3 . Usaha Mengembalikan Hegemoni
Negara Islam setelah kekalahan di Uhud
Setelah kekalahan yang
dialami kaum muslimin di Uhud, maka secara militer posisi Negara Islam menjadi
lemah. Sehingga sebagian besar hegemoni Negara Islam yang telah berhasil
ditanamkan pada suku-suku di Arab menjadi hilang.
Kekuatan kaum muslimin
tidak melakukan aktivitas yang sifatnya militer menjelang penyatuan kembali
diri mereka, maka Rasulullah Saw. -politisi yang telah teruji dan
berpengalaman- dengan cepat melakukan aktivitas politik yang menjauhkan
benturan secara militer dengan musuh.
Namun, setelah
Rasulullah Saw. selesai menyiapkan aktivitas-aktivitas yang sifatnya militer,
maka beliau kembali melakukan benturan secara militer. Semua itu tampak sangat
jelas bagi kami seperti dalam aktivitas-aktivitas berikut yang pernah dilakukan
Rasulullah Saw.
a. Perang Hamra’ al-Asad
Rasulullah Saw. tahu
bahwa kaum kafir Quraisy setelah mundur dari Uhud mereka kembali menuju Makkah.
Ketika pulang ke Makkah kaum kafir Quraisy kembali berpikir sebelum menghabisi
Muhammad Saw. Muhammad Saw. masih hidup. Kaum kafir Quraisy tidak akan merasa
aman dan tenang kecuali dengan meninggalnya Muhammad. Untuk itu, para pemimpin
kaum kafir Quraisy memutuskan untuk beristirahat sebentar dari kelelahan
sehabis berperang di Baldah ar-Ruha’, yaitu desa milik suku Mazinah yang
berjarak dua hari dua malam dari Madinah.
Mereka akan kembali
menyusun barisan mereka, menyerang Madinah al-Munawwarah, membasmi akar
kekuatan kaum muslimin, dan membunuh Muhammad, baru kemudian mereka kembali ke
Makkah.
Rasulullah Saw. harus
bergerak cepat dan cerdas, maka besoknya, hari Ahad 16 Syawal, tahun ketiga
Hijriyah beliau mengumumkan akan pergi mencari musuh. Beliau tidak pergi dengan
seseorang, kecuali dengan orang yang kemarin ikut dalam perang Uhud. Rasulullah
Saw. pergi menuju Hamra' al-Asad -yang berjarak 8 mil dari Madinah- lalu di
tempat ini beliau berkemah. Tujuan keluarnya Rasulullah ini tidak lain kecuali
untuk meraih kemenangan secara politik setelah kekalahan yang dialaminya di
Uhud, dan juga untuk menetapkan bahwa kemenangan yang diraih kaum kafir Quraisy
di Uhud bukanlah kemenangan yang menentukan, sebab Negara
Islam masih memiliki kekuatan pemukul yang mampu menghadapi musuh.
Adapun kekuatan yang
dikerahkan ke Uhud hanyalah kekuatan simbolisme bagi Negara Islam. Sedang
kekuatan yang sebenarnya ditempatkan di Madinah al-Munawwarah. Sehingga
kemenangan kaum kafir Quraisy Uhud tidak membuat lemah spirit (semangat) tentara kaum muslimin. Bukti terbesar atas
semua itu adalah keluarnya Rasulullah Saw. setelah kekalahan di Uhud secara
langsung untuk menghadapi musuh kedua kalinya dengan divisi tentara yang baru.
Inilah yang dikehendaki oleh Rasulullah Saw. dalam melakukan show of force (unjuk kekuatan) terhadap musuh.
Ketika Rasulullah Saw.
menyadari betul bahwa kekuatanya sedang mengalami kelelahan, sakit, dan luka,
maka beliau harus melakukan permainan politik dalam keluarnya kali ini untuk
menyelamatkan wibawa Negara Islam tanpa perlu benturan dengan musuh.
Apakah Hakekat Permainan Politik
ini?
Rasulullah Saw.
menampakkan kasih sayang pada suku Khuza'ah, sehingga suku ini, baik mereka
yang muslim maupun yang musyrik tetap merasa bersama Rasulullah Saw.,
sependapat, dan tidak menyembunyikan sesuatu apapun dari beliau. Rasulullah
Saw. menampakkan aktivitas politik secara langsung dengan menunjukkan kasih
sayang pada orang-orang musyrik suku Khuza’ah.
Maksud beliau
melakukan ini semua adalah agar kelompok kaum musyrik itu tetap berada dalam
barisan beliau. Sebagai tindakan kehati-hatian akan terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan. Rasulullah Saw. mengirim Ma’bad bin Abi Ma’bad al-Khuza’iy
-ketika itu dia menampakkan kesyirikannya- agar sementara ini kaum kafir
Quraisy menghindari peperangan dengan Muhammad.
Ma’bad dan Rasulullah
Saw. pergi ke Hamra’ al-Asad, sampai akhirnya bertemu dengan Abu Sufyan bin
Harb dan teman-temannya di ar-Rauha’. Mereka bersepakat untuk kembali menyerang
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Mereka berkata: “Kami telah dihinakan oleh
para sahabat Muhammad, para pembesar mereka, dan para pemimpin mereka, lalu
kami akan kembali, padahal kami belum menghabisi mereka! Sungguh kami akan
benar-benar menyerang mereka, dan membuat mereka takut.”
Ketika Abu Sufyan
melihat Ma’bad, dia berkata: “Siapa di belakang kamu, wahai Ma’bad?” Ma’bad
berkata: “Muhammad dan para sahabatnya keluar mencari kalian dengan pasukan
yang sangat besar yang tidak ada bandingnya; mereka akan mencabik-cabik kalian;
orang-orang yang kamu tinggal bergabung dengannya, sebab mereka menyesali apa
yang pernah mereka lakukan; dan mereka juga punya senjata pelempar yang tak
tertandingi.” Abu Sufyan berkata: “Brengsek dengan perkataanmu itu.” Ma’bad
berkata: “Demi Allah, pergilah hingga kamu melihat jambul-jambal kuda.” Abu
Sufyan berkata: “Demi Allah, kami telah bersepakat untuk menyerang mereka, dan
menghabisi sisa-sisa mereka.” Ma'bad berkata: “Aku nasihati jangan sekali-kali
kamu melakukan itu. Demi Allah, apa yang aku lihat mendorong aku mengatakan
beberapa bait syair tentang mereka.” Abu Sufyan berkata: “Apa yang kamu
katakan?” Ma'bad berkata: “Aku berkata:
“Karena
suara kudaku, aku hampir jatuh ketakutan
Sebab, bumi berjalan
karena kuda yang berkerumunan
Aku segera berusaha
dengan segala kemampuan
Saat bertemu tak mampu
ada di atas pelana karena tiada persenjataan
Aku
kira bumi miring hingga aku cepat saat berjalan
Ketika mereka di atas
dengan pemimpin yang tidak diperhitungkan
Aku berkata celaka
Ibnu Harb jika bertemu kalian
Ketika kerikil-kerikil
bergerak karena banyaknya yang berjalan
Kepada kaum Quraisy
Makkah dengan terus terang aku peringatkan
Dan
juga mereka yang masih berakal dan berpikiran
Pasukan Ahmad bukan
kumpulan manusia dan kuda rendahan
Sehingga peringatanku
jangan dinilai hanya sekedar ocehan.”
Karena itu, akhirnya
Abu Sufyan dan teman-temannya menarik keinginan untuk kembali menyerang serta
menghabisi Muhammad dan para sahabatnya. Seandainya Ma’bad di antara orang yang
menampakkan keIslamannya, niscaya Abu Sufyan tidak akan menerima masukannya.
Kalau saja di bawah kekuasaan Rasulullah Saw. tidak ada seseorang yang seperti
Ma'bad yang mampu menundukkan mereka dengan tugas penting ini, niscaya dengan
segera kaum kafir Quraisy memerangi Rasulullah Saw. Sehingga kami tidak mampu
membayangkan akibatnya.
Perhatikan oleh
kalian, betapa bijaknya tindakan politik Rasulullah Saw. ini. Ketika Rasulullah
Saw. yakin bahwa kaum kafir
Quraisy pergi dan mereka kembali ke Makkah, maka beliau juga kembali ke
Madinah, setelah selama tiga hari berada di Hamra’ al-Asad, yaitu hari Senin,
Selasa dan Rabu, yang bertepatan dengan tanggal 17, 18 dan 19 bulan Syawal,
tahun ketiga Hijriyah.
b. Pembersihan (Atas) Para
Provokator (Musuh) Negara Islam
Pada saat Rasulullah
menuju Madinah dari Hamra' al-Asad, beliau bertemu dengan dua orang musuh,
yaitu: Muawiyah bin Mughirah bin Abu al-Ash dan Abu ‘Izzah al-Juhmi. Rasulullah
Saw. pernah menahan Abu ‘Izzah pada saat perang Badar, kemudian beliau membebaskan
tanpa syarat. Setelah dia tertawan lagi saat ini, maka Abu ‘Izzah yakin bahwa
dirinya akan binasa. Sehingga, mulailah dia memohon dengan sungguh-sungguh dan
merendahkan diri kepada Rasulullah Saw. Dia berkata: “Wahai Rasulullah,
ampunilah aku.” Rasulullah Saw. berkata: “Demi
Allah, setelah ini kamu tidak akau melihat harta bendamu lagi di Makkah. Kamu
telah dua kali menipu Muhammad. Wahai Zubair, penggal lehernya!”
Kemudian Zubair pun memenggal lehernya.
Sumber: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw.,
Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar