Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 20 Desember 2017

Makar Hudzail Melawan Negara Islam Peristiwa Raji’



c. Keinginan (Jahat) Hudzail Terhadap Negara Islam

Pada bulan Shafar, tahun keempat Hijriyah datang kepada Rasulullah Saw. rombongan dari 'Adlol dan al-Qorroh. Mereka berkata: “Di tengah-tengah kami banyak yang Islam, untuk itu kirimlah bersama kami beberapa orang di antara para sahabatmu yang akan mengajari kami tentang agama, al-Qur'an, dan syari'at-syari'at Islam.” Kemudian, Rasulullah Saw. mengirim bersama mereka beberapa orang di antara para sahabatnya. Mereka itu adalah Martsad bin Abi Martsad, Khalid bin al-Bukair, 'Ashim bin Tsabit, Khubaib bin ‘Adi, Zaid bin ad-Datsnah, dan Abdullah bin Thariq. Rasulullah Saw. mengangkat Martsad bin Abi Martsad untuk menjadi pemimpin mereka. Mereka pergi bersama rombongan itu.
Ketika mereka sampai di ar-Raji’ -yaitu mata air milik Hudzail dari arah Hijaz menuju al-Had’ah (Al-Had'ah adalah tempat antara 'Asfan dan Makkah)- rombongan itu berkhianat. Mereka berteriak minta tolong kepada Hudzail. Mereka tidak peduli dan tetap berada di atas kendaraannya, meski di sekitarnya orang-orang yang memegang pedang telah mengkhianatinya.
Mereka mengambil pedangnya untuk membunuh mereka. Mereka berkata: “Demi Allah, kami tidak ingin membunuh kalian. Akan tetapi, dengan kalian ini kami ingin mendapatkan sesuatu dari penduduk Makkah. Dengan kalian ada janji Allah agar kami tidak membunuh kalian.”
Martsad bin Abi Martsad, Khalid bin al-Bukair, ‘Ashim bin Tsabit berkata: “Demi Allah, selamanya kami tidak menerima perjanjian dan kesepakatan dari orang musyrik.” Lalu, ‘Ashim bin Tsabit berkata:

“Aku pemanah hebat yang tidak tertandingi
Anak panahnya sangat keras mematikan sekali
Ketika mata tombak yang panjang dari sarangnya lari
Mati pasti, hidup jangan diharap lagi
Setiap yang ditakdirkan Tuhan pasti terjadi
Bahkan padanya seseorang akan mendekat sendiri”

Kemudian mereka memeranginya, sehingga dua orang sahabat terbunuh. Ketika ‘Ashim telah terbunuh, maka Hudzail hendak mengambil kepalanya untuk dijual kepada Salafah bintu Sa’ad bin Syahid -yang telah bernadzar ketika kedua anaknya terbunuh pada saat perang Uhud: “Kalau saja aku mampu memenggal kepala ‘Ashim, niscaya aku akan meminum khomer dengan tengkorak kepalanya”- namun lebah-lebah yang berkerumun menghalanginya. Ketika mereka bebas dari lebah-lebah itu, mereka berkata: “Biarkan hingga sore, kalau lebah-lebahnya sudah pergi kita ambil.” Kemudian Allah mengirim lebah, sehingga akhirnya ‘Ashim menghilang bersamanya.

Sedangkan Zaid bin ad-Datsnah, Khubaib bin ‘Adi, dan Abdullah bin Thariq, maka mereka lebih memilih bersikap lemah lembut dan mengutamakan hidup, sehingga mereka mau memberikan tangannya, dan rela menjadi tawanan. Kemudian mereka dibawa ke Makkah untuk dijual. Ketika mereka sampai di azh-Zhahran, Abdullah bin Thariq berhasil melepaskan tangannya dari ikatan, lalu dia mengambil pedangnya, namun orang-orang yang tertinggal melemparinya dengan batu sampai akhirnya dia -rahimahullah- meninggal.
Khubaib bin ‘Adi dan Zaid bin Datsnah berhasil mereka bawa sampai di Makkah. Orang-orang kafir Quraisy membeli kedua tawanan itu dari Hudzail ketika keduanya ada di Makkah. Zaid bin Datsnah dibeli oleh Shafwan bin Umayyah untuk dibunuhnya sebagai balas dendam ayahnya, Umayyah bin Khalaf. Shafwan mengajak budaknya yang bernama Nisthas membawa Zaid bin Datsnah ke at-Tan'im (At-Ta’nim adalah tempat antara Makkah dan Saraf. Jaraknya kira-kira 16 km dari Makkah). Mereka membawa Zaid keluar Makkah untuk membunuhnya. Sekelompok kaum kafir Quraisy berkumpul, di antara mereka Abu Sufyan bin Harb.
Abu Sufyan bin Harb ketika mendekat untuk membunuhnya berkata: “Bersumpahlah atas nama Allah, wahai Zaid relakah kamu jika Muhammad sekarang ada pada kami berada di tempatmu ini, lalu kami memenggal lehernya, sedang kamu diam saja berada bersama keluargamu?” Zaid berkata: “Demi Allah, aku sama sekali tidak akan rela jika Muhammad sekarang berada di tempatmu, orang-orang akan menghabisi dan menyiksanya, sedang aku hanya diam saja berada bersama keluargaku.” Abu Sufyan berkata: “Aku belum pernah melihat seseorang di antara manusia yang mencintai orang lain seperti cintanya para sahabat Muhammad kepada Muhammad!” Lalu, Nisthas membunuhnya-rahimahullah.
Sedang, Khubaib dibeli oleh Hujair bin Abi lahab untuk ‘Aqobah bin Harits bin Amir agar dibunuhnya sebagai balas dendam ayahnya. Hujair menahan Khubaib di tempat budaknya, Mawiyah -yang telah masuk Islam. Mawiyah berkata: “Khubaib ditawan di rumahku. Suatu hari aku melihatnya, ternyata di tanganya ada setangkai anggur sebesar kepala manusia yang sedang dia makan. Aku tidak tahu dari bumi Allah mana anggur yang sedang dia makan.” Ketika hampir dibunuh dia berkata kepadaku: “Beri aku potongan besi yang dengannya aku akan bersuci sebelum dibunuh.” Lalu aku memberi sebilah pisau kepada anak muda dari kampung. Aku berkata: “Pergi dengan membawa pisau ini pada orang di rumah itu.” Dia berkata: “Demi Allah, tidaklah dia itu, kecuali dia pasti datang dengan membawa pisau.” Aku berkata: “Apa yang akan kamu perbuat harus benar sasarannya. Demi Allah, seseorang akan membalas dendam dengan membunuh anak muda ini, sehingga seseorang dibunuh karena membunuh seseorang. Namun, ketika ia membawa potongan besi itu, maka aku mengambilnya dari tanganya.” Kemudian dia berkata: “Demi hidupku, jangan khawatir aku tidak akan berkhianat, di saat kamu mengirim potongan besi kepadaku.” Lalu dia pergi.

Mereka membawa Khubaib untuk menyalibnya. Ketika sampai di at-Tan’im, Khubaib berkata kepada mereka: “Kerjakan apa yang ingin kalian kerjakan, setelah aku mendirikan shalat dua rakaat.” Mereka berkata: “Silakan dirikan shalat.” Lalu dia dirikan shalat dua rakaat dengan sempurna dan baik. Kemudian Khubaib menghadap mereka dan berkata: “Demi Allah, sekiranya aku tidak khawatir bahwa kalian menyangka apa yang aku lakukan hanyalah untuk mengulur-ulur waktu saja karena takut dibunuh, niscaya aku akan memperbanyak shalat.” Khubaib bin ‘Adi adalah orang pertama yang menjalankan dua rakaat ini ketika kaum muslimin hendak dibunuh. Kemudian, mereka menaikkan Khubaib ke atas potongan kayu. Ketika mereka telah mengikatnya, Khubaib berkata: “Ya Allah, sungguh kami telah menyampaikan risalah utusan-Mu, sampaikan kepadanya besok pagi apa yang terjadi dengan kami.” Lalu dia berkata lagi: “Ya Allah, lemahkan kekuatan mereka, bunuhlah mereka dalam keadaan tercerai-berai, dan jangan biarkan seorangpun dari mereka yang selamat!” Kemudian, mereka membunuhnya-rahimahullah.

Mu'awiyah bin Abi Sufyan berkata: “Suatu hari aku turut hadir di antara orang-orang yang hadir bersama Abu Sufyan bin Harb, sungguh aku lihat dia menyampaikan kepadaku tentang adanya perpecahan di suatu daerah akibat do’a Khubaib. Mereka berkata: “Jika seseorang dido'akan jelek oleh Khubaib maka berbaringlah di lambungnya, niscaya keburukan itu tidak akan jadi kenyataan.” Umar bin Khaththab mempekerjakan Sa’id bin Amir bin Hidzyam al-Jumahi sebagai amil, di sebagian Wilayah Syam. Dia pingsan ketika berada di tengah-tengah mereka. Lalu dia menceritakan hal itu kepada Umar bin Khaththab. Dikatakan bahwa orang itu mengalami kesulitan. Ketika dia menghadap Umar, Umar bertanya: “Apa yang terjadi denganmu?” Dia berkata: “Demi Allah, wahai Amirul Mukminin, tidak ada masalah denganku. Akan tetapi, aku berada di antara orang-orang yang (dahulu) hadir ketika Khubaib bin Adi dibunuh dan aku juga mendengar do'anya. Demi Allah, tidak ada yang aku ingat lagi di tempat itu, sebab aku pingsan.” Dengan demikian, bertambahlah kebaikan di sisi Umar.

Ibnu Abbas berkata: “Ketika musibah menimpa pasukan yang di dalamnya ada Martsad dan ‘Ashim di ar-Raji’, orang-orang di antara orang-orang munafik berkata: “Demikianlah, celaka mereka orang-orang yang gila, mereka tidak tinggal diam bersama keluarganya, dan mereka tidak menunaikan risalah sahabat mereka.” Sehingga turunlah ayat yang berkaitan dengan perkataan orang-orang munafik:

“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras. Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, sedang Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan apabila dikatakan kepadamu: “Bertakwalah kepada Allah, ” maka bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) Neraka Jahannam. Dan sungguh Neraka Jahannam itu tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.” (TQS. Al-Baqarah [2]: 204-207)

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam