Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 18 Desember 2017

Politik Tipudaya Nabi SAW Dalam Perang Ahzab/Khondak Melawan Koalisi Kafir



7. Strategi-Strategi Politik untuk Memenangkan Peperangan

Ketika cobaan itu sudah terasa sangat berat, Rasulullah Saw. menawarkan kepada ‘Uyainah bin Hishon dan Harits bin ‘Auf al-Marri -keduanya adalah panglima orang-orang Ghathfan- sepertiga hasil buah-buahan Madinah asalkan mau membawa orang-orangnya pergi dari Madinah. Antara Rasulullah Saw. dan mereka berlangsung perdamaian, sehingga mereka membuat surat perjanjian, akan tetapi surat perjanjian itu tidak dilengkapi bukti dan belum ditanda tangani, sebab Rasulullah Saw. tidak ingin menanda tanganinya, sebelum meminta persetujuan para pembesar kaum Anshor. Mengingat merekalah pemilik perkebunan dan buah-buahan.
Rasulullah Saw. memanggil Sa’ad bin Mu’adz dan Sa'ad bin Ubadah, lalu beliau menceritakan kepada keduanya dan meminta pendapat keduanya tentang surat perjanjian itu. Keduanya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah ia perintah yang kamu sukai, sehingga kami harus menjalankan; atau ia sesuatu yang diperintahkan oleh Allah, sehingga kami harus melakukannya; atau ia sesuatu yang kamu minta agar kami melakukan?” Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak, ia hanyalah sesuatu yang aku minta agar kalian melakukan. Demi Allah, aku tidak akan melakukan hal itu, kecuali karena aku telah melihat bangsa Arab telah bersatu untuk memerangi kalian. Sehingga, dengan cara itu aku ingin memecah kekuatan mereka yang akan menyerang kalian.” Sa’ad bin Mu’adz berkata: “Wahai Rasulullah, kami dahulu seperti mereka, syirik kepada Allah, dan menyembah berhala, kami tidak menyembah Allah dan tidak mengenalmu, mereka tidak suka memberi makanan, kecuali suguhan untuk tamu atau membeli. Apakah ketika Allah telah memuliakan kami dengan Islam, menunjukkan kami kepada Islam, dan menjadikan kami mulia melalui kamu dan Islam, maka kami harus memberikan harta kami kepada mereka! Demi Allah, kami tidak sudi dengan semua ini. Demi Allah, kami tidak akan memberi mereka, kecuali pedang, sehingga Allah memutuskan antara kami dan mereka.” Rasulullah Saw. bersabda: “Kamu benar dengan ketegasanmu itu.” Lalu, Mu’adz mengambil lembaran itu dan menghapus tulisan yang ada di dalamnya. Kemudian, dia berkata: “Kami harus berjuang dengan sungguh-sungguh.”

Sungguh kami melihat bahwa rencana Rasulullah adalah bertujuan untuk memecah-belah persatuan musuh yang sedang menyerang; dengan harta, perdamaian, atau tipu daya. Untuk tujuan ini, Rasulullah Saw. akan menggunakan harta terhadap orang-orang Ghathfan. Jika cara ini sukses, maka kira-kira sepertiga kekuatan musuh akan berkurang, dan ini bukan persoalan remeh. Apabila cara ini atau cara yang lain gagal dilakukan terhadap kelompok-kelompok musuh yang lain… maka masih memungkinkan bagi Rasulullah Saw. memenangkan peperangan terhadap pasukan musuh yang lainnya.
Namun, beberapa sahabat melihat bahwa cara itu akan merendahkannya, karenanya mereka menolak tawaran yang ditawarkan oleh Rasulullah Saw., padahal tawaran Rasulullah Saw. itu untuk kebaikan mereka sendiri, sebab merekalah yang akan merasakan hasilnya. Ketika Rasulullah Saw. melihat kemuliaan dalam diri para sahabat, tekad yang kuat untuk meraih syahid, atau keinginan untuk menang, maka beliau beralih ke cara lain.
Akan tetapi beliau tidak begitu saja meninggalkan cara itu sebelum mendapatkan hasilnya sebaik mungkin, lalu beliau menyebarkan isu kesepakatan dengan orang-orang Ghathfan ini di tengah-tengah barisan pasukan sekutu. Akibat isu itu, maka goncanglah kekompakan kekuatan pasukan sekutu.
Rasulullah Saw. tidak cukup dengan melakukan ini saja, tetapi beliau mulai memikirkan tipudaya berikutnya untuk memecah-belah kekuatan musuh. Beliau mendapati bahwa orang yang cocok untuk tugas ini adalah Nu'aim bin Mas’ud al-Asyja’i ra.

Nu’aim bin Mas’ud al-Asyja’i menghadap pada Rasulullah Saw., dia berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku telah masuk Islam, sedang kawanku belum tahu dengan keIslamanku ini, maka perintahlah aku sesukamu.” Rasulullah Saw. mengenal Nu’aim sebagai orang yang cerdas dan banyak akalnya. Abu Sufyan -pemimpin pasukan kaum musyrikin- pernah mengupahnya pada saat perang Badar yang terakhir untuk mendatangi Rasulullah Saw. dan menyarankan agar sebaiknya menghindari peperangan dengan kaum musyrikin.
Ketika Nu’aim datang lagi kepada Rasulullah Saw. sebagai orang Islam, maka Rasulullah Saw. hendak memanfaatkan kecakapan yang dimilikinya itu. Rasulullah Saw. memerintahkan tugas yang sama seperti ketika kaum musyrikin pada perang Badar yang terakhir mengutusnya agar mendatangi kaum muslimin. Rasulullah Saw. memerintahkan Nu'aim agar mendatangi musuh yang sedang bersekutu dan menyarankan agar sebaiknya menghindari peperangan melawan Rasulullah Saw. Dengan demikian, beliau telah memerangi musuh dengan senjata musuh sendiri, dan menikamnya dengan belati musuh sendiri.
Akan tetapi tikaman kaum musyrikin terhadap Negara Islam pada perang Badar yang terakhir adalah tikaman yang sembrono, nekat dan gegabah, akibatnya, Nu'aim tidak mampu membuat Rasulullah Saw., mengurungkan peperangan, namun tikaman Rasulullah Saw. terhadap musuhnya adalah tikaman yang mematikan. Rasulullah Saw. tidak lupa menjelaskan kepada Nu’aim posisinya dengan penjelasan yang lengkap dan menyeluruh, memberi gambaran rencananya dengan rapi, baru kemudian beliau memerintahkannya pergi dan menjalankannya.

Nu’aim bin Mas’ud pergi mendatangi Bani Quraizhah. Di masa jahiliyah, Nu’aim adalah teman Bani Quraizhah. Dia berkata: “Wahai Bani Quraizhah, sungguh kalian telah mengetahuinya betapa cintaku kepada kalian, khususnya setelah ada ikatan antara aku dan kalian.” Mereka berkata: “Kamu benar, kami tidak menyangkal hal itu.” Nu'aim berkata kepada mereka: “Sesungguhnya orang-orang Quraisy dan Ghathfan tidak seperti kalian, negeri ini negeri kalian, di dalamnya ada harta benda kalian, anak-anak kalian dan istri-istri kalian, kalian tidak dapat memindahkannya ke tempat lain. Sesungguhnya, orang-orang Quraisy dan Ghathfan datang untuk memerangi Muhammad dan para sahabatnya. Sungguh kalian telah mendukung dan membantu mereka untuk itu, sedang negeri mereka, harta benda mereka dan istri-istri mereka ada di tempat lain. Jika mereka melihat kesempatan, mereka akan mendapatkan apa yang mereka inginkannya. Sebaliknya jika tidak, mereka akan kembali ke negeri mereka, mereka melepaskan ikatan kalian dengan orang yang sebelumnya ada di negeri kalian. Sehingga kalian tidak mampu berbuat banyak jika mereka menipu dan menelantarkan kalian. Dengan demikian, janganlah kalian berperang membantu mereka sebelum kalian mendapatkan dari mereka jaminan dari pembesar-pembesar mereka, agar kalian benar-benar merasa terjamin, mereka harus berada dalam kekuasaan kalian, tatkala kalian membantu mereka untuk memerangi Muhammad hingga kalian benar-benar bertempur dengannya.” Mereka berkata kepada Nu’aim: “Kamu telah memberi masukan yang bagus!”
Kemudian, Nu’aim bin Mas'ud mendatangi orang-orang Quraisy. Dia berkata kepada Abu Sufyan bin Harb dan orang-orang Quraisy yang sedang bersamanya: “Sungguh kalian telah mengetahuinya betapa cintaku kepada kalian dan betapa bencinya aku kepada Muhammad. Sesungguhnya telah sampai kepadaku sesuatu yang aku yakini bahwa sesuatu itu benar, sehingga aku harus menyampaikan sesuatu itu kepada kalian, sebagai nasihat untuk kalian. Namun, kalian harus merahasiakan tentang aku.” Mereka berkata: “Pasti kami lakukan.” Nu’aim berkata: “Ketahuilah sesungguhnya orang-orang Yahudi benar-benar menyesali apa yang telah mereka perbuat ketika mereka merusak perjanjian dan kesepakatan antara mereka dan Muhammad. Mereka telah mengirim pesan yang isinya: Kami benar-benar menyesali apa yang telah kami lakukan. Apakah kamu akan merasa senang jika kami mengambil untuk kalian dari dua suku itu orang-orang Quraisy dan Ghathfan beberapa orang di antara pembesar-pembesar mereka, lalu kamu bunuh mereka. Kemudian kami akan membantu kamu memerangi sisa-sisa mereka, sampai kami berhasil menghabisi mereka?” Muhammad membalas mengirim pesan yang isinya: “Setuju.” Untuk itu, jika orang-orang Yahudi mengutus seseorang kepada kalian untuk meminta kepada kalian jaminan dari orang-orang kalian, maka jangan kalian berikan seorangpun di antara kalian kepada mereka.”

Selanjutnya, Nu’aim pergi mendatangi orang-orang Gathafan, dia berkata: “Wahai orang-orang Ghathfan, sungguh kalian nasabku dan keluargaku, kalian orang-orang yang paling aku cintai, dan aku tidak yakin kalian akan datang ke Tihamah hanya untuk menemuiku.” Mereka berkata. “Kamu benar, kami tidak menyangkal hal itu.” Nu’aim berkata: “Kalian harus merahasiakan tentang aku.” Mereka berkata: “Pasti kami lakukan.” Kemudian, Nu'aim berkata kepada mereka seperti yang telah dia katakan kepada orang-orang Quraisy. Nu’aim meminta mereka waspada, sebagaimana dia meminta orang-orang Quraisy waspada.

Ketika malam Sabtu, bulan Syawal, tahun kelima Hijriyah. Termasuk perbuatan Allah kepada Rasul-Nya Saw. adalah bahwa Abu Sufyan bin Harb dan para pemimpin Ghathfan mengirim Ikrimah bin Abu Jahal kepada Bani Quraizhah dengan didampingi sekelompok orang-orang Quraisy dan Ghathafan. Mereka berkata kepada Bani Quraizhah: “Kami tidak berada di negeri tempat tinggal kami sendiri. Sungguh unta-unta dan kuda-kuda telah lenyap. Besok pagi-pagi berangkatlah berperang hingga kami benar-benar bertempur dengan Muhammad, sehingga berakhirlah masalah antara kita dengan dia.” Kemudian, orang-orang Bani Quraizhah berkata kepada mereka: “Sesungguhnya hari ini adalah hari Sabtu. Sedangkan pada hari Sabtu kami tidak boleh melakukan aktivitas apapun. Di hari Sabtu ini telah terjadi suatu tragedi yang menimpa sebagian kami, yang tidak diketahui oleh kalian. Karena itu, kami tidak akan membantu kalian memerangi Muhammad sampai kalian memberi kami jaminan di antara orang-orang kalian, agar kami benar-benar merasa terjamin, mereka harus berada dalam kekuasaan kami, sampai kami selesai bertempur dengan Muhammad. Sungguh kami khawatir dalam perang ini kalian terdesak, atau kalian tidak tangguh lagi berperang, lalu kalian kembali ke negeri kalian dan meninggalkan kami, sedang Muhammad ada di negeri kami, sehingga dengan demikian, kami tidak mampu berbuat apa-apa terhadap Muhammad!”
Setelah Bani Quraizhah selesai berkata, orang-orang Quraisy dan Ghathfan berkata: “Demi Allah, sungguh apa yang diceritakan Nu'aim kepada kalian ternyata benar.” Lalu mereka berkata kepada Bani Quraizhah: “Demi Allah, kami tidak akan menyerahkan seorangpun di antara orang-orang kami kepada kalian. Jika kalian ingin berperang, maka pergilah berperang.”
Setelah mereka selesai mengatakan yang demikian itu, Bani Quraizhah berkata: “Sungguh apa yang diceritakan Nu’aim kepada kalian ternyata benar. Mereka tidak menginginkan kecuali berperang. Jika mereka melihat kesempatan, maka mereka akan memanfaatkan kesempatan itu, sedang jika tidak, mereka akan kembali ke negeri mereka. Mereka hanya akan meninggalkan persoalan antara kalian dan Muhammad di negeri kalian.”

Kemudian Bani Quraizhah berkata kepada orang-orang Quraisy dan Ghathfan: “Demi Allah, kami tidak akan membantu kalian memerangi Muhammad sebelum kalian memberi kami jaminan.” Mereka pun menolaknya, sehingga Allah Swt. meretakkan hubungan di antara mereka.

Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam