Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 19 Desember 2017

Persiapan Nabi SAW Sebelum Pembersihan Atas Institusi Politik Yahudi Bani Quraizhah



D. Pembersihan Yahudi Bani Quraizhah

1. Persiapan untuk melakukan pembersihan terhadap Bani Quraizhah

Setelah peristiwa kekalahan kaum muslimin di Uhud, maka suku-suku Bangsa Arab sangat berkeinginan untuk menguasai Negara Islam. Sehingga, mereka mulai berpikir bagaimana cara untuk bisa mendapatkannya. Terkadang usaha mereka itu berhasil seperti membujuk kaum muslimin dan membunuh mereka di Raji’ dan di Bi'ru Ma'unah seperti yang telah kita ketahui. Namun juga mereka tidak sedikit mengalami kegagalan.
Untuk itu, Rasulullah Saw. harus melakukan sesuatu untuk meyakinkan semua bangsa Arab, bahwa Negara Islam masih mampu untuk membela dirinya dan memukul balik setiap yang menyerangnya. Negara Islam tidak seperti yang mereka duga, yakni lemah dan tidak mampu membela dirinya.
Rasulullah Saw. segera melakukan pembersihan terhadap institusi-institusi politik yang lain di antara institusi-institusi Yahudi. Agar mereka yakin bahwa Negara Islam masih kuat, maka Rasulullah Saw. melakukan beberapa tindakan, yaitu:

a. Perang Dzatir Riqa'

(Perang ini disebut dengan Dzatir Riqa' dinisbatkan kepada pohon yang ada di sana)

Tidak lama setelah tangan Rasulullah Saw. melakukan pembersihan institusi politik Bani Nadhir, dan beliau tinggal di Madinah al-Munawwarah pada bulan Rabi’ul Akhir dan sebagian bulan Jumadil Ula, tahun keempat Hijriyah, beliau mendengar bahwa Bani Muharib dan Bani Tsa’labah dari Ghathfan sedang melakukan persiapan di Najed untuk menyerang Negara Islam. Maka -sebagaimana yang direncanakan- Rasulullah Saw. harus pergi menuju mereka untuk menghancurkan pertemuan mereka sebelum persiapan sempurna, supaya mereka yakin bahwa Negara Islam masih mampu untuk menghajar mereka yang memberontak dan ingin menguasainya. Sehingga mereka berubah pikiran bahwa Negara Islam tidak seperti yang mereka duga, yaitu lemah tidak mampu melawan dan menghajar mereka.
Rasulullah Saw. pergi menuju mereka -ke Najed- untuk memberi pelajaran kepada mereka, setelah beliau menyerahkan amanat kepada Abu Dzar al-Ghifari untuk mengurusi Madinah. Ketika beliau sampai di Nahlan -yaitu tempat di Najed bagian dari wilayah Ghathfan- bertemu dengan sekelompok besar orang dari Ghathfan, lalu mereka saling mendekat, namun di antara mereka tidak terjadi peperangan. Mereka satu sama lain merasa takut, bahkan sebelum pergi Rasulullah Saw. mendirikan shalat khauf bersama mereka.

Dalam perjalanan, para penulis sirah menuturkan bahwa Rasulullah Saw. mengalami beberapa kejadian, di antaranya:

Rasulullah Saw. dikawal oleh pasukan Jabir bin Abdullah. Jabir mengendarai unta lemah yang tidak mampu berjalan. Rasulullah Saw. terus memperhatikannya, lalu beliau mengambil tongkat dan mencocokkannya pada unta itu, sehingga seketika itu unta berlari kencang dan tidak ada yang mengalahkannya.
Jabir bin Abdullah mulai bercerita tentang peristiwa yang telah dialaminya bersama Rasulullah Saw. Dia bercerita tentang istrinya yang dia nikahi dalam keadaan janda untuk membantu mengurusi tujuh saudara perempuannya yang ditinggal mati ayahnya, ayahnya syahid ketika turut dalam perang Uhud, serta bercerita tentang untanya. Rasulullah Saw. membeli unta darinya. Rasulullah Saw. memberinya kabar gembira bahwa dunia akan mengalir di atasnya sehingga ia menjadi bantal-bantal sandarannya. Setelah sampai di Madinah, beliau membayar harga unta itu dengan kontan, namun unta itu diberikan kembali kepada Jabir. Jabir memeliharanya sebagai kenangan manis bersama Rasulullah Saw.

Dalam perjalanan itu, Rasulullah Saw. singgah di suatu tempat agar pasukannya beristirahat. Mereka mulai mengambil kesempatan itu untuk tidur dan istirahat, beliau mengatur penjaga pasukan yang sedang tidur dan istirahat. Setiap penjaga terdiri dari dua orang, Muhajir dan Anshor. Rasulullah Saw. memerintahkan keduanya berada di mulut lembah. Lalu salah satunya tidur dan yang satunya lagi berdiri melakukan penjagaan yang menjadi gilirannya. Dia berbicara pada dirinya sendiri menjalankan shalat kepada Allah di tempat itu. Ketika dia sedang shalat tiba-tiba datang seseorang di antara kaum musyrikin yang istrinya dibunuh kaum muslimin dalam peperangan ini. Lalu penjaga yang sedang shalat itu melemparkan beberapa anak panah, sehingga teman sesama penjaganya itu terbangun.

Demikianlah kami dapati Rasulullah Saw. tidak melakukan pergerakan, dan tidak pula singgah di suatu tempat melainkan beliau sangat berhati-hati terhadap keamanan pasukannya, dan melindunginya dari kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan. Setelah beliau tiba di Madinah dari perang Dzatir Riqa’, beliau tinggal di Madinah pada akhir bulan Jumadil Ula, Jumadil Akhirah, dan Rajab.

b. Perang Badar yang Terakhir

1. Sebabnya

Sebab sebenarnya dilakukan peperangan ini adalah untuk memperlihatkan kekuatan Negara Islam, menancapkan kembali hegemoninya terhadap seluruh Jazirah Arab, membuat gentar para musuhnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Sedangkan sebab yang terkait langsung dengan peperangan ini adalah ucapan Abu Sufyan saat perang Uhud: “Wahai Muhammad, kami berjanji bertemu kembali di tahun depan.” Rasulullah Saw. pergi memenuhi janji itu pada bulan Sya'ban, tahun keenam Hijriyah. Beliau singgah di Badar. Beliau tinggal di sana selama delapan malam menunggu Abu Sufyan. Sedang Abu Sufyan pergi bersama penduduk Makkah hingga dia sampai Majannah, melalui Zhahran.
Ketika Abu Sufyan melihat Rasulullah Saw., ia bertekad menemui Rasulullah Saw. untuk menakut-nakutinya. Dia mengupah Nu’aim bin Mas'ud al-Asyja’i untuk merendahkan Rasulullah Saw., dan membujuknya agar kembali. Nu’aim pergi kepada Rasulullah Saw., dia berkata: “Sungguh orang-orang (kafir Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, untuk itu takutlah kalian kepada mereka.” Namun, Rasulullah Saw. tidak peduli dengan berkumpulnya mereka, malah sebaliknya beliau semakin bertambah imannya, bahwa pertolongan Allah pasti datang. Rasulullah Saw. bersabda: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.”

2. Hasilnya

a. Kembalinya kaum musyrikin. Ketika Abu Sufyan mengetahui keteguhan Rasulullah Saw. dan pasukannya, dia berkata: “Wahai orang-orang Quraisy, tidak cocok kalian berperang kecuali pada tahun yang subur, tumbuhan tumbuh dengan lebat, dan kalian minum susu, sedang tahun ini adalah tahun tandus (paceklik), saya akan kembali, maka kembalilah kalian.“ Orang-orang pun ikut kembali. Selanjutnya penduduk Makkah menyebutnya “Pasukan Syawiq (tepung)”. Mereka menyebutnya demikian, karena mereka pergi sambil makan tepung.

b. Pernyataan Bani Dhomroh untuk tetap memegang teguh perdamaian dengan Negara Islam. Sungguh keluarnya Rasulullah Saw. ini berpengaruh besar terhadap jiwa bangsa Arab. Hal itu menjadikan sebagian besar suku-suku yakin bahwa Negara Islam masih memiliki faktor-faktor kekuatan di mana musuh tidak akan mampu melawannya. Untuk itu, kami lihat bahwa ketika Rasulullah Saw. berada di Badar menunggu Abu Sufyan dan pasukannya, datang kepada beliau Makhsyi bin Amru adh-Dhomri -orang Bani Dhomroh yang melakukan perdamaian pada perang Waddan- berkata: “Wahai Muhammad, apakah kamu datang untuk menghadapi kaum Quraisy di atas mata air ini?” Rasulullah Saw. bersabda: “Benar! Wahai saudara Bani Dhomroh, jika kamu menginginkan hal itu juga, maka kami kembalikan perjanjian damai antara kami dan kamu, kemudian kami akan memerangi kamu, sehingga Allah yang menentukan antara kami dan kalian.” Dan dia berkata: “Demi Allah, jangan Muhammad, kami tidak ingin berperang dengan kamu.”

c. Perang Dumatil Jandal

Rasulullah Saw. harus terus-menerus melakukan aktivitas-aktivitas militer untuk menebarkan keamanan di padang pasir, serta untuk meyakinkan suku-suku bangsa Arab bahwa kekuasaan di padang pasir ada pada Negara Islam bukan yang lainnya. Sehingga gerakan apapun untuk melawan Negara Islam akan menjadi bencana bagi pelakunya.
Oleh karena itu, ketika Rasulullah Saw. mendengar suku-suku yang memiliki kekuatan untuk menyerang di Dumatil Jandal mengganggu dan menganiaya setiap orang yang melintasi mereka. Kebodohan dan kecerobohan mereka benar-benar telah mendorongnya berpikir untuk menyerang Madinah al-Munawwarah. Rasulullah Saw. pergi mendatangi mereka dengan membawa seribu orang sahabatnya pada bulan Rabi’ul Awal, tahun keempat Hijriyah.
Beliau mulai berjalan menuju mereka pada malam hari, dan di siang harinya beliau bersembunyi dari mereka. Sebagian besar pasukannya adalah para intelejen, sehingga kedatangannya yang sangat tiba-tiba membuat mereka lari terbirit-birit. Rasulullah Saw. menguasai binatang-binatang ternak mereka. Beliau tinggal beberapa hari sambil menyebarkan para pasukannya untuk melakukan pengintaian di berbagai penjuru. Dan setelah mendapatkan informasi-informasi yang cukup, maka beliau pun kembali ke Madinah al-Munawwarah.




Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam