Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 17 November 2017

Negara Islam Membagi Harta Rampasan Perang Kepada Para Muallaf



d. Menuntut Pembagian Harta Rampasan Perang

Setelah penaklukkan Makkah, banyak orang-orang di antara bangsa Arab yang masuk Islam. Namun, mereka masuk Islam bukan atas dasar dorongan iman yang bersarang di lubuk hatinya yang paling dalam, tetapi mereka masuk Islam hanya untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan dunia. Mereka pergi bersama Rasulullah Saw. menuju medan perang Hunain sebelum mereka mendapatkan bimbingan moral Islam yang akan mendidik jiwa mereka dan meluruskan tindak tanduknya.
Setelah mereka bersama Rasulullah Saw. tiba di Ji’irranah, mereka berkata, “Wahai Rasulullah, bagikan kepada kami fai’ (harta hasil rampasan perang) yang berupa unta dan kambing. Mereka terus mengikuti Rasulullah Saw. hingga beliau tersudut di salah satu pohon, akibatnya pakaian yang beliau pakai tersangkut di pohon tersebut. Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai manusia, lepaskan pakaianku. Demi Allah, seandainya kalian berhak atas hewan ternak sebanyak pohon di Tihamah, pasti aku membagi-bagikannya kepada kalian, sehingga kalian tidak mendapatiku sebagai orang yang bakhil, pengecut, dan pendusta.”
Kemudian Rasulullah Saw. berdiri di samping unta, lalu mengambil bulu unta dari punuk unta, menggenggamnya, dan mengangkatnya seraya bersabda, “Wahai manusia, demi Allah, aku tidak berhak atas fai’ kalian, dan tidak pula atas harta sebesar bulu unta ini, kecuali seperlimanya saja, sedang seperlima itu pun akan dibagi-bagikan kepada kalian. Oleh karena itu, kembalikan benang dan jarum, karena sesungguhnya ghulul akan menjadi aib, api, dan noda bagi pelakunya di hari kiamat.” (Ghulul adalah sesuatu yang dicuri dari harta hasil rampasan perang (ghanimah)
Salah seorang dari kaum Anshar datang dengan membawa gulungan benang dari rambut, dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku mengambil gulungan benang dari rambut ini, dan aku menggunakannya sebagai alas pelana untaku yang telah robek.” Rasulullah Saw. bersabda, “Ini bagianku dari harta hasil rampasan perang. Sekarang, barang ini aku berikan kepadamu.” Orang dari kaum Anshar itu berkata, “Jika cuma ini, aku tidak membutuhkannya.” Lalu, ia pun membuang barang tersebut dari tangannya.

e. Memberi Harta Hasil Rampasan Perang Kepada Para Muallaf

Rasulullah Saw. memberi harta hasil rampasan perang kepada para muallaf. Mereka itu terdiri dari para tokoh dan pembesar kaumnya. Dengan pemberian ini, Rasulullah Saw. berharap mampu menjinakkan hati mereka dan hati kaumnya.
Rasulullah Saw. memberi Abu Sufyan bin Harb seratus unta, memberi anaknya, Muawiyah seratus unta, memberi Hakim bin Hizam seratus unta, memberi Harits bin Harits bin Kaladah seratus unta, memberi Suhail bin Amr seratus unta, memberi Huwaithib bin Abdul Uzza seratus unta, memberi Ala’ bin Jariyah ats-Tsaqafi seratus unta, memberi Uyainah bin Hishn seratus unta, memberi Aqra’ bin Habis at-Tamimi seratus unta, memberi Malik bin Auf an-Nashri seratus unta, dan memberi Shafwan bin Umayyah seratus unta. Mereka semua adalah orang-orang yang masing-masing diberi seratus unta.
Sedang kepada orang-orang di antara kaum Quraisy, Rasulullah Saw. memberinya kurang dari seratus unta. Di antaranya, Makhramah bin Naufal az-Zuhri, Umair bin Wahb al-Jumahi, dan Hisyam bin Amr, saudara Bani Amir bin Luay. Rasulullah Saw. memberi Sa’id bin Yarbu’ al-Makhzumi lima puluh unta, memberi Adi bin Qais as-Sahmi lima puluh unta, dan memberi Abbas bin Mirdas beberapa unta, namun ia tidak terima dengan pemberian tersebut, lalu mencela Rasulullah Saw. karena pemberian tersebut. Abbas Mirdas berkata:

“Semuanya adalah harta rampasan perang yang tidak dijaga
Aka mendapatkannya di tanah datar dengan mengendarai kuda
Aku membangunkan orang-orang yang sedang tidur nyenyak
Mereka telah merasakan nyenyaknya tidur, sedang aku tidak
Mengapa bagianku dan al-‘Ubaid dengan Uyainah dan Aqra’ dibedakan (Al-Ubaid adalah nama kuda Abbas bin Mirdas)
Padahal, dalam perang ini, peranku besar tentang pertahanan
Namun, mengapa hanya unta kecil berkaki empat yang aku dapatkan
Kedudukan Hishn dan Habis tidak mengungguli ayahku di masyarakat
Maka kedudukan Uyainah dan Aqra’ dibandingkan aku tidaklah lebih kuat
Siapa saja yang hari ini engkau rendahkan, maka ia tidak lagi bisa diangkat”

Rasulullah Saw. bersabda, “Pergilah kalian kepada Abbas bin Mirdas, lalu potonglah mulutnya dari mengatakan sesuatu yang buruk tentang aku.” Kemudian, mereka memberi Abbas bin Mirdas tambahan, sehingga dengan diberi tambahan ini Abbas bin Mirdas merasa puas. Demikian itulah, cara memotong mulut Abbas bin Mirdas yang diperintahkan Rasulullah Saw.

f. Keberatan Kaum Anshar Atas Pembagian Harta Hasil Rampasan Perang

Ketika Rasulullah Saw. membagi-bagi harta hasil rampasan perang kepada kaum Quraisy dan bangsa Arab lainnya. Sedang kepada kaum Anshar, beliau tidak memberikan sedikitpun dari harta hasil rampasan perang itu. Melihat hal itu, kaum Anshar tidak rela, sehingga terjadi kegaduhan di tengah-tengah mereka. Salah seorang di antara kaum Anshar berkata, “Demi Allah, Rasulullah Saw. telah bertemu dengan kaumnya.”
Lalu, Sa'ad bin Ubadah menemui Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya dalam diri kaum Anshar yang bersemangat ini ada ketidakpuasan terhadap dirimu ketika membagi fai’ yang engkau dapatkan. Engkau membagi-bagikannya kepada kaummu, bahkan memberinya dengan jumlah besar kepada kabilah-kabilah bangsa Arab lainnya, sedang kepada kaum Anshar yang bersemangat ini, engkau sedikitpun tidak memberikannya kepada mereka.” Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai Sa'ad, di mana posisimu dalam hal ini?” Sa’ad berkata, “Wahai Rasulullah, aku punya posisi, kecuali aku bagian dari kaumku.” Rasulullah Saw. bersabda, “Kumpulkan kaummu di tempat peristirahatan unta.” Lalu, Sa’ad pergi, selanjutnya ia mengumpulkan kaum Anshar di tempat peristirahatan unta tersebut.
Beberapa dari kaum Muhajirin datang, sedang Sa’ad membiarkan mereka masuk ke tempat tersebut. Namun, ketika beberapa dari kaum Muhajirin datang lagi ke tempat tersebut, kali ini Sa’ad tidak mengizinkan mereka masuk.
Setelah kaum Anshar telah berkumpul, Sa’ad mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, “Kaum Anshar yang bersemangat itu telah berkumpul untuk bertemu denganmu.” Rasulullah Saw. mendatangi mereka, kemudian beliau memuji Allah, menyanjung-Nya, dengan sanjungan yang layak untuk Dia terima, lalu beliau bersabda, “Wahai kaum Anshar, apa maksud ucapan kalian yang telah sampai kepadaku? Apa maksud kemarahan kalian kepadaku? Bukankah aku yang datang kepada kalian ketika kalian sedang tersesat, kemudian Allah memberi petunjuk kepada kalian; ketika kalian sedang miskin, lalu Allah menjadikan kalian kaya, dan ketika kalian sedang bermusuhan, lalu Allah menyatukan hati kalian?” Kaum Anshar menjawab, “Itu betul, Allah dan Rasul-Nya yang lebih banyak karunia dan keutamaaannya.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai kaum Anshar, kenapa kalian tidak menjawab pertanyaanku?” Kaum Anshar menjawab, “Wahai Rasulullah, kami harus menjawab dengan apa? Sedang karunia dan keutamaan itu hanya milik Allah dan Rasul-Nya.” Rasulullah Saw. bersabda, “Demi Allah, jika kalian mau, maka kalian pasti berbicara, kalian berkata benar, dan dibenarkan. Kalian akan mengatakan: Engkau datang kepada kami dalam keadaan didustakan, kemudian kami membenarkanmu; engkau terlantar, kemudian kami menolongmu; engkau terusir kemudian kami melindungimu; dan engkau miskin, kemudian kami membantumu. Wahai kaum Anshar, apakah kalian mempersoalkan secuil dunia yang dengannya aku ingin menjinakkan salah satu kaum agar mereka masuk Islam, sedang aku menyerahkan kalian kepada keIslaman kalian? Wahai kaum Anshar, tidakkah kalian merasa senang sekiranya orang-orang pulang membawa kambing-kambing dan unta-unta, sedang kalian membawa Rasulullah ke tempat kalian? Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, kalaulah tidak karena peristiwa hijrah niscaya aku tidak menjadi salah seorang dari kaum Anshar. Kalau orang-orang melewati salah satu jalan dan kaum Anshar melewati jalan lain, niscaya aku pasti berjalan di jalan yang dilalui kaum Anshar. Ya Allah, sayangilah kaum Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.” Mendengar itu, kaum Anshar pun menangis hingga jenggot mereka basah dengan air mata. Mereka berkata, “Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami.” Setelah itu Rasulullah Saw. pergi, dan kaum Anshar pun bubar.

Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam