Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 05 Januari 2018

Muhammad Diutus Menjadi Rasul Menerima Kepemimpinan Dakwah Islam



2. Muhammad Menerima Kepemimpinan (Kenabian Dakwah Islam)

Setelah persiapan terhadap Muhammad Saw. untuk diserahi kepemimpinan itu sempurna, maka diserahkanlah kepemimpinan kepadanya. Sedang yang menyiapkannya dan yang akan menyerahkan kepemimpinan kepadanya adalah Rabbul ‘Izzah Jalla Jalaluhu, yaitu Allah Swt. Sebab, Dialah Dzat Yang Maha Tahu akan manusia dan kapabilitas yang dimilikinya.

“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan” (TQS. al-An'aam [6]: 124)

Muhammad menerima kepemimpinan tidak di tengah-tengah kerumunan manusia, tetapi beliau sendirian berada di puncak gunung. Sebab, kepemimpinan (kenabian dakwah Islam) ini tidak membutuhkan kesepakatan manusia, dan yang diinginkan hanyalah ridha dari Allah Swt.; yang diperlukan hanyalah pengabdian kepada Allah Swt.; yang dibutuhkan hanyalah keikhlasan semata.
Berikut ini riwayat secara global tentang bagaimana Muhammad Saw. menerima kepemimpinan.

Ketika Rasulullah Saw. dalam keadaan antara tidur dan bangun di gua Hira’, tiba-tiba datang seseorang kepadanya dengan membawa kitab yang dilipat dengan sepotong kain sutra. Lalu dia membukanya dan berkata kepada Muhammad, “Bacalah.” “Aku tidak bisa membaca,” timpal Rasulullah Saw. Kemudian dia menarik Rasulullah Saw. dengan keras, lalu melepaskannya dan berkata lagi, “Bacalah.” Rasulullah Saw. tetap berkata, “Aku tidak bisa membaca.” Sekali lagi dia menarik Rasulullah Saw. dengan keras, lalu melepaskannya dan berkata, “Bacalah.” Baru Rasulullah Saw. berkata, “Apa yang akan aku baca?” Dia berkata:

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (TQS. al-‘Alaq [96]: 1-5)

Setelah Rasulullah Saw. membacanya dan orang tersebut pergi meninggalkannya, maka Rasulullah Saw. bangkit berdiri disertai perasaan seolah-olah hatinya runtuh. Rasulullah Saw. keluar dari gua, lalu beliau mendengar suara dari langit, “Hai Muhammad, kamu utusan Allah, sedang aku Jibril. Beliau melihat ke langit, ternyata Jibril dalam wujud seorang laki-laki... Selanjutnya, Rasulullah Saw. pulang menemui keluarganya. Khadijah, istri beliau melihat adanya perubahan pada wajah Rasulullah Saw. Khadijah bertanya apa yang terjadi dengan Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. menceritakan apa yang dialaminya.
Khadijah berkata, “Gembiralah dan tegarlah, wahai putra paman, demi Dzat yang menguasai diri Khadijah, sungguh aku benar-benar berharap bahwa engkaulah Nabi yang ditunggu-tunggu umat ini.” Khadijah berkata yang demikian itu berdasarkan kabar gembira yang disampaikan oleh sepupunya, Waraqah, cerita-cerita yang diterima dari pembantunya, Maisarah yang melihat kejadian-kejadian aneh dalam perjalanannya dengan Rasulullah Saw., yaitu ketika memperdagangkan barang-barang dagangan Khadijah ke negeri Syam.
Setelah berpakaian, Khadijah pergi menemui Waraqah bin Naufal. Waraqah adalah sepupunya. Waraqah penganut agama Nasrani. Dia banyak membaca kitab dan mendengar dari para ahli Taurat dan Injil. Khadijah memberitahukan apa yang dialami Rasulullah Saw. bahwa Rasulullah Saw. melihat dan mendengar... Waraqah berkata: “Quddus, Quddus! Demi Dzat yang menguasai jiwa Waraqah, jika apa yang kamu katakan kepadaku ini benar, wahai Khadijah, maka sungguh telah datang padanya an-Namus al-Akbar (Jibril) yang (dulu juga) datang pada Musa. Sungguh, dia adalah Nabi bagi umat ini. Untuk itu, katakan kepadanya agar dia senantiasa tegar.”
Khadijah pulang menemui Rasulullah Saw. Sesampainya di rumah, Khadijah menyampaikan apa yang dikatakan Waraqah. Rasulullah Saw. kembali lagi ke gua untuk menyempurnakan masa pengasingannya, setelah masa pengasingannya berakhir, Rasulullah Saw. -sebagaimana biasanya- pergi ke Ka’bah. Di Ka’bah beliau bertemu dengan Waraqah bin Naufal yang sedang thawaf. Waraqah berkata: “Wahai anak saudaraku, beritahu aku tentang apa yang kamu lihat dan kamu dengar.” Rasulullah Saw. pun memberitahukannya.
Setelah mendengarnya semua, maka Waraqah berkata kepada Rasulullah Saw.: “Demi Dzat yang menguasai jiwaku, sungguh kamu benar-benar Nabi bagi umat ini. Telah datang kepadamu an-Namus al-Akbar (Jibril) yang (dulu juga) datang pada Musa. (Setelab ini), kamu akan benar-benar didustakan, disakiti, diusir dan diperangi. Dan seandainya aku mendapatkan hari itu, niscaya aku akan sungguh-sungguh menolong (agama) Allah dengan mengajari mereka.” Lalu Waraqah mencium ubun-ubun Rasulullah Saw., kemudian Rasulullah Saw. pulang ke rumahnya.
Sunnatullah bagi para Nabi dan para pengemban dakwah adalah bahwa mereka akan selalu dihadapkan dengan berbagai penyiksaan, sehingga seorang pembohong dan pendusta tidak akan memasuki medan dakwah, sebab bendera dakwah tidak akan diemban, kecuali oleh orang yang ikhlas. Seandainya dakwah itu dibiarkan diemban oleh sembarang orang, niscaya banyak orang yang mengaku menjadi Nabi, dan risalah kenabian diemban oleh mereka yang sebenarnya tidak beriman. Namun, semua orang tahu bahwa jalan dakwah dipenuhi dengan hal-hal yang tidak menyenangkan dan menyakitkan. Sehingga tidak mungkin memasukinya, kecuali orang yang ikhlas, jujur dan terpercaya.

Jeda Wahyu

Setelah menerima wahyu pertama, Rasulullah Saw. tidak lagi menerima wahyu, sehingga hal itu membuat berat dan sedih beliau. Ketika beliau sedang berjalan-jalan, beliau memandang ke langit, tiba-tiba beliau melihat Jibril dalam rupa aslinya berada di atas kursi di antara langit dan bumi. Melihat itu, Rasulullah Saw. sangat takut, lalu beliau dengan tergesa-gesa pulang menemui istrinya sambil berkata,

“Sembunyikan aku, selimuti aku.” Tidak lama beliau berselimut, turunlah wahyu dari Allah Swt.,

Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah. Dan pakaianmu bersihkanlah...” (TQS. al-Mudatstsir [74]: 1-4)

Selanjutnya Allah Swt. menurunkan wahyu:

Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (TQS. asy-Syu’araa’ [26]: 214)

Ayat-ayat ini merupakan perintah bagi Rasulullah Saw. agar mengumpulkan kekuatan dan menyiapkan dukungan publik dalam rangka mendirikan Negara Islam, untuk menjalankan seluruh ajaran Islam.

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam