Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 03 Januari 2018

Hikmah Isra’ Mi’raj: Spiritual, Politik, Sosial



Beberapa Dimensi yang Sebenarnya Dalam Peristiwa Isra' dan Mi’raj

Di sini terdapat tiga poin yang kami pantas dan bahkan harus untuk memahaminya. Karena ia memiliki maksud-maksud yang bersifat politik, sosial dan spiritual, di mana jangkauannya sangat luas.
Poin pertama, Isra’ ke Baitul Maqdis secara pribadi dan mendirikan shalat di sana.
Poin kedua, Rasulullah Saw. menjadi imam ketika beliau shalat bersama para nabi, dan para nabi mengikutinya.
Poin ketiga, pilihan Rasulullah Saw. terhadap gelas yang berisi susu dan beliau mengabaikan gelas yang berisi khamer, dan perkataan Jibril: “Kamu telah membimbing menuju fitrah, kamu telah membimbing umatmu.”
Mengingat semua orang yang telah menulis tentang perjalanan hidup nabi yang mulia belum bersepakat tentang kejelasan dimensi yang jadi tujuan peristiwa Isra' dan Mi’raj, khususnya tiga dimensi ini:

1. Dimensi Politik

a. Sesungguhnya kepemimpinan dunia sebelum terjadinya mukjizat Isra’ dan Mi’raj ada pada kekuasaan Bani Israil. Sebab, agama-agama samawi yang masih ada -yaitu Yahudi dan Nashrani- adalah agama-agama Bangsa Israil. Akan tetapi, orang-orang yang mengemban agama-agama tersebut sudah tidak pantas lagi untuk memimpin. Sebab, mereka telah menyia-nyiakan tuntunan hidup, menjual tatanan kehidupan dengan harga yang sangat murah, dengan mendistorsi agama dan mengganti petunjuk-petunjuk yang menjadi ciri khasnya.
Tuntunan hidup di masa lalu telah di-nasakh oleh Islam untuk memimpin dunia, dan otomatis mereka yang mengemban agama yang telah didistorsi tersebut sudah tidak berhak lagi dengan kepemimpinan ini. Untuk itu, harus dicabut tongkat kepemimpinan dari tangan mereka dan selanjutnya diserahkan kepada komunitas yang lain, di mana mereka itu dipilih Allah Swt. untuk mengemban amanat kepemimpinan dunia ini.
Poin ini -poin kesepakatan atas ideologi yang berkaitan dengan kekuasaan, dan karakter orang-orang yang akan berkuasa- harus disepakatinya, dan diperkuat landasan-landasannya sebelum memulai membangun Negara Islam yang batu pondasinya telah dipasang oleh Rasulullah Saw. setelah beliau hijrah ke Madinah al-Munawwarah.
Kami yakin bahwa keputusan membangun Negara Islam tidak mungkin sempurna kecuali dengan dipenuhinya dua perkara:

1. Ideologi dan sistem harus kuat, akurat dan sejalan dengan fitrah manusia. Sebab, orang yang menjadi sarananya jangan sampai merasa dipaksa, tetapi diarahkan bahwa dengan ideologi dan sistem ini akan diraih kebaikan dan kebahagiaannya dengan diridhai Allah Swt.
2. Tangan-tangan yang bersih, terpercaya dan tulus ikhlas yang akan diserahi kekuasaan untuk menjalankan sistem ini.

Dari sini, maka pilihan Rasulullah Saw. terhadap gelas yang berisi susu yang mencerminkan fitrah, dan perkataan Jibril as. kepada Rasulullah Saw.: “Kamu telah membimbing menuju fitrah, kamu telah membimbing umatmu.” Mengandung maksud: Bahwa sistem yang akan diturunkan kepadamu -agar kamu membangun Negara Islam di atas sistem itu, dan dengan sistem itu pula kamu dan umatmu sesudahmu akan menjadi pemimpin di tengah-tengah manusia- adalah fitrah yang menjadikan manusia tidak akan mendapatkan kesulitan dengan mengambilnya. Meskipun, terkadang fitrah ini dipalingkan oleh pemiliknya, akan tetapi fitrah tidak akan berubah dan tetap selamanya. Sistem yang akan diturunkan kepadamu ini Muhammad sifatnya tetap, sebagaimana tetapnya fitrah, dan fitrah akan tetap ada selama manusia masih ada.

b. Tampilnya Rasulullah Saw. ke depan menjadi imam ketika beliau shalat bersama para nabi, dan pengakuan para nabi atas hal itu, dengan bukti mereka semua shalat mengikuti Rasulullah Saw. Dengan demikian, telah terjadi perubahan politik yang sangat mendasar, sebab dengan fakta ini telah tercabut kepemimpinan dari tangan Bani Israil, selanjutnya kepemimpinan itu diserahkan kepada umat Muhammad. Sehingga, sejak terjadinya fakta itu batallah beramal dengan syariat yang telah terdistorsi dan banyak mengalami berbagai bentuk perubahan, selanjutnya posisinya diganti dengan syariat lain yang baru, adil dan sejalan dengan fitrah, yaitu Islam.
Perubahan ini merupakan perubahan yang konstitusional (masyru’), sebab yang melakukannya adalah orang-orang yang benar-benar mewakili semua umat, dan mereka para cendekiawan yang tidak mungkin berbuat salah, mengingat mereka adalah para nabi. Oleh karena itu, setiap yang menentangnya dianggap menentang sesuatu yang konstitusional, setiap yang melawannya dianggap perlawanan yang tidak berguna, karena hendak membela kebathilan dan menghancurkan kebenaran, sehingga tindakannya dianggap keluar dari undang-undang (inkonstitusional). Untuk itu, yang melakukan perlawanan ini harus ditangani.
Demikian inilah nilai filsafat politik yang diberikan Negara Islam yang dibangun oleh Rasulullah Saw. di Madinah al-Munawwarah. Benar! Perlu dilakukan tindakan tegas terhadap semua gerakan perlawanan yang dengan jelas menentang Negara Islam dan menentang penyebaran ideologinya, yang justru karena ideologi ini Negara Islam didirikan.
Dan yang lebih khusus untuk disebutkan di antaranya adalah perlawanan orang-orang Yahudi di Madinah al-Munawwarah dan sekitarnya. Rasulullah Saw. benar-benar telah menyusun strategi-strategi yang cermat untuk tindakan pembersihan terhadap lawan-lawan politik Islamnya. Rasulullah Saw. mulai menjalankan rencana-rencana ini sejak tahun ketiga hijriyah.

c. Sesungguhnya Isra’ beliau ke Baitul Maqdis secara khusus, shalat beliau di sana dengan para Nabi dan beliau yang bertindak sebagai imam, serta dari sana beliau Mi’raj ke langit, maka ini artinya bahwa Baitul Maqdis termasuk bagian dari daerah kekuasaan Negara Islam yang akan datang (prospektif). Dengan demikian, tampilnya Rasulullah Saw. sebagai imam shalat di Baitul Maqdis menjadi bukti bahwa beliaulah pemilik Baitul Maqdis bukan yang lainnya. Begitu juga ikutnya para nabi terhadap beliau dalam shalat menjadi bukti pengakuan mereka bahwa Baitul Maqdis merupakan wilayah di antara sejumlah wilayah Islam yang nantinya akan berkibar di sana bendera-bendera syari’at Islam.

2. Dimensi Sosial

Sesungguhnya shalat beliau dengan para nabi, padahal mereka berbeda kebangsaannya dan warna kulitnya, maka ini berarti bahwa Negara Islam dengan ideologi Islamnya akan menaungi semua kaum mukminin, tidak membeda-bedakan antara yang hitam dengan yang putih, antara bangsa Arab dengan non-Arab… bangsa-bangsa yang berbeda-beda itu semuanya akan dilebur dalam wadah keimanan, kemudian dituang dalam cetakan dalam bentuk penerapan syari'at Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi.
Di dalam Negara ini kesempatan untuk menduduki jabatan tinggi dan berlomba untuk mendudukinya diberikan kepada semua tanpa membeda-bedakan. Sungguh pintu-pintu negara terbuka bagi siapa saja yang memiliki kelebihan untuk menduduki jabatan tinggi, sebagaimana diberinya kesempatan di depan semua orang-orang yang shalat tanpa dibeda-bedakan untuk ikut berlomba, dan pintu-pintu langit terbuka untuk menerima amal perbuatan mereka yang turut dalam berlomba.
Dengan demikian, mukjizat Isra’ telah meletakkan landasan yang baru untuk membangun masyarakat yang baru yang telah direncanakan berdirinya di bawah naungan ideologi Islam dan negaranya.

3. Dimensi Spiritual

Harus kami sebutkan bahwa mukjizat Isra’ dan Mi’raj terjadi menyusul rentetan kejadian yang menyedihkan (dramatis) yang dihadapi oleh Rasulullah Saw. Di antaranya adalah meninggalnya paman beliau Abu Thalib yang telah banyak melindungi beliau dari ancaman penyiksaan kaum Quraisy, meninggalnya istri beliau Khadijah yang telah terus-menerus menambah semangat, tekad yang kuat dan kemauan yang keras dalam diri beliau, serta semakin kerasnya siksaan kaum Quraisy dan orang-orang yang menjadi sekutunya, sehingga peristiwa beruntun yang terjadi di tahun itu dinamakan dengan ‘amul huzni (tahun berduka cita).
Allah Swt. hendak menghibur Rasul-Nya Saw. dengan perjalanan yang penuh berkah. Dalam perjalanan itu, tepatnya di Baitul Maqdis beliau shalat bersama para nabi dan beliau tampil sebagai imamnya. Seolah-olah Allah Swt. berfirman sehubungan dengan peristiwa ini kepada Nabi dan sekaligus kekasihnya: Wahai Muhammad, sesungguhnya masa depan milikmu dan umatmu sesudahmu, sehingga batas negaramu akan melewati Baitul Maqdis, begitu juga warisan-warisan agama terdahulu berada di pundakmu.
Sambil shalat di belakang Rasulullah Saw., para rasul Allah itu seolah-olah berkata kepada beliau: Pergilah menuju Tuhanmu, do’a kami selalu bersamamu.
Ketika beliau Mi’raj ke langit, seolah-olah para malaikat di langit berkata kepada beliau: Jika bumi terasa sempit olehmu, maka langit telah membuka dadanya untukmu. Jika orang-orang bodoh dan zhalim di antara penduduk bumi menyakitimu, maka penduduk langit telah berdiri menyambut kedatanganmu.
Semua ini telah menciptakan semangat yang baru yang mengalir dalam diri Rasulullah Saw. dan kaum mukminin. Sehingga setelah beliau kembali dari perjalanan yang penuh berkah ini, beliau mulai menawarkan Islam dengan penuh semangat dan optimisme kepada suku-suku dan para delegasi yang datang ke Makkah guna berhaji.

Ujian

Setelah beliau kembali dari perjalanan yang penuh berkah ini ke rumahnya di Makkah, beliau berbaring di tempat tidurnya, lalu tidak lama kemudian beliau pergi pagi-pagi sekali menemui komunitas kaum kafir Quraisy, kemudian beliau memberitahu mereka apa yang baru saja beliau alami.
Sebagian besar mereka berkata: “Wah, demi Allah, apa yang kamu sampaikan ini benar-benar kedustaan yang nyata! Demi Allah, suatu rombongan pedagang yang pergi sebulan yang lalu dari Makkah ke Syam akan kembali lagi sebulan yang akan datang. Sedang kamu Muhammad mengaku melakukan perjalanan itu hanya semalam dan sudah kembali ke Makkah!” Akhirnya, banyak sekali di antara mereka yang lemah imannya yang murtad, sebaliknya mereka yang masih muslim dan beriman sangat percaya dan sangat membenarkan berita itu. Di antara mereka yang beriman dan percaya adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra.
Orang-orang menemui Abu Bakar, lalu mereka berkata kepadanya: “Wahai Abu Bakar, apa komentar anda tentang temanmu? Dia mengaku bahwa malam ini dia datang dari Baitul Maqdis, mengerjakan shalat di sana, dan sudah berada di Makkah kembali sekarang?” Abu Bakar balik bertanya: “Apakah kalian benar-benar tidak mempercayainya?” Mereka berkata: “Tentu, kami tidak percaya. Nah, itu dia Muhammad di masjid, orang-orang sedang berbincang-bincang dengannya.” Abu Bakar berkata: “Demi Allah, jika Muhammad benar-benar berkata demikian, maka aku sangat percaya. Sesungguhnya apa yang mengherankan kalian dari berita itu? Demi Allah, beliau sudah biasa baik siang maupun malam memberitahu aku bahwa suatu berita dari Allah telah datang kepada beliau dari langit ke bumi hanya dalam satu jam, lalu aku pun percaya dengan apa yang diberitahukannya.”
Kemudian akhirnya Abu Bakar sampai pada Rasulullah Saw. Abu Bakar berkata: “Wahai Nabi Allah, orang-orang ini memberitahu aku bahwa malam ini kamu datang dari Baitul Maqdis?” Rasulullah Saw. berkata: “Benar.” Abu Bakar berkata: “Gambarkanlah kepadaku tentang perjalanan itu, sebab aku datang kepadamu karena hal itu.” Rasulullah Saw. bersabda: “Aku diangkat hingga aku dapat melihatmu.” Beliau mulai menggambarkan tentang perjalanan itu kepada Abu Bakar. Abu Bakar berkata: “Benar sekali engkau, Wahai Rasulullah Saw. Aku bersaksi bahwa engkau benar-benar Rasulullah Saw.”
Akhirnya, Rasulullah Saw. berkata kepada Abu Bakar: “Sedang engkau, wahai Abu Bakar ash-Shiddiq (orang jujur, yang membuktikan ucapannya dengan perbuatan).” Maka sejak itulah Abu Bakar diberi nama “ash-Shiddiq.”
Beliau juga menuturkan kepada para sahabatnya tentang siapa saja para nabi yang beliau temui. Beliau berkata: Tentang Ibrahim, maka dia adalah seorang yang sama sekali tidak mirip dengan kalian, dan tidak seorangpun di antara kalian yang mirip dengan dia. Adapun Musa, maka dia adalah seorang manusia yang kulitnya sawo matang, rambutnya kriting, badannya tinggi dan tulang hidungnya mancung, sepertinya dia berasal dari komunitas orang-orang Syanuah. Sedangkan Isa bin Maryam, maka dia adalah seorang yang warna kulitnya merah, badannya tidak pendek dan juga tidak tinggi, rambutnya lebat, dan di wajahnya banyak tahi lalatnya, seolah-olah dia baru keluar dari kamar mandi, sebab dari kepalanya menetes air, di antara kalian yang serupa dengan dia adalah ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi.

Urgensitas Isra' dan Mi'raj

Di sini yang juga harus kita ingat selalu, bahwa kami tidak boleh melewati peristiwa yang penting ini tanpa merenungi dan memahami dimensi-dimensinya. Sesungguhnya peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini merupakan ujian dari Allah kepada manusia, sehingga dengannya berimanlah orang-orang yang beriman dan berdustalah oleh orang orang yang dusta.
Peristiwa Isra' dan Mi’raj itu terjadi setahun sebelum hijrah, yakni peristiwa itu terjadi setahun sebelum diproklamirkan berdirinya Negara Islam. Dengan demikian, di sini tampak sekali bagi kami tentang pentingnya scheduling dan timing (penetapan waktu). Mengingat, peristiwa itu melahirkan goncangan yang mengerikan dan kegiatan yang tidak biasa di Makkah, dan akhirnya di Makkah terjadi perdebatan di semua komunitas.
Perdebatan yang berlangsung itu semuanya terfokus pada perdebatan tentang ideologi yang diturunkan kepada Muhammad Saw. Dan hasil dari perdebatan itu banyak orang-orang yang masuk Islam, sebaliknya banyak di antara mereka yang justru keluar dari Islam -seperti yang telah kami sebutkan.
Dengan demikian, terjadinya peristiwa itu sangat urgen sebelum diproklamirkan berdirinya Negara Islam di Madinah al-Munawwarah. Bahkan kami katakan: Sesungguhnya menyingkap unsur-unsur itu merupakan suatu keharusan, sehingga Muhammad Saw. tahu ketika memproklamirkan berdirinya Negara Islam siapa saja di antara unsur-unsur ini yang dapat dijadikan sandaran dan tonggak dalam membangun Negara ini, dan siapa saja di antara mereka yang harus dijauhinya; siapa di antara mereka yang pantas untuk diserahi tugas pertama, dan siapa saja di antara mereka yang pantas untuk diserahi tugas kedua.
Sehingga, ketika Allah Swt. telah memberi izin kepada Rasulullah Saw. untuk hijrah ke Madinah al-Munawwarah, dan memerintahkannya agar mendirikan Negara Islam di sana, maka akan sangat mudah sekali bagi Rasulullah Saw. menempatkan orang yang pantas sesuai dengan posisinya. Untuk itu, Negara Islam dalam waktu yang relatif pendek dibanding sejarah negara yang telah terkenal mampu mendatangkan sesuatu yang baik dan penuh berkah.

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam