Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 01 November 2017

Puasa Ketika Jihad



Puasa Dalam Berjihad

Jihad itu adalah mercusuar Islam. Pahalanya sangat besar dan kebajikannya melimpah, sehingga ketika dipadukan dengan puasa dengan segala bentuk kepayahan di dalamnya, maka pahalanyapun menjadi semakin berlimpah, karena Allah Swt. menjauhkan pelakunya dari Neraka sejauh 70 tahun.
Selain itu, menjaga perbatasan (ar-ribath) pun termasuk bagian dari jihad fi sabilillah, sehingga berpuasa ketika menjaga perbatasan, sama seperti berpuasa dalam jihad fi sabilillah.
Hadits-hadits berikut menyebutkan keutamaan puasa dalam jihad:

1. Dari Abu Said al-Khudri ra., ia berkata:

“Aku mendengar Nabi Saw. bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah Swt. menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh 70 tahun.” (HR. Bukhari [2840], Muslim, an-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Ibnu Majah [1718], an-Nasai, Tirmidzi, dan Ahmad meriwayatkan hadits ini juga dari jalur Abu Hurairah.
Ibnu Abi Syaibah [4/572] meriwayatkan hadits yang sama dari jalur Anas ra.
An-Nasai [2252] meriwayatkan hadits ini dari jalur Uqbah bin Amir ra.
Sedangkan Thabrani meriwayatkan hadits ini dalam kitab al-Mu'jam al-Ausath [2194] dari jalur Jabir ra., dan di dalamnya ada Baqiyyah bin al-Walid.

2. Dari Abu Darda ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah Swt. akan menjadikan antara dirinya dengan Neraka satu parit dengan lebar sejauh langit dan bumi.” (HR. Thabrani dalam kitab al-Mu'jam as-Shagir [449] dan al-Mu'jam al-Ausath, dengan sanad yang dihasankan oleh al-Haitsami dan al-Mundziri)

Tirmidzi [1674] meriwayatkan hadits ini dari jalur Abu Umamah ra., dan ia berkata: ini adalah hadits gharib.
Di sini perlu diperhatikan, bahwa jika suatu hadits dikatakan sebagai hadits gharib, bukan berarti hadits tersebut adalah hadits dhaif, sebagaimana disangkakan oleh sebagian orang.
Hadits gharib itu adalah istilah hadits yang di dalamnya tercakup hadits shahih, hasan dan dhaif. Kadangkala dikatakan: shahih gharib, atau hasan gharib, atau bisa juga dhaif gharib.
Hadits gharib itu adalah hadits yang diriwayatkan seorang perawi secara menyendiri, dan perawi ini jika memiliki sifat adil dan dhabit serta tsiqah, maka haditsnya berstatus shahih. Dan jika perawinya jujur maka haditsnya berstatus hasan misalnya, dan jika perawinya bercacat dalam keadilannya dan dituduh berdusta maka haditsnya berstatus dhaif atau matruk. Begitu seterusnya.

3. Dari Uqbah bin Amir ra., dari Rasulullah Saw. beliau Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang berpuasa sehari di jalan Allah Swt., maka Allah Swt. akan menjauhkan Neraka Jahanam dari dirinya sepanjang perjalanan 100 tahun.” (HR. an-Nasai [2254])

Diriwayatkan juga oleh Abdurrazaq [9684], Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir dan al-Mu’jam al-Ausath dari jalur Amr bin Abasah ra.

Al-Haitsami berkata: para perawinya adalah orang-orang yang dipandang tsiqah. Al-Mundziri berkata: sanad hadits ini tidak bermasalah.

Abdurrazaq [9683] juga meriwayatkan dari jalur Abu Umamah ra. dengan lafadz:

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah Swt. akan menjauhkan wajahnya dari Neraka sejauh perjalanan 100 tahun dengan memacu kuda gesit dan ramping.”

Nash-nash ini bersifat umum untuk semua jenis puasa, sehingga mencakup puasa fardhu, juga puasa sunat. Mengenai puasa sunat sudah sangat jelas, sedangkan puasa fardhu jika dilaksanakan dalam perjalanan (as-safar) yang sama halnya jika dilakukan dalam jihad fi sabilillah, tidak ditentukan harus dilaksanakan pada waktunya (adaa'an), sehingga seseorang yang berpuasa boleh berbuka.

Nash-nash ini telah mendorong untuk berpuasa dengan dua jenis kondisi tersebut dalam keadaan berjihad fi sabilillah, sehingga tidak benar membatasi nash-nash tersebut hanya untuk puasa fardhu saja.

Kata yang disebutkan dalam hadits-hadits:

“di jalan Allah.”

Maka lafadz ini, walaupun disebutkan dalam semua hadits tersebut, maknanya adalah jihad, yaitu berperang melawan orang kafir. Maknanya tidak bisa dipalingkan (pada arti lain) kecuali dengan adanya qarinah (indikasi). Dan dalam topik yang sedang kita bahas ini tidak ada qarinah yang memalingkannya, sehingga pengertiannya tetap pada makna asalnya, yaitu jihad: berperang melawan (militer) orang kafir.


Sahnya Memutus Puasa Sunat

Seseorang yang berpuasa sunat dibolehkan untuk memutuskan puasanya, kapanpun dia inginkan, baik karena ada udzur ataupun tidak. Sebelumnya telah kami cantumkan hadits-hadits yang menyebutkan hal itu pada pembahasan “Mengqadha Puasa Sunat” dalam topik “Mengqadha Puasa”, di mana telah kami nyatakan saat itu: “Dengan demikian, kebolehan memutuskan puasa sunat telah disebutkan dalam banyak hadits, dan disebutkan oleh hadits-hadits tersebut dengan tanpa menyebutkan udzur apapun, sehingga siapapun yang telah mengetahui hadits-hadits ini tidak boleh mengharamkan tindakan memutuskan puasa sunat atau membatasinya dengan suatu udzur.”
Dan jika sudi, kami persilakan kepada para pembaca untuk menelaah pembahasan tersebut kembali.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam