di dalamnya disebutkan:

“Lalu beliau Saw. shalat dua rakaat, kemudian bersalam dan bertakbir…”

Dalil-dalil mereka ini sebanding kekuatannya dengan dalil-dalil dari pendapat yang saya pandang lebih rajah. Andai saja sujud sahwi bukan bagian dari shalat dan menjadi penyempurnanya, niscaya saya akan menyatakan kepada Anda dengan memberi pilihan di antara pendapat yang ini dengan pendapat yang itu. Oleh karena itulah saya menyatakan: menurut hukum asalnya sujud sahwi itu dilakukan sebelum bersalam, akan tetapi boleh pula dilakukan setelah bersalam, dalam arti bahwa yang paling utama adalah sujud sahwi itu dilakukan sebelum bersalam.

Sejumlah fuqaha memiliki beragam pendapat dalam masalah ini. Ada yang mengatakan bahwa sujud sahwi itu wajib dilakukan sebelum salam saja, ada yang mengatakan wajib dilakukan setelah salam saja, ada yang mengatakan dilakukan sebelum salam ketika terjadi kekurangan dalam shalat dan dilakukan setelah salam ketika ada tambahan, ada yang mengatakan bahwa setiap hadits dari hadits-hadits di atas bisa digunakan, dan berbagai pendapat lainnya. Dan yang paling sedikit dari semua itu adalah yang menyatakan boleh memilih antara bersujud sebelum salam dan setelahnya, sehingga orang yang meneliti nash-nash ini dengan baik niscaya akan mengambil pendapat yang terakhir.

Itu terjadi karena semua hadits di atas shahih, dan tidak ada nasakh di dalamnya. Dilalahnya juga jelas, tidak ada kemungkinan penakwilan. Seandainya saya tidak mengatakan bahwa sujud sahwi itu bagian dari shalat -sehingga tidak menjadikan saya berpendapat untuk mengutamakan sujud sahwi sebelum salam-, niscaya saya mengambil pendapat ini (semata-mata boleh memilih). Bagaimanapun juga kedua pendapat ini memiliki derajat yang berdekatan.

Sekarang kita beranjak ke masalah tasyahud dalam sujud sahwi. Sejumlah orang menyatakan tentang wajibnya tasyahud setelah dua sujud sahwi. Mereka berargumentasi dengan sejumlah hadits. Yang sanadnya paling kuat dan dilalahnya paling jelas adalah hadits yang diriwayatkan Imran bin Hushain ra.:

“Bahwa Nabi shalat mengimami mereka, kemudian lupa, lalu beliau Saw. bersujud dua kali sujud. Setelah itu bertasyahud kemudian bersalam.” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, al-Hakim dan Ibnu Hibban)

Hadits-hadits lain selain hadits ini adalah dhaif sehingga tidak layak diperhitungkan. Hadits ini, walaupun dishahihkan oleh sejumlah orang, tetapi juga telah didhaifkan oleh beberapa orang lainnya, di antaranya oleh al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr dan Ibnu Hajar, sehingga saya tidak melihat hadits ini layak untuk dijadikan dalil. Jadi, yang tersisa tinggal nash-nash yang mengatakan sujud sahwi itu dilakukan tanpa disertai tasyahud. Selain itu, sujud sahwi itu adalah bagian dari shalat, dan shalat apapun hanya ditutup dengan satu tasyahud saja, sehingga shalat ini tidak memerlukan tasyahud yang kedua, kecuali jika nash-nash yang shahih menyatakan hal itu. Namun, faktanya tidak ada nash yang shahih yang menyatakan seperti itu.

Akhirnya saya nyatakan sebagai berikut: jika si mushalli lupa untuk duduk bertasyahud, kemudian memungkinkan baginya untuk melakukannya sebelum dia bangun dan dia berhenti di tengah-tengah (menjelang berdiri), maka lakukanlah tasyahud itu. Tetapi jika dia telah berdiri dan tegak lurus, maka tidak sah baginya untuk kembali duduk. Dia tinggal menyempurnakan shalatnya dan bersujud di akhir shalat dengan sujud sahwi. Ini berdasarkan riwayat dari Abdurrahman bin Syimasah, bahwa dia berkata:

“Uqbah bin Amir shalat mengimami kami, lalu dia berdiri dan seharusnya dia duduk. Maka orang-orang di belakangnya berucap: Subhanallah, tetapi dia tidak duduk. Ketika dia selesai dari shalatnya dia bersujud dua kali, lalu dia duduk dan berkata: "Sesungguhnya aku mendengar kalian mengucapkan subhanallah, tetapi bagaimana aku bisa duduk, dan itu tidak termasuk sunnah. Sesungguhnya yang termasuk sunnah itu adalah apa yang telah aku lakukan…” (Riwayat Ibnu Hibban, al-Hakim dan al-Baihaqi)

Yang Harus Dilakukan Ketika Bimbang dalam Bilangan Rakaat Shalat

Ketika timbul rasa bimbang di tengah-tengah shalat mengenai jumlah rakaat yang telah dilaksanakannya, maka wajib bagi orang yang bimbang tersebut untuk mematut dan memilih mana yang paling benar dan paling yakin. Jika dia sampai pada kedua hal tersebut maka dia berpijak pada kesimpulannya, lalu menyempurnakan shalatnya disertai sujud sahwi dua kali. Jika dia tidak sampai pada kesimpulan mana yang benar dan yang yakin, tetap saja ada keraguan apakah dia telah shalat dua ataukah tiga rakaat, atau apakah dia telah shalat tiga ataukah empat rakaat, maka dia harus mengambil yang lebih sedikit dari dua hal tersebut, yakni mengambil yang dua dan membuang yang ketiga, atau mengambil yang tiga dan membuang yang keempat, kemudian dia berpijak pada hal tersebut dan menyempurnakan shalatnya. Setelah itu dia sujud sahwi dua kali juga.

Sebelumnya telah kami sebutkan satu hadits dari Bukhari maupun lainnya dari jalur Abdullah ra., dan di dalamnya disebutkan:

“…Dan jika salah seorang dari kalian merasa ragu dalam shalatnya maka hendaklah dia mematut dan memilih yang benar, dan kemudian menyempurnakan shalatnya...”

Disebutkan pula dalam hadits Muslim dan selainnya dari jalur Abu Said al-Khudri ra., dan di dalamnya disebutkan:

“Jika salah seorang dari kalian ragu dalam shalatnya dan tidak tahu berapa rakaat shalatkah yang telah dia lakukan, apakah tiga atau empat, maka hendaklah dia membuang keraguan itu, dan hendaklah berpijak pada jumlah yang dianggapnya yakin benar, kemudian bersujud dua kali sujud...”

Keraguan dan tersembunyinya kebenaran adalah berasal dari perbuatan setan dan bisikannya, sebagaimana disebutkan dalam hadits yang sebelumnya juga telah kami sebutkan. Dari Abu Hurairah ra. yang diriwayatkan oleh Muslim dan selainnya:

“Sesungguhnya salah seorang dari kalian jika berdiri shalat, maka setan datang kepadanya, lalu mengaburkannya hingga dia tidak tahu sudah berapa rakaatkah dia shalat...”

Agar seorang Muslim bisa terlindung dari godaan setan ini, maka saya tuturkan kepada Anda sekalian satu hadits dari Utsman bin Abil Ash, bahwa dia berkata:

“Wahai Rasulullah, setan membuat penghalang antara aku dengan shalatku dan dengan bacaanku. Beliau Saw. berkata: “Itulah setan yang dinamai Khanzab. Jika engkau merasakannya maka berta'awudzlah (meminta perlindungan) kepada Allah darinya, dan meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali.” Dia berkata: lalu aku lakukan hal itu, dan Allah azza wa jalla mengusirnya dariku.” (HR. Ahmad)

Sumber: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam