Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 18 Desember 2017

Negara Islam Melakukan Pembersihan Atas Institusi Politik Yahudi Bani Nadhir



5. Pembersihan institusi politik Bani Nadhir

Sebab-sebabnya

Sebab sebenarnya dilakukan pengusiran terhadap Bani Nadhir adalah sebagai realisasi rencana yang telah dirancang oleh Rasulullah Saw. dalam rangka pembersihan terhadap musuh-musuh Negara Islam. Pengusiran terhadap Bani Nadhir dianggap sebagai aktivitas pembersihan yang kedua.
Sedang sebab yang secara langsung berhubungan dengan aktivitas ini adalah sikap Yahudi Bani Nadhir yang merusak perjanjian dengan Rasulullah Saw., dan keinginan mereka untuk menguasai Negara Islam. Yaitu ketika Rasulullah Saw. pergi meminta mereka turut membantu Rasul terkait dengan diyat (ganti rugi pembunuhan) dua orang di antara Bani Amir yang dibunuh oleh Amru bin Umayyah adh-Dhamri. Sebab, antara Rasulullah Saw. dan Yahudi Bani Nadhir ada kesepakatan untuk saling membantu. Sedang antara Bani Nadhir dan Bani Amir ada kesepakatan dan persekutuan. Ketika Rasulullah Saw. datang pada mereka untuk meminta tolong terkait dengan diyat pembunuhan dua orang Bani Amir, maka mereka berkata: “Ya, wahai Abu Qosim. Kami akan membantumu atas apa yang kamu inginkan, yang karenanya kamu meminta bantuan kepada kami.”

Kemudian mereka satu sama lain pergi menjauh dari Rasulullah Saw. Mereka berkata: “Sungguh kalian sekali-kali tidak akan mendapatkan kesempatan menghabisi orang ini sebaik kali ini -sedang, Rasulullah Saw. duduk di samping dinding rumah mereka- untuk itu harus ada seseorang dari kita yang naik ke atas rumah, lalu lemparkan kepadanya batu besar, dengan begitu kita bisa bebas darinya.” Amru bin Jihasy bin Ka’ab salah seorang di antara mereka siap menjalankan tugas itu. Dia berkata: “Saya yang akan menjalankan tugas itu.”
Dia hendak naik ke atas untuk melemparkan batu besar seperti yang diinginkan, sedang Rasulullah Saw. bersama sekelompok orang di antara para sahabatnya, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Ali ridhwanullah 'alaihim. Rasulullah Saw. menerima berita dari langit tentang apa yang diinginkan oleh Yahudi Bani Nadhir. Untuk itu beliau berdiri dan pergi kembali ke Madinah.
Para sahabat berjalan sangat pelan, karena mereka kurang setuju dengan permintaan Rasulullah Saw. Lalu mereka bertemu dengan orang yang datang dari Madinah. Mereka bertanya kepada orang tersebut tentang Rasulullah Saw. Dia berkata: “Saya melihatnya memasuki Madinah.” Para sahabat Rasulullah Saw. menghadapnya, ketika mereka telah berada di hadapannya, maka Rasulullah Saw. memberitahukan kepada mereka pengkhianatan yang direncanakan Yahudi Bani Nadhir. Rasulullah Saw. memerintahkan untuk bersiap-siap memerangi mereka dan berjalan menuju mereka.
Kemudian Rasulullah Saw. berjalan bersama para sahabat hingga mereka sampai pada mereka. Ternyata mereka Yahudi Bani Nadhir telah bersiap dengan membuat berbagai perlindungan. Rasulullah Saw. yakin bahwa tidak ada jalan untuk bisa mencapai mereka, kecuali dengan menebang pohon kurma dan membakarnya. Orang-orang Yahudi Bani Nadhir berteriak, “Tidakkah kamu Muhammad telah melarang berbuat kerusakan, dan mencela orang yang melakukannya, tapi mengapa kamu sendiri malah menebang pobon kurma dan membakarnya?”

Pengkhianatan Orang-orang Munafik

Kelompok kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul mendorong Yahudi Bani Nadhir agar tetap teguh dan bertahan. Sebab, kami (orang-orang munafik) tidak akan menyerahkan kalian, jika kalian diperangi, maka kami akan berperang membantu kalian. Jika kalian terusir, maka kami juga akan terusir bersama kalian. Yahudi Bani Nadhir tetap teguh menunggu bantuan Abdullah bin Ubay bin Salul dan kelompoknya. Setelah mereka lama menunggu, sedang bantuan mereka belum juga tiba, maka Allah Swt. memasukkan ke dalam hati mereka perasaan takut. Sehingga, mereka meminta kepada Rasulullah Saw. agar melepaskan mereka dan menghentikan pertumpahan darah dengan mereka, dan mereka dibolehkan membawa harta benda mereka, kecuali senjata.
Merekapun membawa harta benda mereka yang dapat mereka bawa dengan unta. Salah seorang dari mereka merobohkan rumahnya melalui ambang pintunya, lalu dia meletakkan harta bendanya di atas punggung untanya, kemudian dia pergi. Sebagian dari mereka pergi pada sekutu-sekutu mereka, orang-orang Yahudi di Khaibar, dan sebagian lagi pergi ke Syam. Di antara Pembesar mereka yang pergi ke Khaibar adalah Sallam bin Abi al-Haqaiq, Kinanah bin Rabi’ bin Abi al-Haqaiq, dan Huyay bin Akhthab. Setelah mereka sampai di Khaibar, maka penduduknya memberi mereka pinjaman.

Di antara yang ditunggu-tunggu adalah keluarnya keputusan dari Rasulullah Saw. yang memerintahkan agar memerangi orang-orang Yahudi Bani Nadhir. Namun, Rasulullah Saw. dengan pandangan politiknya yang brilian tidak memerintahkan untuk memerangi mereka, setelah beliau tahu bahwa di balik mereka adalah kelompok kaum munafik yang dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Sebab, belajar dari peristiwa sebelumnya, bahwa kaum munafik tidak rela dilakukannya peperangan dengan Yahudi Bani Qainuqa’, maka mereka akan lebih tidak rela lagi jika dilakukannya peperangan dengan Yahudi Bani Nadhir, sedang di Madinah kaum munafik memiliki kekuatan. Dan Rasulullah Saw. senantiasa mengedepankan stabilitas dalam negeri.
Dengan demikian, Rasulullah Saw. tidak membuka kesempatan bagi mereka untuk menyebar opini mereka. Rasulullah Saw. merasa cukup dengan membiarkan Yahudi Bani Nadhir pergi, dan memperbolehkan mereka membawa harta benda yang dapat mereka bawa, kecuali senjata. Sehingga, mereka tidak lagi memiliki bantuan persenjataan ketika mereka hendak mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin.

Mereka memberikan wewenang secara khusus tentang harta benda yang mereka tinggalkan kepada Rasulullah Saw., sehingga beliau berhak memberikannya kepada siapa saja yang beliau kehendaki. Rasulullah Saw. memberikannya kepada orang-orang Muhajirin yang pertama, tidak kepada orang-orang Anshor, kecuali Sahal bin Hunaif dan Abu Dujanah Simak bin Kharasyah mengingat keduanya orang fakir.
Sesungguhnya pembagian harta benda yang ditinggalkan Yahudi Bani Nadhir di antara orang-orang Muhajirin dan orang-orang Anshar yang miskin telah menciptakan perubahan yang signifikan bagi politik keuangan dalam Negara Islam. Sebelum peperangan ini harta hasil rampasan perang dibagi di antara mereka yang turut dalam peperangan, setelah negara mengambil seperlimanya yang penggunaannya telah ditentukan oleh al-Qur’an al-Karim. Sekarang, setelah peperangan ini, telah tercipta poliiik keuangan yang baru terkait dengan harta rampasan perang. Ringkasannya, bahwa harta rampasan perang -berdasarkan politik yang baru- menjadi dua jenis:

Pertama: Harta rampasan perang yang diperoleh para mujahid melalui peperangan terlebih dahulu. Harta rampasan perang jenis ini dibagi antara mereka yang turut berperang setelah Negara mengambil seperlimanya untuk dipergunakan untuk pos-pos yang telah ditentukan syara'.

Kedua: Harta rampasan perang yang diberikan Allah kepada para mujahid tanpa peperangan. Harta rampasan perang jenis ini wewenang penggunaannya diserahkan kepada pemimpin Negara Islam (imam/khalifah) berdasarkan kemaslahatan bersama, misalnya memperbaiki perekonomian dalam negeri, sehingga beban mereka yang miskin dapat terkurangi, membeli persenjataan, membangun kota, memperbaiki jalan-jalan, atau yang lainnya. Ini artinya pemimpin Negara Islam (imam/khalifah) memiliki wewenang secara khusus untuk membelanjakan dengan segera sesuai tuntutan kemaslahatan bersama.

Politik keuangan yang baru ini telah menciptakan banyak elastisitas bagi negara. Dan dengan politik yang baru ini, maka jadilah harta benda Bani Nadhir, tanah-tanah mereka, dan kebun-kebun mereka berada dalam kekuasaan Rasulullah Saw. sebagai pemimpin Negara Islam. Beliau berhak kapan saja membelanjakannya sesuai kemaslahatan. Dengan demikian, apa yang telah diperbuat oleh Rasulullah Saw. dengan harta benda ini?

Beliau melihat bahwa problem keuangan bagi orang-orang Muhajirin masih dirasakan. Meski saudara-saudara mereka kaum Anshor bersama-sama Rasulullah Saw. berusaha memecahkannya. Orang-orang Muhajirin adalah orang-orang pertama yang menyibukkan diri dalam jihad, sehingga mereka masih dalam kondisi miskin, sedang tanah-tanah dan kebun-kebun milik kaum Anshor. Ketika Rasulullah Saw. melakukan pemecahan secara intensif terhadap persoalan-persoalan dalam negeri yang dinilainya sebagai dasar dalam membangun negara, maka persoalan pertama yang harus dihadapi Rasulullah Saw. setelah harta benda Bani Nadhir ada dalam kekuasaannya adalah menyelesaikan problem kondisi keuangan orang-orang Muhajirin khususnya, orang-orang miskin pada umumnya, agar mereka merasakan bahwa Negara Islam benar-benar telah memberikan keadilan secara riil kepada mereka.
Sehingga Rasulullah Saw. membagikan harta benda, tanah-tanah dan perkebunan Bani Nadhir kepada orang-orang fakir di Madinah al-Munawwarah -yang sebagian besar adalah orang-orang Muhajirin- sebab kewajiban-kewajiban negara yang paling utama adalah berusaha menciptakan situasi dan kondisi yang mengharuskan pendistribusian kekayaan secara adil bagi setiap warga negara.
Demikianlah yang telah dilakukan oleh Rasulullah Saw. ketika diamanati oleh Allah untuk mendistribusikan harta rampasan perang Yahudi Bani Nadhir. Ketika sebagian orang-orang munafik berbicara tentang tidak adilnya pendistribusian ini, maka jawaban Rasulullah Saw. adalah bahwa logika keadilan menghendaki agar harta benda itu tidak hanya dirasakan oleh mereka yang kaya saja sementara tidak dengan yang miskin. Sehingga semuanya tunduk terhadap perintah Rasulullah Saw., dan semuanya merasa puas dengan politik keuangan yang baru yang diterapkan Negara Islam.

Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam