g. Mencari Mereka yang Hilang
dan Mengubur Mereka yang Terbunuh
Kaum musyrikin pun
mundur dari medan perang. Di medan perang itu mereka meninggalkan 70 syahid
dari kalangan kaum muslimin, di antara mereka adalah orang Islam yang telah
kuat dengan Islamnya; orang Yahudi yang adil yang meminta kaumnya orang-orang
Yahudi agar membantu Muhammad, sebab dia Rasul yang dijanjikan, namun kaumnya
menolak, maka akhirnya dia bergabung dengan kaum muslimin dan turut berperang
hingga dia terbunuh, seperti “Mukhairik”; orang yang baru masuk Islam, yang
belum menunaikan shalat serakaatpun,
seperti Ushairim Bani Abdul Asyhal Amru bin Tsabit bin Waqqash; dan di antara
mereka ada juga orang yang pincang yang kewajiban jihad digugurkan oleh Allah
darinya, dia bertengkar dengan anak-anaknya dan mengadukan mereka pada
Rasulullah Saw. bahwa mereka hendak membiarkannya tetap mengurusi para janda
dan anak-anak yatim, seperti Amru bin Jumuh.
Setelah mundurnya
pasukan kaum musyrikin dari medan peperangan dan mereka pergi menuju Makkah,
maka kaum muslimin
keluar mencari mereka yang terbunuh dan mereka yang hilang. Rasulullah Saw.
mencari Sa'ad bin Rabi’ dan Hamzah bin Abdul Muththalib, namun beliau tidak
berhasil menemukan keduanya.
Tentang Sa’ad bin
Rabi’, maka Rasulullah Saw. memerintahkan para sahabatnya untuk mencarinya,
Rasulullah Saw., berkata, “Siapakah orang yang mau membantuku untuk menemukan
apa yang terjadi dengan Sa’ad bin Rabi’. Apakah dia berada di antara mereka
yang masih hidup atau berada di antara mereka yang sudah mati?” Muhammad bin
Maslamah al-Anshari berkata, “Wahai Rasulullah, aku yang akan membantumu untuk
menemukan apa yang terjadi dengan Sa’ad.” Lalu, Muhammad bin Maslamah
mencarinya dan menemukannya dalam keadaan terluka, bahkan sedang sekarat di
antara orang orang yang terbunuh.
Muhammad bin Maslamah
berkata kepada Sa’ad, “Rasulullah Saw. menyuruhku untuk menemukanmu. Apakah
kamu berada di antara mereka yang masih hidup atau berada di antara mereka yang
sudah mati.” Sa’ad berkata, “Aku berada di antara orang-orang yang sudah mati.
Sampaikan salamku pada Rasulullah Saw. Katakan kepadanya bahwa Sa’ad bin Rabi’
berkata kepadamu: “Semoga Allah memberi kamu kebaikan sebagai pengganti kami.”
Dan sampaikan salamku kepada kaummu. Katakan kepada mereka bahwa Sa’ad bin
Rabi' berkata kepada kalian: “Sungguh tidak ada alasan bagi kalian di sisi
Allah jika telah sampai pada Nabi kalian Saw., sedang hidup kalian hanya
sebentar.” Muhammad bin Maslamah berkata, “Tidak lama kemudian, Sa'ad bin Rabi’
pun meninggal. Lalu, aku datang pada Rasulullah Saw. menyampaikan berita
tentang Sa'ad.”
Adapun Hamzah, maka
beliau pergi sendiri mencarinya, lalu beliau menemukannya berada di dasar
lembah. Perutnya terbelah, hatinya diambil, dan lalu dijadikan pajangan. Hidung
dan kedua telinganya dipotong. Ketika melihat apa yang dia lihat, beliau Saw.
berkata, “Kalau saja tidak membuat Shofiah sedih, dan tidak menjadi sunnah
sesudahku, nisceya aku biarkan dia sampai dimakan binatang buas dan burung.
Sungguh jika Allah memenangkan aku atas kaum kafir Quraisy, maka aku akan buat
hal yang sama terhadap 30 orang di antara mereka!”
Ketika kaum muslimin
melihat kesedihan dan murka Rasulullah Saw. terhadap orang yang berbuat kejam
terhadap pamannya, mereka berkata: “Demi Allah, sungguh jika pada suatu saat
kami menang atas mereka, niscaya kami akan benar-benar membuat pelajaran untuk
mereka, yaitu pelajaran yang belum pernah seorangpun di antara bangsa Arab
mengalaminya.”
Itulah
perkataan-perkataan yang keluar dari mereka, yang dipengaruhi gaya logika
bangsa Arab sebelum Islam. Sehingga gaya logika ini harus dirubah di bawah
naungan Islam. Sebab dendam dan kebencian tidak akan mampu membangun peradaban
dan memimpin
umat. Untuk itu, Allah Swt. menurunkan wahyu sebagai pengarahan dan bimbingan:
“Dan jika kamu memberi
balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan
kepadamu. Akan tetapi, jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik
bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah (wahai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu
itu melainkan dengan pertolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati
terhadap (kekafiran) mereka, dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa
yang mereka tipu-dayakan.” (TQS. An-Nahl [16]: 126-127)
Kemudian, Rasulullah
Saw. memaafkan dan melarang untuk membalas dendam.
Rasulullah Saw.
memerintahkan agar Hamzah dikafani dengan selimut. Lalu, beliau menshalatinya,
beliau bertakbir sebanyak tujuh kali. Kemudian, orang-orang yang terbunuh
dibawa dan diletakkan bersama-sama dengan Hamzah, lalu beliau menshalati mereka
dan juga Hamzah dishalati bersama dengan mereka, sehingga Rasulullah Saw.
menshalati Hamzah sebanyak 72 kali.
Shafiyah bintu Abdul
Muththalib -saudara perempuan Hamzah- datang untuk melihat saudaranya dan
mengantarkannya. Rasulullah Saw. berkata kepada anak Shafiyah, Zubair bin Awwam
agar menemui ibunya dan menyuruhnya pulang, Shafiyah tidak boleh melihat apa yang
terjadi dengan saudaranya.
Zubair berkata: “Wahai
ibuku, Rasulullah Saw. meminta agar ibu pulang saja.” Shafiyah berkata:
“Mengapa? Sungguh telah sampai kepadaku bahwa saudaraku dijadikan contoh.
Sungguh, semua itu terjadi karena Allah. Sehingga, tidak ada alasan bagi kami
untuk tidak rela dengan semua itu. Insya Allah, aku akan benar-benar menerima
dan akan benar-benar sabar.”
Ketika Zubair datang
kepada Rasulullah Saw. dan menyampaikan semua itu, beliau berkata: “Beri jalan
untuk Shafiyah.” Lalu, Shafiyah mendatanginya dan melihatnya. Shafiyah berkata:
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Aku memohonkan ampunan untuknya.” Kemudian Rasulullah Saw. memerintahkan agar
Hamzah dikebumikan.
Beberapa orang di
antara kaum muslimin hendak membawa mereka yang terbunuh ke Madinah untuk
dikebumikan di sana. Lalu Rasulullah Saw. melarang keinginan mereka itu. Beliau
bersabda: “Kebumikan mereka di mana mereka
meninggal.” Kemudian, Rasulullah Saw. mendekati mereka yang terbunuh,
beliau berkata: “Aku menjadi saksi atas mereka. Sesungguhnya tidak seorangpun
yang luka karena Allah, kecuali Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat
sedang lukanya tetap dalam keadaan berdarah, warnanya warna darah, dan baunya
bau misik. Perhatikan bahwa mayoritas mereka mengumpulkan al-Qur'an maka
jadikanlah al-Qur'an itu berada di hadapan pemiliknya di kuburan.” Mereka
dikebumikan dalam satu kuburan diisi dua atau tiga orang.
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar