Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 24 September 2018

Mental Blockchain



Oleh Yudha Pedyanto

Pada tahun 2009, Satoshi Nakamoto seorang computer scientist dan cyberpunk activist menemukan sebuah algoritma finansial yang menggemparkan dunia. Algoritma finansial itu diberi nama Blockchain.

Apakah hebatnya Blockchain? Algoritma finansial ini memungkinkan netizen bermuamalah secara online menggunakan Bitcoin; mata uang digital yang tidak tergantung negara mana pun. Konsekuensinya ia tak bisa direkam, diketahui serta dikendalikan oleh lembaga keuangan apa pun.

Bagi kapitalisme global yang mati-matian mempertahankan dollar sebagai global currency-nya, ini jadi ancaman besar. Otoritas finansial AS langsung memburu dan membekukan semua komunitas online yang bermuamalah menggunakan bitcoin.

Tentu saja usaha tersebut sia-sia belaka. Mengapa? Karena tidak seperti e-Money konvensional yang algoritmanya dijalankan di server terpusat, Blockchain algoritmanya dijalankan di ribuan server milik netizen yang terdistribusi secara acak di belantara internet.

Kelebihan lain dari Blockchain adalah kemampuannya dalam menghadapi manipulasi informasi. Jika terjadi manipulasi informasi, pasti langsung terdeteksi dan terhapus dengan sendirinya. Caranya Blockchain memverifikasi setiap informasi baru dengan rantai informasi sebelumnya, kemudian mengkonfirmasinya dengan informasi valid yang tersebar di ribuan server tadi.

Anda mungkin pernah membaca berita; belum lama ini BI dengan mudahnya membekukan isi ulang e-Money Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan PayTren. Karena mereka semuanya terdaftar dan terpusat. Tapi bagaimana mungkin Anda membekukan sesuatu yang tidak terdaftar, tersebar dan terdistribusi acak? Bahkan sangat mungkin algoritma Blockchain berjalan secara siluman di server-server milik pemerintah.

Sebelum lebih jauh membahas Blockchain, kita kilas balik 65 tahun silam. Pada tahun 1953, Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani seorang hakim mahkamah syariah dan aktivis pergerakan politik merumuskan sebuah konsep yang menggemparkan dunia. Konsep itu diberi nama Qiyadah Fikriyah.

Apa hebatnya Qiyadah Fikriyah? Konsep ini memungkinkan seorang muslim semata-mata tunduk kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pemikiran dan tindakannya sepenuhnya berpusat pada prinsip (principle-centered), bukan berpusat pada figur (people-centered) apalagi uang (money-centered).

Menariknya, mengapa An-Nabhani sampai harus merumuskan konsep baru bernama Qiyadah Fikriyah? Bukankah Islam saja sudah cukup? Jawabannya sederhana; karena mereka yang sudah Islam belum tentu memiliki disiplin mental, emosional dan konseptual untuk tunduk semata-mata kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Contohnya Islam melarang pemeluknya untuk makan-minum dengan tangan kiri, berdamai dengan penjajah Israel atau dangdutan dengan biduan seksi. Tapi ketika ada ulama yang melakukannya, mereka mengatakan itu tidak apa-apa. Karena ulama tersebut termasuk Ahlu As-Sama'; semacam manusia penghuni langit yang dapat privilege (hak istimewa) tidak wajib taat syariat.

Orang-orang seperti ini sekalipun muslim tapi tidak memiliki Qiyadah Fikriyah, tapi Qiyadah Syakhsiyah. Pemikiran dan tindakannya tidak ditentukan oleh prinsip, tapi ditentukan oleh figur (people-centered). Apa perkataan dan tindakan junjungannya, itu pasti benar, sekalipun prinsip mengatakan sebaliknya.

Bahkan Nabi SAW tidak mengajarkan Qiyadah Syakhsiyah ini. Saat perang Badar Nabi SAW sudah menetapkan posisi strategis pasukan kaum muslimin. Lalu Hubab bin Mundir bertanya; apakah keputusan itu berdasarkan wahyu atau semata-mata strategi? Ketika Nabi SAW menjawab strategi, Hubab mengusulkan posisi lain yang lebih strategis. Nabi SAW akhirnya merevisi keputusannya lalu mengikuti pendapat Hubab bin Mundir.

Jika ada Ahlu As-Sama’; manusia langit yang paling dekat dengan Allah SWT, maka dia adalah Nabi Muhammad SAW. Tapi beliau tidak dikultuskan atau didewakan oleh pengikutnya. Apa yang dilakukan Nabi SAW (selain wahyu) belum pasti benar, serta terbuka atas masukan atau kritik. Jadi Nabi SAW dan para sahabat sebenarnya sudah menjalankan konsep Qiyadah Fikriyah sejak 14 abad silam.

Ada juga orang-orang menganut Qiyadah Madiyah (money-centered), di mana pemikiran dan tindakannya ditentukan oleh materi; apakah berwujud harta, tahta atau wanita. Ketika berhadapan dengan kenikmatan duniawi seperti ini, biasanya sirkuit otak manusia bagian basal ganglia langsung terpantik kemudian reflek menerima kenikmatan instan tersebut.

Nabi SAW dan para Sahabat pun tak terhindar dari godaan basal ganglia ala Qiyadah Madiyah tadi. Ketika di Makkah para pemimpin Quraisy menawarkan Nabi SAW harta, tahta dan wanita, dengan syarat Nabi SAW meninggalkan dakwahnya serta mengikuti ideologi harga mati bangsa Quraisy. Tentu tawaran tersebut ditolak Nabi SAW dan beliau tetap memegang teguh Qiyadah Fikriyah-nya.

Konsep Qiyadah Fikriyah ini sangat relevan untuk di-refresh, terutama masa-masa kampanye seperti sekarang. Ada seorang hafidz Quran yang tiba-tiba mendukung petahana, belakangan ternyata dia diduga terlibat kasus korupsi besar. Ada politisi Islam “garis keras” bersorban tiba-tiba juga mendukung petahana, belakangan ternyata dia diangkat jadi komisaris perusahaan plat merah. Mereka jadi korban Qiyadah Madiyah (money-centered), yang sekalipun muslim tapi tidak memiliki Qiyadah Fikriyah.

Atau ada juga seorang ulama sepuh tiba-tiba diangkat jadi pemimpin petahana, dengan harapan bisa jadi figur kharismatik yang menjinakkan kelompok Islam tertentu. Bagi para penganut Qiyadah Syakhsiyah (people-centered), trik ini sangat manjur dan menghipnotis. Mereka pun berduyun-duyun mendukungnya.

Tapi bagi penganut Qiyadah Fikriyah trik tersebut tak mempan. Karena mereka berpegang pada hadits: “Ulama’ ketika dekat dengan penguasa yang diinginkan dunia, namun ketika penguasa mendekati ulama yang dinginkan akhiratnya” (HR. Dailami). Orang-orang dengan Qiyadah Fikriyah (principle-centered) memiliki semacam imunitas terhadap trik marketing politik murahan semacam ini.

Ataupun sebaliknya, katakanlah jika oposisi mengangkat pemimpin yang muda, kaya raya, rajin sholat duha dan puasa, maka penganut Qiyadah Syakhsiyah langsung mengidolakannya. Tapi bagi penganut Qiyadah Fikriyah; percuma kaya raya, rajin duha dan puasa tapi gagasan ekonominya tetap pro pasar bebas ala kapitalisme. Lagi-lagi seseorang bisa saja beragama Islam, tapi tidak menjamin memiliki Qiyadah Fikriyah Islam.

Jika Satoshi Nakamoto menemukan algoritma finansial Blockchain yang memungkinkan manusia kebal terhadap intervensi lembaga finansial kapitalisme global, maka An-Nabhani merumuskan algoritma mental Qiyadah Fikriyah yang memungkinkan umat Islam kebal terhadap intervensi politik kaki-tangan kapitalisme global.

Jika Blockchain mampu mendeteksi manipulasi informasi, demikian pula dengan Qiyadah Fikriyah mampu mendeteksi manipulasi religi. Caranya Qiyadah Fikriyah memverifikasi manipulasi tersebut dengan Qur’an dan Sunnah, kemudian mengkonfirmasinya dengan ribuan penganut Qiyadah Fikriyah lainnya. Menurut saya Qiyadah Fikriyah menjadi semacam mental Blockchain yang membuat umat Islam tidak mudah dimanipulasi dan dimanfaatkan kepentingan politik sesaat.

Jika visi Satoshi Nakamoto dilanjutkan oleh gerakan cyberpunk underground yang tersebar di internet, maka visi An-Nabhani dilanjutkan oleh gerakan politik Hizbut Tahrir yang tersebar di lebih 50 negara (dan di internet). Karena dibekali algoritma mental Qiyadah Fikriyah tadi, Hizbut Tahrir menjadi sangat independen dan konsisten dalam mewujudkan cita-citanya melanjutkan kehidupan Islam.

Jika gerakan-gerakan politik Islam lainnya mudah ditunggangi dan dibelokkan, lain halnya dengan Hizbut Tahrir. Katakanlah jika ada anggota Hizbut Tahrir yang mendukung calon presiden tertentu yang akan menerapkan hukum buatan manusia ala demokrasi (tak peduli petahana atau oposisi), maka algoritma Qiyadah Fikriyah langsung mengisolir dan melenyapkan pendapat tersebut tanpa ampun. Seperti sistem imune mengisolir dan melenyapkan virus asing dalam tubuh manusia.

Jika sudah seperti ini, maka tidak ada pilihan lain bagi para tiran zhalim kecuali main pembekuan dan pembubaran. Hizbut Tahrir dilarang di banyak negara. Tapi seperti halnya Blockchain yang tak bisa dihentikan dengan pembekuan komunitasnya, demikian pula Qiyadah Fikriyah tak bisa dicegah dengan pembubaran jamaahnya. Bagaimana mungkin Anda menghentikan gagasan yang menyebar dan melesat cepat dari satu kepala ke kepala yang lain?

A stand can be made against invasion by an army; no stand can be made against invasion by an idea.
-Victor Hugo

Terakhir, jika tertarik Anda bisa meng-install algoritma Blockchain di komputer Anda. Tapi tentu Anda harus didampingi oleh tenaga ahli certified dan berpengalaman dalam bidang Blockchain. Dan jika tertarik, Anda bisa meng-install algoritma Qiyadah Fikriyah di pikiran Anda. Tapi tentu Anda harus didampingi oleh tenaga ahli certified dan berpengalaman dalam bidang Qiyadah Fikriyah: Mereka adalah para anggota Hizbut Tahrir.

[Tulisan ini saya persembahkan kepada mereka yang menjelaskan Qiyadah Fikriyah dengan sangat amazing; Ustadz Adam Romulo dkk. Antum ibarat Master Jedi yang mengajari para Jedi junior bagaimana melindungi galaksi. May the force of Qiyadah Fikriyah be with you…]

Yogyakarta, 24 September 2018
#HTIMilenial
#KomikIdeologis []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam