Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 23 September 2018

Mengakhiri Konflik UAS, HTI VS Ansor, Mengambil Hikmah Dari Pengusiran Ansor Oleh Warga Tanjung Pura



Oleh : K.H. Anwar Sanusi.

Rabu, 19 September 2018, Ansor dibubarkan warga Tanjung Pura. Ini berita yang tidak biasa. Sebagai underbow NU, Ansor bersama Banser justru dikenal sebagai ormas yang rajin mempersekusi acara pengajian. Termasuk pengajian Ustadz Abdus Shomad (UAS). Tetapi kali ini Ansor kena batunya. Acaranya dibubarkan oleh masyarakat melayu. Ini dianggap sebagai balasan terhadap Ansor yang telah mempersekusi UAS ketika mengadakan safari dakwah di tanah Jawa.

Adakah Kesamaan Ansor Dan HTI?

Dalam aspek bahwa keduanya dipersekusi, maka nasib HTI dan Ansor itu sama. Yaitu sama-sama sebagai korban pengadilan massa. Sebuah bentuk pengadilan yang dilakukan tanpa ada proses pembuktian. Bedanya adalah HTI dipersekusi oleh Ansor/Banser, sedangkan Ansor/Banser hanyalah salah satu ormas. Tidak mewakili masyarakat secara umum. Sedangkan kasus persekusi Ansor di Tanjung pura adalah dilakukan oleh masyarakat secara umum.

Ansor, HTI dan UAS

Persekusi Ansor terhadap UAS itu disebabkan oleh persepsi Ansor bahwa UAS adalah pendukung HTI. Bahkan Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas menyatakan, “Kalau UAS sudah bertaubat dari Khilafah, kita tidak akan melarang dakwahnya.” Artinya penyebab dari semua persekusi terhadap UAS di berbagai daerah semata-mata karena ide khilafah yang diemban HTI didukung oleh UAS.

Sebagai ulama yang berpengatahuan luas tentu UAS tidak bisa mengakomodir keinginan Ansor. Karena persoalan khilafah tidak menyalahi ajaran Islam. Bahkan merupakan bagian dari syariat Islam itu sendiri. Khilafah tidak harus selalu diidentikkan dengan HTI. Maka hal yang seharusnya dilakukan adalah bertemu, dan melakukan tabayun.

Apa Yang Ditakutkan Dari HTI?

Perbedaan itu adalah lumrah. Di dalam ranah ide dan pemikiran seharusnya Ansor, HTI dan UAS bisa saling berdialog. Sepanjang perbedaan itu di dalam ranah ide, tentu tidak akan ada konflik dan ketegangan. Ini biasa terjadi pada ulama ulama terdahulu. Bahkan Imam Syafii saja berbeda pendapat dengan gurunya Imam Malik. Perbedaan fiqiyah adalah hal yang lumrah.

Akan tetapi jika perbedaan itu dibingkai dalam kepentingan politik, inilah yang menimbulkan pertengkaran bahkan perpecahan. Di era orde lama, perbedaan fiqih antara Muhammadiyah dan NU dikelola untuk kepentingan politik. Untuk mengukur seberapa besar kekuatan NU ukurannya adalah berapa banyak yang membaca qunut di sholat shubuh, itulah kekuatan NU. Sedangkan yang tidak membaca qunut itulah Muhammadiyah. Lalu NU diarahkan ke mana, dan Muhamadiyah diarahkan ke mana. Jadilah perbedaan fiqih yang seharusnya terjadi di ranah diskusi bisa meruncing dalam suasana politik yang panas. Terjadinya ketegangan antara NU dan Muhammadiyah di masa lalu lebih dominan karena persoalan politik. Bukan persoalan ide.

Demikian pula di saat ini. Untuk mengukur seberapa besar kekuatan HTI, maka ukurannya adalah seberapa besar tokoh yang menyuarakan khilafah. Dan seberapa besar umat yang mendukung khilafah. Dan ketika ini dikemas dalam ruang politik, maka pertarungan itupun memanas. Padahal tak semua orang yang sepakat ide khilafah itu adalah anggota HTI. Sebagaimana tak semua orang yang membaca qunut di sholat shubuh itu anggota NU.

Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk legowo menerima kekalahan jika argumentasinya lemah. Tidak boleh memaksakan kebenaran satu sama lain. Bawakan kitab kitab pendukung argumentasi masing-masing. Dan bukalah pintu diskusi selebar lebarnya.

Menunggu Sikap Sportifitas Ansor

Sesungguhnya sikap masyarakat melayu terhadap Ansor hanyalah perwujudan reaksi dari arogansi Ansor saja. Jika ini tidak direspon dengan bijak, Ansor bisa dianggap menjadi common enemy. Karena bukan hanya UAS yang dipersekusi. Gus Nur juga bernasib sama. Bahkan kampanye tagar ganti presiden 2019 dipersekusi juga atas tuduhan ditunggangi HTI yang dianggap mempunyai maksud tersembunyi akan mengganti sistem dengan sistem khilafah.

Di saat yang sama, pengagum UAS maupun Gus Nur jumlahnya tidaklah sedikit. Belum lagi jumlah pendukung tagar ganti presiden 2019. Sedangkan dukungan ulama-ulama nahdliyin terhadap HTI juga terus mengalir tak terbendung.

Artinya, tak ada cara yang lain kecuali harus bertemu. Berbincang dan berargumentasi. Ansor harus meninggalkan cara cara arogan yang tidak simpati. Atau Ansor akan ditinggalkan oleh umat dan dijadikan sebagai common enemy.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam