Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 02 November 2017

Puasa Sunah Di Hari-Hari Tertentu Dalam Seminggu



Berpuasa Pada Hari-hari Tertentu Dalam Seminggu

Puasa sunat boleh dilakukan pada hari apapun dalam seminggu. Puasa bisa dilakukan hari Senin dan Kamis, sebagaimana disinggung sebelumnya. Juga bisa dilaksanakan pada hari-hari lainnya, kecuali dengan menyendirikan hari Jumat dan Sabtu dengan berpuasa, artinya, orang yang ingin berpuasa pada hari Jumat atau pada hari Sabtu hendaknya menggabungkan kedua hari tersebut satu hari sebelumnya atau satu hari setelahnya, sehingga bisa berpuasa Jumat dan Sabtu, Kamis dan Jumat, Sabtu dan Ahad, kecuali jika kedua hari tersebut bertepatan dengan hari Arafah misalnya, atau hari Asyura, maka tidak mengapa menyendirikan kedua hari tersebut dengan berpuasa, karena puasa pada kedua hari tersebut secara menyendiri dilakukan karena ada pengertian lain.

Inilah sejumlah hadits yang terkait dengan masalah ini:

1. Dari Ummu Salamah isteri Nabi Saw., dia berkata:

“Rasulullah Saw. lebih banyak berpuasa pada hari Sabtu dan Jumat dibandingkan berpuasa pada hari-hari lainnya. Dan beliau Saw. bersabda: “Sesungguhnya kedua hari ini adalah hari raya orang-orang musyrik, dan aku sangat suka untuk menyelisihi mereka.” (HR. Ahmad [26750], al-Baihaqi, dan Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Wasith)

Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, dan ia menshahihkannya. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hajar dan ad-Dzahabi.

2. Dari Ubaidillah bin Muslim al-Qurasyi, dari ayahnya, ia berkata:

“Aku bertanya atau Nabi Saw. ditanya tentang puasa sepanjang tahun (shiyam ad-dahri), maka beliau Saw. berkata: “Sesungguhnya keluargamu memiliki hak yang harus engkau tunaikan, berpuasalah di bulan Ramadhan dan pada hari-hari berikutnya, dan pada setiap Rabu dan Kamis. Jika engkau lakukan hal itu maka sungguh engkau telah (dianggap) berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Abu Dawud [2432], an-Nasai dalam as-Sunan al-Kubra, dan Bukhari dalam kitab at-Tarikh al-Kabir)

Tirmidzi meriwayatkan pula hadits tersebut dan berkata: hadits ini gharib (diriwayatkan secara menyendiri).

3. Dari Khaitsamah, dari Aisyah ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. berpuasa pada suatu bulan pada hari Sabtu, Ahad, dan Senin, dan pada bulan yang lain pada hari Selasa, Rabu, dan Kamis.” (HR. Tirmidzi, ia berkata: hadits ini hasan)

Dalam hadits ketiga ini terdapat kelemahan, tetapi Tirmidzi telah menghasankannya sehingga boleh diambil, terlebih lagi dalam objek yang sedang kita bahas ini. Hadits ini tidak menyalahi hadits shahih.
Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Busr, ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Janganlah kalian puasa pada hari Sabtu kecuali yang diwajibkan atas kalian, dan jika salah seorang dari kalian tidak mendapati sesuatu kecuali ranting anggur atau kulit pohon, maka hendaklah dia menghisapnya.” (HR. Ibnu Majah [1726], an-Nasai dan Ahmad)
Ibnu Hibban dan al-Hakim meriwayatkan dan menshahihkan hadits ini, begitu pula Ibnu as-Sakan, dan hadits ini telah dihasankan pula oleh Tirmidzi. Tetapi at-Thahawi berkata: status hadits ini adalah hadits syadz, dan didhaifkan oleh Ahmad dan Malik.
Abu Dawud [2421] meriwayatkan hadits ini dari jalur saudara perempuan Abdullah, dan dia berkata di akhir riwayatnya: hadits ini telah dinasakh. Tidak ragu lagi bahwa dalam hadits ini terdapat kelemahan, tetapi saya tidak mengatakan bahwa ini adalah hadits dhaif. Sehingga kita harus melihat dulu, jika hadits ini menyalahi hadits shahih yang pertama, lalu tidak ada peluang untuk mengkompromikan di antara keduanya, maka hadits ini harus ditolak. Dan jika tidak menyalahi hadits shahih yang pertama serta masih bisa dikompromikan antara keduanya, maka hadits ini bisa diambil dan digunakan sebagai dalil.

Dengan mempertimbangkan hal itu, maka kita bisa mengatakan bahwa mengkompromikan antara keduanya adalah sesuatu yang mungkin bahkan mudah, sehingga kedua hadits ini bisa diamalkan. Saya katakan: larangan dari berpuasa pada hari Sabtu dalam hadits ini ditujukan untuk puasa hari Sabtu secara menyendiri. Sedangkan berpuasa pada hari Sabtu yang dipadukan dengan hari Jumat atau hari sesudahnya, maka tidak termasuk dalam larangan ini. Hal itu dikuatkan oleh permintaan Rasulullah Saw. kepada orang yang berpuasa pada hari Jumat untuk berpuasa juga pada hari Sabtu (setelahnya), atau hari Kamis (sebelumnya), sebagaimana akan kami singgung. Mengkompromikan kedua hadits ketika hal itu memungkinkan dilakukan jauh lebih utama daripada menyatakannya sebagai hadits yang telah dinasakh, terlebih lagi menolaknya.

Kini tinggal puasa hari Jumat. Topik ini ditemukan dalam beberapa hadits berikut:

1. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Janganlah salah seorang dari kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali dia berpuasa sebelumnya atau berpuasa sesudahnya.” (HR. Muslim [2683], Bukhari, Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Hibban)

Muslim [2684] dan an-Nasai meriwayatkan juga hadits ini dengan redaksi:

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jumat untuk shalat malam daripada malam-malam lainnya, dan janganlah kalian mengkhususkan hari Jumat untuk berpuasa daripada hari-hari lainnya, kecuali jika seseorang biasa berpuasa pada hari itu.”

5. Dari Muhammad bin ‘Abbad, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Jabir ra., apakah Nabi Saw. melarang dari puasa pada hari Jumat? Dia berkata: Ya. Selain Abu Ashim menambahkan: Yakni berpuasa di hari Jumat saja.” (HR. Bukari [1984], Muslim, anNasai, Ibnu Majah dan Ahmad)

6. Dari Juwairiyah binti al-Harits ra.:

“Bahwa Nabi Saw. mengunjunginya pada hari Jumat, dan dia (Juwairiyah) sedang berpuasa. Maka Nabi Saw. bertanya: “Apakah engkau berpuasa kemarin?” Dia berkata: Tidak. Nabi Saw. bertanya: “Apakah engkau akan berpuasa esok hari?” Dia berkata: Tidak. Maka Nabi Saw. berkata: “Kalau begitu berbukalah engkau.” (HR. Bukhari [1986], an-Nasai, Ahmad, Ibnu Hibban dan at-Thahawi)

7. Dari Basyir bin al-Khashashiyah:

“Bahwa dia bertanya kepada Nabi Saw. Apakah aku boleh berpuasa pada hari Jumat dan pada hari itu bolehkah aku tidak berbicara kepada siapapun? Nabi Saw. berkata: “Janganlah engkau berpuasa pada hari Jumat, kecuali dalam rangkaian beberapa hari, dan Jumat menjadi salah satunya atau dalam suatu bulan...” (HR. Ahmad [22300] dan sanadnya shahih)

8. Dari Abdullah bin Mas’ud ra., ia berkata:

“Rasulullah Saw. biasa berpuasa tiga hari dari awal setiap bulan, dan beliau Saw. jarang sekali berbuka pada hari Jumat.” (HR. an-Nasai, Tirmidzi [2368], Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hiban, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi)

Tirmidzi berkata: hadits ini hasan gharib. Dan hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hazm.

9. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:

“Aku tidak pernah melarang dari berpuasa pada hari Jumat. Muhammad Saw. dan Tuhan Pemilik Ka'bah yang melarangnya.” (HR. Ibnu Hibban [3609], Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Abdurrazaq, status sanadnya shahih)

10. Dari Amir bin Ludain al-Asy'ari ra., ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya hari Jumat itu adalah hari raya kalian, maka janganlah kalian berpuasa pada hari itu, kecuali jika kalian berpuasa sebelum atau sesudahnya.” (HR. al-Bazzar [1069] dengan sanad yang dihasankan oleh al-Haitsami)

Ahmad dan al-Hakim meriwayatkan lafadz ini dari jalur Abu Hurairah ra.

Kami katakan: larangan itu ditujukan pada tindakan berpuasa pada hari Jumat saja, dan kami katakan pula bahwa orang yang ingin berpuasa pada hari tersebut maka dia harus menggabungkannya dengan satu hari sebelumnya, atau satu hari setelahnya.
Hadits keempat, kelima, ketujuh dan kesepuluh menjadi dalil atas hukum ini, dan dilalah nash-nash tersebut begitu jelas.
Kami katakan juga, hadits keenam menunjukkan hukum ini, di mana Juwairiyah ra. sedang berpuasa pada hari Jumat, lalu Nabi Saw. ingin tahu apakah dia berpuasa hanya pada hari Jum’at saja ataukah dia telah berpuasa pada hari Kamis sebelumnya, dengan pertanyaannya:

“Apakah engkau berpuasa kemarin?”

Ketika beliau Saw. mengetahui bahwa Juwairiyah tidak berpuasa pada hari Kamis, beliau bertanya lagi apakah dia berniat berpuasa pada hari Sabtu, sehari setelah Jum’at dengan ucapannya:

“Apakah engkau akan berpuasa esok hari?”

Ketika beliau Saw. mengetahui bahwa Juwairiyah tidak berniat berpuasa pada esok harinya, sehingga dengan demikian dia telah berpuasa di satu hari Jumat saja, maka beliau Saw. memerintahkannya untuk berbuka. Artinya, beliau Saw. melarangnya berpuasa hanya di satu hari Jum’at saja.

Tentang hadits Ibnu Mas’ud yang kedelapan, harus dipahami bahwa Rasulullah Saw. biasa berpuasa pada hari Jum’at yang disatukan dengan hari sebelum atau sesudahnya, di mana Rasulullah Saw. adalah sosok yang dikenal banyak berpuasa. Puasa pada hari Jum’at masuk dalam rangkaian puasanya itu, sehingga hadits ini tidak menunjukkan bahwa Nabi Saw. menyendirikan puasa pada hari Jum’at saja.

Adapun hadits kesembilan, maka tidak ragu lagi bahwa larangan yang disebutkan di sini mencakup larangan dari menyendirikan puasa di hari Jum’at.
Dengan pemahaman seperti ini, berarti kita telah mengamalkan seluruh hadits, dan kita telah menghilangkan sesuatu yang nampaknya kontradiktif dalam hadits-hadits tersebut.

Berdasarkan hal itu, saya katakan bahwa puasa sunat itu boleh dan sah dilakukan di hari apa saja dari satu minggu, tanpa ada syarat apapun, kecuali hari Jumat dan Sabtu, di mana berpuasa pada kedua hari itu disyaratkan tidak menyendirikan puasanya di hari itu saja (yakni harus disambung sehari dengan sebelum atau sesudahnya). Ifrad (menyendirikan puasa Jumat atau Sabtu saja) itu ternafikan ketika (digandengkan dengan) berpuasa satu hari sebelum atau sehari setelahnya.

Sekarang marilah kita lebih jauh melangkah pada pembahasan dan istidlal lainnya, di mana kita memiliki hadits yang diriwayatkan oleh Alqamah:

“Aku bertanya kepada Aisyah ra.: Apakah Rasulullah Saw. mengkhususkan suatu hari untuk berpuasa? Aisyah berkata: Tidak, puasanya itu terus-menerus bersambung, dan siapakah di antara kalian yang mampu melakukan sesuatu yang mampu dilakukan Rasulullah Saw? (HR. Bukhari [1987], Muslim, Abu Dawud dan Ahmad)

Di antara orang yang melarang berpuasa di satu hari Jumat saja adalah Ahmad bin Hanbal, sebagian golongan as-Syafi’iyah, Ibnu Hazm. Hal ini diriwayatkan dari Ali, Abu Hurairah, Salman, dan Abu Dzar ra. Ibnu Hazm berkata: kami tidak mengetahui ada sahabat yang menyelisihi mereka dalam masalah ini.

Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan para sahabatnya, serta sebagian golongan as-Syafi'iyah berpendapat bahwa berpuasa di satu hari Jumat saja itu tidak makruh. Para ulama Hanafiyah berdalil dengan hadits Ibnu Mas’ud yang kami cantumkan pada poin 8. Al-Muzani menukil pernyataan as-Syafi'i bahwa hal itu tidak dimakruhkan, kecuali bagi orang yang dengan puasanya itu bisa melemahkannya dalam melakuan ibadah yang lain. Ad-Dawudi berkata: mungkin larangan itu tidak sampai ke telinga Malik.

Jumhur ulama berpendapat tentang adanya larangan ini, hukumnya hanya makruh.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam