Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 02 Januari 2018

Nabi SAW Ke Thaif Mencari Pertolongan Mendirikan Negara Islam



BAB KETIGA

MENCARI DAERAH UNTUK MENDIRIKAN NEGARA YANG AKAN MENJAGA AKIDAH DAN MENEGAKKAN SYARI'AH

A. Pergi Ke Thaif

Sungguh dunia ini terasa sempit bagi Rasulullah Saw. setelah pamannya, Abu Thalib, dan istrinya, Khadijah ra., meninggal. Sebab, masing-masing dari keduanya memiliki keistimewaan bagi Rasulullah Saw. Abu Thalib keistimewaannya adalah selalu membela dan menjaga Rasulullah Saw. dari serangan dan penyiksaan fisik. Sedang Khadijah keistimewaannya adalah selalu menghibur Rasulullah Saw. dan membantu melepaskan kesulitannya dengan memberinya kata pencerahan dan optimisme yang membuat hati beliau merasa tentram, serta selalu menanamkannya spirit kebulatan tekad yang membuat Rasulullah Saw. sangat bersemangat dalam mewujudkan keinginannya.
Para sahabat beliau sebagian telah pergi meninggalkan keluarganya dan tanah kelahirannya ke negara Habasyi, dan sebagian yang lain yang masih di Makkah selalu mendapatkan penyiksaan -yang tujuannya agar orang lain tidak berani berbuat seperti mereka- dari tangan-tangan kesewenang-wenangan kaum kafir Quraisy. Bahkan beliau Saw. pun tidak luput dari mendapatkan perkataan ejekan dan perbuatan-perbuatan yang menyakitkan.
Mereka disiksa bukan karena melakukan kesalahan apapun, melainkan karena mereka menyembah Tuhan Yang Maha Esa dan mengingkari sesembahan-sesembahan palsu selain Allah. Kaum kafir Quraisy sebagai pihak yang menggenggam kekuasaan sistem kufur, sedang Rasulullah Saw. sebagai pihak yang memegang erat keimanan.
Rasulullah Saw. berpikir kalau saja beliau mampu mendapatkan daerah yang aman yang memungkinkan mengumpulkan para sahabatnya dan mendirikan kekuasaan di daerah itu, niscaya beliau mampu menemukan tempat (iklim) yang cocok untuk akidah di bawah naungan kekuasaan, sebab dengan berada di bawah naungan kekuasaan ini akidah akan mampu tumbuh dan berkembang.
Rasulullah Saw. mulai mengamati dan menganalisa tempat-tempat dan daerah-daerah yang memungkinkan di sana ditegakkannya kekuasaan, maka beliau mendapatkan bahwa Thaif merupakan tempat atau daerah terbaik untuk hal itu. Keputusan beliau itu karena beberapa faktor di antaranya:

1. Faktor Kemanusiaan

Di Thaif ada Bani Tsaqif yang di sana ada banyak hidup saudara ibu Rasulullah Saw. Mereka adalah keluarga dekat yang tentu akan memberikan perlindungan dan pengawasan terhadap Rasulullah Saw. Di samping itu, di sana ada hubungan kekeluargaan melalui pernikahan (besanan) antara salah seorang pemimpin Thaif dan Quraisy -sebagaimana kebiasaan Bangsa Arab yang sangat menjaga hubungan semacam ini.
Dengan demikian, Rasulullah Saw. mengira bahwa jika beliau pergi ke Thaif dan menyeru penduduknya agar beriman kepadanya, meminta bantuannya dalam membangun pondasi Islam, dan mengajaknya bersama-sama dalam menghadapi orang-orang yang menentangnya, maka penduduknya sekali-kali tidak akan ragu-ragu lagi untuk menerima apa yang dibawanya kepada mereka, sebab apa yang dibawanya itu adalah suatu kebenaran, sedang manusia harus menjadikan kebenaran sebagai penunjuk jalannya, begitu juga menolongnya merupakan bagian dari tuntutan-tuntutan yang harus dipenuhi oleh manusia.

2. Faktor Ekonomi

Mengingat Thaif merupakan daerah pertanian (agrikultural) dan banyak menyimpan sumber daya alam. Sehingga, kalau Allah menakdirkan Thaif sebagai daerah yang baik bagi dakwah Islam dan orang-orang yang menerimanya juga tinggal di sana, maka Rasulullah Saw. dan para sahabatnya pasti mendapatkan kemudahan hidup yang sangat membantu mereka dalam menyebarkan dakwah, mendirikan negara yang tentu memerlukan banyak harta untuk mempersenjatahi angkatan perangnya, dan dalam membangun perlengkapan-perlengkapan lainnya.

3. Faktor Strategis

Thaif merupakan daerah yang berada di puncak gunung. Sedang gunung menjamin adanya perlindungan bagi siapa saja yang tinggal di sana, sebab di gunung terdapat banyak tebing yang curam. Oleh karena itu, kami melihat para pemberontak semuanya bersembunyi di gunung, sebab dengan bersembunyi di gunung mereka mampu melindungi keberadaannya dan kekuatannya. Jalan ke Thaif adalah jalan pegunungan juga, yaitu jalan yang berliku-liku dan dikelilingi tebing-tebing yang curam, sehingga menjamin adanya perlindungan bagi yang melewatinya, sebab dia dengan mudah bersembunyi di antara tebing-tebing itu.
Dengan demikian, keberadaan daerah yang seperti ini sangat berguna bagi para sahabat Rasulullah Saw. ketika mereka ingin bergabung dari Makkah ke Thaif. Di samping itu, Thaif merupakan daerah yang berbenteng, sehingga hal itu sangat membantu Rasulullah Saw. ketika beliau dikepung dengan manjanik (alat pelontar batu) yang akan menghancurkan bentengnya.
Dengan demikian, kalau Negara Islam mampu ditegakkan di Thaif, maka sulit bagi para musuh untuk mencapainya. Meski di Madinah juga terdapat benteng, namun berbeda dengan benteng di Thaif dilihat dari sisi strategi defensifnya, sehingga dengan kelebihannya itu sulit menundukkan dan menaklukkan Thaif.
Demikian inilah faktor-faktor yang menjadikan Rasulullah Saw. sangat memperhatikan Thaif.

Rasulullah Saw. pergi ke Thaif sendiri guna berbicara dengan pemimpin Bani Tsaqif. Setelah beliau sampai di Thaif, beliau memutuskan untuk menemui tiga bersaudara, yang ketika itu ketiganya merupakan pemimpin Bani Tsaqif dan sekaligus tokoh yang dimuliakan. Mereka itu adalah Abdu Yalil bin Amr bin Umair, Mas’ud bin Amr bin Umair dan Hubaib bin Amr bin Umair. Salah seorang dari mereka menikah dengan perempuan Quraisy dari Bani Jumah.
Rasulullah Saw. pun menemui mereka, dan menyeru mereka kepada Allah. Rasulullah Saw. menyampaikan kepada mereka maksud kedatangan, yakni meminta mereka agar mau membantu Islam dan bersama-sama menghadapi orang-orang yang menentangnya. Lalu salah seorang dari mereka berkata kepada Rasulullah Saw., “Tercabik-cabiklah baju Ka'bah jika Allah mengutusmu!” “Apakah Allah tidak menemukan orang lain untuk diutusnya selain kamu?” sergah yang lain. Orang ketiga berkata, “Demi Allah, aku tidak akan berbicara denganmu selamanya jika kamu benar-benar utusan Allah saperti yang kamu katakan. Sungguh bahayamu lebih besar daripada berbicara denganmu. Kamu benar-benar telah berdusta atas nama Allah, inilah yang menjadi alasan, mengapa aku tidak mau berbicara denganmu.”

Sebelum Rasulullah Saw. meninggalkan mereka, beliau berkata, “Jika kalian melakukan apa yang ingin kalian lakukan, maka rahasiakan dariku.” Rasulullah Saw. tidak ingin hal itu sampai pada kaumnya agar keberanian dan penganiayaan mereka kepada Rasulullah Saw. tidak bertambah. Memang mereka tidak melakukan, namun mereka telah memprovokasi orang-orang awam dan budak-budak mereka untuk mencaci-maki Rasulullah Saw., meneriakkan yel-yel yang sangat tidak etis tentang Rasulullah Saw., bahkan mereka melempari Rasulullah Saw. dengan batu hingga kedua tumit beliau yang mulia berdarah.
Beliau menyelamatkan diri dengan masuk ke kebun milik ‘Utbah bin Rabi’ah dan Syaibah bin Rabi’ah, sedang kedua orang ini berada di kebun. Setelah tahu bahwa orang-orang awam Bani Tsaqif yang mengejarnya kembali, beliau kemudian pergi berteduh dan beristirahat di bawah naungan batang pohon anggur. Kedua anak Rabi'ah itu melihat Rasulullah Saw., namun karena tanamannya sangat lebat dan hijau, maka orang-orang awam di antara penduduk Thaif tidak terlihat olehnya. Setelah Rasulullah Saw. merasa tenang, beliau berdo’a,

Ya Allah, hanya kepadamu aku mengadu tentang ketidakberdayaanku, sedikitnya tipudayaku, dan kehinaanku di hadapan manusia, wahai Dzat Yang Maha Penyayang di antara para penyayang. Engkau Tuhan bagi orang-orang yang lemah, Engkau Tuhanku, kepada siapa lagi Engkau akan membuatku letih, kepada yang jauh di sana yang akan menjumpaiku dengan wajah geram penuh kebencian, atau kepada musuh yang Engkau beri dia kekuasaan atas urusanku? Seandainya aku tidak takut akan amarah-Mu, maka aku sudah tidak perduli lagi. Akan tetapi, keagungan-Mu itu yang paling tampak terbentang luas di hadapanku. Aku berlindung dengan cahaya wajah-Mu yang karenanya kegelapan-kegelapan menjadi bersinar, dan karenanya pula perkara dunia dan akhirat menjadi baik, dari mendapatkan amarah-Mu dan juga murka-Mu. Hanya karena-Mu aku kembali dan bebas dari keburukan hingga Engkau meridhaiku. Dan tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan daya dan kekuatan-Mu.”

Ketika dua anak Rabi’ah: ‘Utbah dan Syaibah melihat kelelahan yang luar biasa pada diri Rasulullah Saw. dan kesulitan yang dihadapinya, maka tergeraklah rasa kasih sayang keduanya terhadap Rasulullah Saw. Lalu keduanya memanggil pembantunya yang bernama Addas, sedang Addas seorang Nasrani. Keduanya berkata pada Addas, “Ambillah setangkai anggur yang telah dipetik, lalu letakkan di atas piring ini. Kemudian pergilah dan berikan ia kepada orang itu. Katakan kepadanya agar memakannya.” Addas pun melakukannya, dia pergi mendekati Rasulullah Saw. dan meletakkan anggur itu di dekat Rasulullah Saw.
Lalu Addas berkata pada Rasulullah Saw., “Makanlah.” Ketika meletakkan tangannya Rasulullah Saw. berkata, “Bismillah.” Baru setelah itu beliau makan. Addas memperhatikan wajah Rasulullah Saw., lalu dia berkata, “Demi Allah, perkataan ini belum pernah diucapkan oleh penduduk daerah ini.”
Rasulullah Saw. berkata pada Addas, “Berasal dari daerah mana kamu, wahai Addas, dan apa agamamu?” Addas berkata, “Agamaku Nashrani, aku salah seorang di antara penduduk Ninawa.” (Ninawa adalah suatu desa di Moshul bagian dari wilayah Iraq). Rasulullah Saw. berkata, “Kalau begitu kamu berasal dari desa orang yang shaleh Yunus bin Mata.”
Addas berkata, “Dari mana kamu mengenal Yunus bin Mata?” Rasulullah Saw. berkata, “Dia itu saudaraku, dia seorang nabi, dan aku juga seorang nabi.” Addas sangat percaya dengan Rasulullah Saw., dia mencium kepalanya, kedua tangannya dan kedua telapak kakinya.
Melihat itu, salah salah seorang di antara kedua anak Rabi’ah berkata kepada saudaranya, “Lihat pembantumu, dia benar-benar telah berbuat tidak sopan kepadamu.”
Setelah Addas mendatangi keduanya, keduanya berkata kepada Addas, “Celaka engkau, wahai Addas. Kenapa engkau mencium kepala orang itu, kedua tangannya dan kedua telapak kakinya?” Addas berkata, “Wahai tuanku, tidak ada sesuatu di bumi yang lebih baik dari ini. Dia telah menyampaikan kepadaku suatu perkara yang tidak diketahui kecuali oleh seorang nabi.” Keduanya berkata, “Celaka engkau, wahai Addas, jangan sampai dia memalingkanmu dari agamamu. Ingat! Agamamu lebih baik dari agamanya.”



Kembali ke Makkah

Rasulullah Saw. berjalan melintasi jalan-jalan menuju Makkah, hingga akhirnya beliau sampai di Hira’, yaitu tempat di mana beliau mendapatkan pancaran ruhiyah pertama kali, dan di tempat ini pula beliau menerima ayat-ayat al-Qur’an yang pertama. Beliau mulai berpikir, bagaimana caranya beliau masuk Makkah. Mengingat para intelijen Makkah selalu memata-matainya, lebih-lebih setelah mengetahui aktivitasnya yang baru dan juga kegagalannya.
Oleh karena itu, beliau berpendapat tidak mungkin dapat memasuki Makkah tanpa mendapatkan proteksi dari sebagian orang yang berpengaruh di Makkah. Beliau meminta Akhnas bin Syuraiq untuk melindunginya, namun Akhnas menyampaikan keberatannya: Saya sekutu (musuhmu), sedang sekutu tidak boleh melindungi (musuh sekutunya).
Lalu beliau meminta perlindungan kepada Suhail bin Amr, namun dia juga menyampaikan keberatannya: sesungguhnya Bani Amir tidak boleh melindungi Bani Ka'ab.
Kemudian beliau meminta perlindungan kepada Muth’im bin Adi, Muth’im bin Adi mengabulkan permintaannya. Setelah Muth’im dan keluarganya bersenjata, maka mereka pergi hingga sampai di masjid, kemudian Muth’im meminta Rasulullah Saw. agar beliau masuk ke masjid. Beliau pun memasuki masjid, lalu beliau thawaf dan mendirikan shalat di sisi Ka’bah. Kemudian beliau pulang ke rumahnya tanpa ada seorangpun yang berani berbuat buruk kepadanya.

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam