C. Hijrah ke Madinah
al-Munawwarah
1. Terus-menerus Mencari Daerah
Untuk Negara Islam
Rasulullah Saw. telah
kembali dari perjalanannya yang penuh berkah -perjalanan Isra' dan Mi'raj- yang
semakin memperteguh tekadnya dengan dorongan kekuatan yang baru, kekuatan yang
mampu menghancurleburkan gunung yang kokoh. Sambil menunggu datangnya musim
haji, di mana ketika musim haji banyak dari berbagai suku yang datang ke
Mekkah, beliau sudah memulai aktivitasnya, yaitu menyeru kepada Allah.
Setelah musim haji
tiba, dan para delegasi dari berbagai suku dan tokoh-tokoh mereka telah
berdatangan, maka mulailah Rasulullah Saw. mendatangi mereka di tempat-tempat
peristirahatannya di Mina. Beliau menawarkan agama dan ideologi kepada mereka,
dan beliau meminta kepada mereka dua perkara: Pertama,
beriman kepada Allah Swt. semata dan membuang yang lain di antara
sesembahan-sesembahan yang palsu, serta beriman kepada Muhammad Rasulullah Saw.
Kedua, melindungi Rasulullah Saw.,
membelanya dan menghadapi setiap orang yang memusuhinya, sehingga beliau aman
di dalam menyampaikan risalah Tuhannya.
Rasulullah Saw.
menemui Bani Kindah, mereka membangun tendanya di salah satu pojok di antara
pojok-pojok Mina, turut bersama mereka seorang pemimpinnya yang bernama Mulaih.
Rasulullah Saw. menyeru mereka agar hanya menyembah Allah, meminta mereka
supaya beriman, menolong dan melindunginya, namun mereka menolak dan tidak mau
memenuhi seruan Rasulullah Saw.
Kemudian beliau
mendatangi Bani Amir bin Sha’sha’ah. Beliau menyeru mereka agar hanya menyembah
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi. Setelah beliau memperkenalkan dirinya
kepada mereka, maka salah seorang dari mereka yang bernama Baiharah bin Firas berkata:
“Demi Allah, kalau aku mengikuti seruan pemuda dari suku Quraisy ini, maka kau
akan benar-benar dapat menguasai Bangsa Arab.” Lalu dia berkata kepada
Rasulullah Saw.: “Apa pendapatmu jika kami membai’atmu untuk membela agama yang
kamu serukan, lalu Allah memenangkan kamu atas orang-orang yang menentangmu,
apakah kekuasaan sesudahmu akan diberikan pada kami?” Rasulullah Saw. berkata:
“Wah kalau itu urusan Allah, Allah akan memberikan kekuasaan kepada siapa saja
yang dikehendaki-Nya.” Dia berkata pada Rasulullah Saw.: “Kalau begitu
pengorbanan kami untuk Bangsa Arab selain kamu, jika Allah memenangkan kamu,
maka kekuasaan untuk selain kami. Kalau begitu, kami tidak tertarik dengan
urusanmu.” Dengan demikian, mereka menolak ajakan Rasulullah Saw.
Dengan demikian,
Rasulullah Saw. mengumumkan bahwa beliau tidak menerima di antara barisan
dakwah orang oportunis dan orang yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi.
Ketika orang-orang
kembali, maka Banu Amir kembali kepada sesepuh mereka yang umurnya sudah sangat
tua, sehingga dia tidak mampu lagi menemani mereka di musim haji. Namun,
biasanya setelah mereka kembali, mereka bercerita kepadanya apa saja pengalaman
yang didapatinya di musim itu. Ketika mereka datang pada tahun ini, maka dia
menanyakan kepada mereka pengalaman apa yang didapat mereka di musim haji ini.
Mereka berkata: “Datang kepada kami seorang pemuda Quraisy, dia ialah seorang
Bani Abdul Muththalib, dia mengaku bahwa dirinya seorang nabi, dan memenyeru
kami agar melindunginya, menolongnya dan dengan bersamanya kami diminta pergi
ke negeri kami.” Lalu orang tua itu menaruh kedua tangannya di atas kepalanya
dan berkata: “Wahai Bani Amir, kenapa kalian membuat perkara baik hilang dari
kalian, padahal dia tidak meminta kalian sesuatu yang sulit. Demi Dzat, yang
jiwa si fulan itu berada di tangan-Nya, apa yang dikatakannya sama sekali
bukanlah kebohongan yang dibuat-buat oleh keturunan Ismail, semua itu
benar-benar haq, karena itu di mana kalian taruh otak kalian, padahal dia
datang untuk kebaikan kalian?”
Selanjutnya beliau
mendatangi Bani Hanifah di tempat persinggahan mereka. Beliau menyeru mereka
agar menyembah Allah semata, dan beliau juga memperkenalkan dirinya kepada
mereka, namun mereka menolaknya dengan cara kasar dan keji yang tidak pernah
dilakukan oleh Bangsa Arab lainnya.
2. Memfokuskan Madinah
al-Munawwarah
Akan tetapi tidak lama
kemudian Rasulullah Saw. mengubah pandangan dan perhatiannya dari semua kaum,
dan lalu memfokuskannya pada penduduk Madinah al-Munawwarah. Perubahan itu
dilakukan karena beberapa faktor, di antaranya:
1. Sesungguhnya penduduk Madinah al-Munawwarah
itu hidup bertetangga dengan penganut agama Yahudi. Sedang agama Yahudi adalah
agama langit, sehingga dapat dipastikan bahwa mereka memiliki pemikiran yang
terbuka akibat pengaruh tetangga yang menjadikan mereka lebih dibanding kaum
yang lain dalam menerima seruan kepada Islam.
2. Sesungguhnya daerah Madinah al-Munawwarah
dianggap sebagai daerah terbaik dan strategis untuk didirikan Negara Islam,
yaitu negara yang berdirinya sangat serius diusahakan oleh Muhammad Saw. agar
dengannya memungkinkan penerapan syari’at Islam secara menyeluruh.
Yang menjadikan
Madinah sebagai daerah yang paling strategis karena Rasulullah Saw. tahu betul
bahwa di Madinah tinggal dua kelompok manusia: Bangsa Arab kelompok pemuja
berhala dan Kaun Yahudi kelompok ahli kitab. Dan kedua kelompok ini bersaing
ketat untuk mendapatkan kendali kepemimpinan. Sehingga, apabila Rasulullah Saw.
mampu menarik salah satu dari dua kelompok itu pada pihaknya dan setuju dengan
ideologi yang diembannya, maka memungkinkan bagi Rasulullah Saw. menguasai
situasi dan kondisi, serta mengendalikan sebagian besar persoalan.
Rasulullah Saw. telah
membuat penilaian bahwa Bangsa Arab yang lebih memungkinkan ditarik ke pihaknya
daripada kaum Yahudi, sebab Bangsa Arab sangat membenci kaum Yahudi yang
merupakan Bani Israil, karena kaum Yahudi sangat dibenci Bangsa Arab, maka tidak
mungkin kaum Yahudi mau bergabung di bawah bendera yang dipimpin salah seorang
di antara Bangsa Arab.
Untuk itu, ketika
beliau mendengar bahwa ada sekelompok penduduk Madinah -Suku Khazraj- yang
pergi ke Aqabah, maka beliau tidak menyia-nyiakan kesempatan ini, beliau segera
pergi menemui mereka, kepada mereka beliau menawarkan Islam.
Suku Khazraj dan
penduduk Madinah lainnya telah mengetahui bahwa sudah dekat era diutusnya
seorang nabi. Mereka memperoleh informasi ini dari orang-orang Yahudi yang
tinggal bersama mereka di Madinah al-Munawwarah. Orang-orang Yahudi senantiasa
mengancam Bangsa Arab dengan perkataan: “Sesungguhnya seorang nabi akan diutus,
dan sekarang telah dekat waktunya. Ketika nabi itu telah diutus, kami akan
mengikutinya, dan kami akan membunuh kalian sebagaimana pembunuhan terhadap
kaum 'Aad dan penduduk Iram.”
Oleh karena itu,
ketika Rasulullah Saw. berbicara dengan kelompok di antara suku Khazraj itu,
dan menyeru mereka kepada Allah, maka sebagian mereka berkata kepada sebagian
yang lain: “Demi Allah, tahukah kalian! Sunggah dia ini adalah nabi, yang
dengannya orang-orang Yahudi telalu mengancam kalian. Untuk itu, jangan sampai
orang-orang Yahudi mendahului kalian dalam mengikutinya, sebab kalau
orang-orang Yahudi berhasil mendahului kalian, maka mereka akan membunuh kalian
sebagaimana pembunuhan yang dilakukan terhadap kaum ‘Aad dan penduduk Iram.”
Akhirnya, mereka
menerima dengan baik apa yang diserukan, mereka membenarkan dan menerima Islam
yang ditawarkan kepada mereka. Mereka berkata: “Kami telah meninggalkan kaum
kami. Sungguh tidak ada suatu kaum yang hidupnya diwarnai dengan permusuhan dan
kejahatan seperti yang terjadi di antara mereka. Semoga dengan kehadiranmu ini
Allah menyatukan mereka. Kami akan memperkenalkan dan menyeru mereka kepada
perkara yang kamu serukan ini. Kami akan menawarkan agama ini kepada mereka,
agar mereka menerimanya sebagaimana kami menerima agama ini dari kamu. Dan jika
Allah menyatukan mereka dengan kehadiranmu, maka tidak ada seseorangpun yang
lebih mulia dari kamu.”
Kemudian, mereka pun
meninggalkan Rasulullah Saw. Mereka kembali ke negeri mereka dengan membawa
keimanan dan kepercayaan baru. Mereka itu terdiri dari enam orang Khazraj:
As’ad bin Zurarah, ‘Auf bin al-Harits, Quthbah bin Amir, Rafi’ bin Malik, Jabir
bin Abdullah dan ‘Uqbah bin Amir.
Ketika mereka telah
sampai di Madinah dan bertemu dengan kaumnya, maka mereka bercerita kepada
kaumnya tentang Rasulullah Saw. dan mereka menyeru
kaumnya kepada Islam, sehingga Islam tersebar di antara mereka. Dengan
demikian, tidak ada satu rumah pun di antara rumah-rumah kaum Anshar
melainkan di dalamnya diwarnai dengan sebutan Rasulullah Saw.
3. Di Sana Terdapat Faktor Militer, Di
Antaranya:
Di dalam internal
penduduk Madinah itu sendiri telah terjadi banyak peperangan. Sehingga, fakta
inilah yang menjadikan Madinah di antara daerah yang memiliki kemampuan perang,
artinya penduduk Madinah memiliki kemampuan untuk melindungi Negara Islam.
Begitu juga posisi
Madinah yang terletak di antara dua tanah vulkanik, yaitu al-Wirah di sebelah
Barat dan Waqim di sebelah timur, Uhud dan Sil’u di sebelah Utara dan gunung
‘Ir di sebelah Barat Daya. Sehingga dengan posisi Madinah yang demikian itu
menjadikan Madinah daerah yang terjaga. Dengan demikian, sulit bagi musuh untuk
menyerbu dan menerobos Madinah.
4. Di Sana Terdapat Faktor Ekonomi, Di
antaranya:
Madinah negeri
pertanian yang sangat kaya raya dengan sumber daya alamnya. Sehingga penduduk
Madinah akan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri hingga semaksimal mungkin.
Dengan demikian, Madinah akan mampu melawan pemboikotan, ketika suatu saat
terjadi pemboikotan. Madinah akan mampu menjamin tersedianya sumber-sumber
keuangan yang cukup untuk keperluan belanja Negara Islam. Madinah juga berada
di jalur perdagangan antara Mekkah dan Syam. Sehingga, apabila Negara Islam
didirikan di Madinah, maka Negara Islam ini akan mampu memutus jalur
perdagangan kaum musyrikin Makkah, serta melakukan pemboikotan ekonomi terhadap
mereka.
Dengan memutus jalur
perdagangan kaum Quraisy ke Syam, maka akan berdampak juga putusnya jalur
perdagangan ke Yaman, sebab para pedagang Quraisy menjual komoditas Yaman ke
Syam dan sebaliknya. Sehingga, apabila salah satu dari dua daerah jalur
perdagangan Syam dan Yaman terhenti, maka akan berakibat terhentinya juga atau
rusaknya jalur perdagangan mereka di daerah yang lain.
Ada tiga faktor
(alasan) yang menjadikan Madinah al-Munawwarah cepat dalam menerima Islam,
yaitu:
a. Akidah Islam itu jelas, sesuai dengan fitrah
dan tidak rumit. Inilah yang menjadikan akidah Islam mudah bersarang di hati
mereka, ketika hati mereka bersih dari tujuan-tujuan yang kotor.
b. Penduduk Madinah tinggal bersama orang-orang
Yahudi. Sedang orang-orang Yahudi merupakan penganut agama langit. Sehingga
dapat dipastikan mereka mengenal dengan banyak ulama’ agama langit, mereka
melihat perbedaan antara peribadatan agama langit dengan pemujaan mereka
terhadap berhala. Akan tetapi, yang menjadikan mereka tidak masuk agama Yahudi
adalah kesombongan dan arogansi orang-orang Yahudi. Sebab, mereka mengklaim
bahwa mereka adalah bangsa pilihan Allah, sehingga agama Yahudi merupakan agama
khusus bagi mereka, tidak boleh selain mereka memeluknya, apalagi orang-orang
yang tergolong rakyat jelata. Dan tentu sebelumnya telah banyak penjelasan,
cemoohan, dan sindiran terhadap para pemuja patung, terkait cara peribadatan
mereka, dan berhala-berhala yang tidak dapat mendengar dan melihat, serta tidak
dapat mendatangkan kebaikan ataupun keburukan, sehingga ada keinginan yang
terpendam dalam jiwa para pemuja berhala di Madinah untuk bisa keluar dari
kenyataan ini. Akan tetapi, apa agama pengganti itu? Oleh karena itu, ketika
sampai pada mereka ideologi Islam dan mendapatkan agama pengganti yang lebih
baik dari paganisme (pemujaan berhala) dan juga agama Yahudi, maka mereka tidak
menunda-nunda lagi untuk segera beriman dengannya.
c. Madinah hidup di tengah-tengah lautan darah,
sebagai rekaman sejarah Madinah seratus lima puluh tahun silam. Tumpahan darah
terakhir yang membasahi setiap rumah di antara rumah-rumah di Madinah adalah
tumpahan darah perang Bu’ats yang mengorbankan sebagian besar para pemimpin
Madinah, baik dari pihak suku Aus maupun Khazraj.
Sebenarnya,
masing-masing kubu ingin -secara inklusif- mengakhiri pertumpahan darah. Akan
tetapi, suku Aus menolak mengalah pada suku Khazraj, sebaliknya suku Khazraj
menolak mengalah pada suku Aus. Karena di antara kedua belah pihak tidak ada
yang mau mengalah, maka permusuhan di antara keduanya terus berlangsung.
Setelah datang dakwah
Muhammad Saw., keduanya memandang bahwa Muhammad dan dakwahnya merupakan
penyelamat yang dikirim oleh Allah untuk menyelamatkan Madinah dari
perselisihan-perselisihan yang menjadikan Madinah sebagai lautan darah.
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar