Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 24 April 2016

Rincian Khilafah menerapkan hukum terhadap non-muslim



Memang benar, seorang khalifah adalah subjek yang menjalankan hukum-hukum ibadah. Dia menjatuhkan sanksi pada warganya yang muslim yang meninggalkan shalat dan tidak berpuasa Ramadan.

Khalifah juga yang menjalankan semua hukum ibadah sebagaimana juga menjalankan seluruh hukum Islam lainnya. Pelaksanaan ini wajib bagi Negara Khilafah karena kewajiban shalat bukanlah lahan ijtihad. Khalifah hanyalah pelaksana hukum syara' yang diputuskan di tengah masyarakat dan membangun hukum Islam untuk melaksanakan sanksi-sanksi atas penerapan hukum Islam yang manapun. Ini kaitannya dengan kaum muslimin.

Adapun kaitannya dengan non-muslim yang menganut selain akidah Islam, maka mereka adalah:
(i) orang-orang yang mengaku bahwa mereka muslim tapi meyakini akidah yang bertentangan dengan akidah Islam
(ii) orang-orang dari Ahli Kitab
(iii) orang-orang musyrik dan mereka adalah para penyembah berhala, penyembah bintang, kaum Majusi, pemeluk Hindu, dan semua penganut agama selain Ahlu Kitab.

Mereka semua ini, berikut apa yang menjadi perilaku akidah dan ibadah mereka dan dalam semua urusan perkawinan dan perceraian, dibiarkan berjalan mengikuti agama-agama mereka. Negara (Negara Khilafah Islam) hanya menentukan seorang qadhi (hakim) dari dan bagi mereka yang akan mengawasi pertikaian-pertikaian mereka dalam hal akidah, ibadah, kawin, cerai dan diselesaikan dalam mahkamah negara.

Adapun masalah makanan dan minuman, mereka diperlakukan menurut kedudukan hukum-hukum agama mereka sendiri (tidak harus mengikuti syariah dalam halal-haram) yang operasionalnya dijamin dalam sistem umum hukum publik Islam.

Selain Ahlu Kitab diperlakukan seperti perlakuan terhadap Ahlu Kitab. Nabi Saw. bersabda tentang hak orang Majusi: "Perlakukan mereka dengan perlakukan hukum Ahlu Kitab."

Sedangkan dalam muamalah dan sanksi-sanksi (hukum publik), penerapannya terhadap non-muslim disamakan dengan kaum muslimin. Mereka semua kedudukannya sama. Sanksi yang dikenakan pada non-muslim juga sama dengan sanksi yang dikenakan pada kaum muslimin. Pelaksanaan dan pembatalan muamalah yang diberlakukan pada non-muslim kedudukannya juga sama dengan yang diberlakukan pada kaum muslimin.

Semuanya di mata hukum Islam sama, tanpa ada perbedaan atau perlakukan khusus terhadap orang-orang tertentu. Karena, semua yang mengemban fungsi mengikut (tabi'iyah) sebagai warga negara Khilafah, meski agama, jenis bangsa, dan mazhab mereka berbeda, dikenai khithab (seruan) dengan hukum-hukum syari'at Islam. Khithab (seruan)nya menyangkut semua persoalan muamalah dan sanksi hukum publik.

Mereka juga diharuskan mengikuti dan menjalankan hukum-hukum tersebut. Hanya saja kewajiban mereka terhadap hal itu terbatas pada sisi pelaksanaan undang-undang negara Khilafah, tidak dari sisi keyakinan keagamaan. Karena itulah, mereka tidak boleh dipaksa berakidah dengan akidah tertentu karena memang mereka tidak boleh dipaksa memeluk Islam. Allah berfirman: "Tidak ada paksaan untuk [memasuki] agama [Islam]" (QS. Al-Baqarah: 256).
Rasulullah Saw. juga dilarang mengancam Ahlu Kitab agar melepaskan agama mereka, akan tetapi mereka dipaksa untuk tunduk pada hukum-hukum publik Islam. Keharusan ketundukan ini dikarenakan posisi hukum Islam sebagai undang-undang negara Khilafah yang harus dilaksanakan.

Kesimpulannya, Negara Islam dalam politik dalam negerinya melaksanakan hukum Islam yang dibebankan kepada semua warga negara Khilafah yang mengemban fungsi mengikut (tab'iyah) sebagai warga negara Khilafah, baik mereka sebagai seorang muslim atau non-muslim. Bentuk pelaksanaannya sebagai berikut.

(1) Pelaksanaan semua hukum Islam dibebankan kepada kaum muslimin.
(2) Membiarkan masyarakat non-muslim mengikuti apa yang mereka yakini dan sembah.
(3) Memperlakukan masyarakat non-muslim dalam persoalan-persoalan makanan dan pakaian dengan mengikuti agama-agama mereka yang masih dalam lingkup sistem umum.
(4) Memutuskan persoalan-persoalan perkawinan dan perceraian di antara masyarakat non-muslim dengan mengikuti agama-agama mereka. Penanganannya dilakukan oleh qadhi (hakim) yang dipilih di antara mereka dan diputuskan di Mahkamah Negara, tidak di mahkamah khusus. Persoalan-persoalan ini jika berhubungan dengan antara kaum muslimin dan non-muslim, maka pemutusannya mengikuti hukum-hukum Islam dan dijalankan oleh qadhi (hakim) muslim.
(5) Negara melaksanakan semua syari'at Islam selain hukum-hukum di atas, seperti muamalah, sanksi-sanksi, sistem-sistem pemerintahan, hukum, ekonomi, dan lain-lainnya. Pelaksanaannya dibebankan pada semua warga negara Khilafah. Dalam hal ini, baik yang muslim maupun non-muslim kedudukannya sama.
(6) Semua orang yang mengemban fungsi mengikut aturan Islam adalah rakyat negara Khilafah. Negara Khilafah wajib mengatur semua urusan mereka dengan adil, tanpa membedakan atau memberi pengecualian antara yang muslim dan yang non-muslim.
…..
18. Marhalah Ketiga, yaitu marhalah pengambilalihan pemer­intahan.
Partai ideologi Islam mengambil alih pemerintahan adalah melalui umat dan menerapkan ideologi Islam sekaligus. Inilah yang disebut metode revolusi tanpa kekerasan. Metode ini tak membolehkan partai dakwah ideologi Islam berga­bung ke dalam pemerintahan yang menerapkan hukum Islam secara parsial, tetapi mengambil alih pemerintahan secara total dan menjadikannya satu-satunya metode penerapan ideol­ogi Islam. Metode ini mengharuskan penerapan ideologi Islam secara revolusioner, tidak membo­lehkan penerapan ideologi secara bertahap, bagaimanapun keadannya.

Apabila Negara Khilafah telah menerapkan ideologi Islam secara sempur­na dan menyeluruh maka wajib bagi Negara Khilafah Islam itu untuk mengemban dakwah Islam dan menetapkan dalam Anggaran Belanja Negara bagian khusus untuk dakwah dan propaganda, mengatur dakwah Islam dari sisi kenegaraan atau dari aspek kepartaian sesuai dengan situasi yang ada. Sekalipun partai Islam ideologis telah berhasil mendirikan pemerintahan Islam, dia tetap bertindak sebagai partai dakwah ideologi Islam, strukturnya tetap ada, baik para anggotanya mendudu­ki kursi pemerintahan atau tidak. Partai Islam ideologis menganggap pemer­intahan adalah awal langkah praktis untuk melaksanakan ideologi Islam dalam negara, dan berusaha menerapkannya di setiap penjuru dunia.

Inilah langkah-langkah yang ditempuh oleh partai dakwah ideologi Islam di dalam medan kehidupan, untuk membawa fikrah (pemikiran) ke periode kerja praktis atau dengan kata lain untuk membawa ideologi Islam ke medan kehidupan dengan melanjutkan kehidupan Islam, untuk membangkitkan masyarakat dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.

Pada saat inilah partai dakwah ideologi Islam memulai kerja praktis yaitu suatu periode yang ia dirikan untuk mewujudkan periode itu. Atas dasar ini maka partai Islam ideologis adalah jaminan hakiki untuk berdirinya Negara Khilafah Islamiyah dan kelestariannya, dan untuk menerapkan Islam, memperbaiki penerapannya, dan kelestarian penerapannya dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebab setelah Negara Khilafah Islam itu berdiri, partai Islam ideologis menjadi pengawas wilayah Negara Khilafah itu, mengoreksinya, dan memim­pin umat untuk membicarakan masalah dengannya, dan pada saat yang sama partai Islam ideologis menjadi pengemban dakwah Islam di negeri-negeri Islam dan penjuru dunia lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam