Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 09 November 2017

Matahari Tenggelam, Boleh Buka Puasa



BERBUKA DAN SAHUR

Pertama: Berbuka

Kapan Seseorang yang Berpuasa Itu Berbuka

Beberapa hadits berikut membahas tentang berbukanya orang yang berpuasa:

1. Dari Abdullah bin Abi Aufa ra., ia berkata:

“Kami pernah bersama Rasulullah Saw. dalam suatu perjalanan di bulan Ramadhan. Ketika matahari terbenam beliau Saw. berkata: “Wahai fulan, aduklah tepung dengan air (sebagai makanan) untuk kita.” Dia berkata: Wahai Rasulullah, hari masih terang. Beliau Saw. bersabda: “Aduklah tepung dengan air (sebagai makanan) untuk kita.” Dia berkata: Orang itu pun turun dan mengaduk tepung dengan air, lalu dia membawanya kepada Rasulullah Saw. Kemudian Nabi Saw. meminumnya, seraya berkata sambil memberi isyarat dengan tangannya: “Jika matahari telah terbenam di sebelah sana dan malam datang dari sebelah sana, sungguh orang yang berpuasa telah boleh berbuka.” (HR. Muslim [2559], Bukhari, Abu Dawud, an-Nasai dan Ahmad)

Lafadz ijdah: al-jadhu, artinya mengaduk sesuatu dengan sesuatu yang lain yang akan disiapkan untuk dimakan atau diminum. Istilah ini khusus ditujukan untuk mengaduk tepung, susu, dan semisalnya dengan air.

2. Dari Umar bin Khattab ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Apabila malam telah datang dari sebelah sini dan siang telah berlalu dari sebelah sini, serta matahari telah terbenam, maka orang yang berpuasa sungguh telah boleh berbuka.” (HR. Bukhari [1954], Abu Dawud, an-Nasai, Ahmad, Tirmidzi dan ad-Darimi)

Muslim [2558] meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Jika malam telah datang dari sebelah sini dan siang telah berlalu, serta matahari telah terbenam, maka orang yang berpuasa sungguh telah boleh berbuka.”

3. Dari Sahl bin Saad ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda:

“Orang-orang senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka bersegera berbuka.” (HR. Bukhari [1957], Muslim, an-Nasai, Tirmidzi, Ibnu Majah, ad-Darimi dan as-Syafi'i)

4. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Agama ini akan senantiasa menang selama orang-orang bersegera berbuka, karena sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkan berbuka.” (HR. Ahmad [9809], Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Derajat sanadnya hasan. Al-Hakim dan ad-Dzahabi menetapkan keshahihan sanadnya.

5. Dari Sahl bin Saad ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Umatku akan senantiasa berada dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang dalam berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban [3510], Ahmad, Ibnu Khuzaimah, ad-Darimi dan al-Hakim dengan sanad yang shahih)

6. Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya kami para Nabi telah diperintahkan untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur; dan meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri kami dalam shalat.” (HR. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Ausath [1905], Ibnu Hibban, dan Abu Dawud at-Thayyalisi)

Al-Haitsami berkata: para perawinya adalah orang-orang shahih. At-Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Ausath [3053] telah meriwayatkan hadits ini juga dari jalur Ibnu Umar ra.

7. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Sesungguhnya satu dari tujuh puluh bagian kenabian adalah mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka, dan seseorang memberi isyarat dengan jarinya dalam shalat.” (HR. Abdurrazaq dalam Mushannaf-nya [7610])

8. Dari Amr bin Maimun al-Azadi, ia berkata:

“Adalah para sahabat Muhammad Saw. merupakan orang-orang yang paling bersegera dalam berbuka dan paling akhir makan sahur.” (Riwayat al-Baihaqi [4/238])

Diriwayatkan Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Kabir, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya dan Abdurrazaq dalam Mushannaf-nya [7591].

Al-Haitsami berkata: para perawi hadits ini adalah orang-orang shahih.

9. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Allah azza wa jalla berfirman: “Sesungguhnya hamba-Ku yang paling aku cintai adalah orang yang paling bersegera dalam berbuka.” (HR. Ahmad [7240], Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah dan al-Baihaqi)

Tirmidzi meriwayatkan hadits ini juga dan berkata: hadits ini statusnya hasan gharib.

Dalam hadits yang pertama dan kedua, dengan dua periwayatannya, memiliki lafadz yang sama: yakni menunjukkan bahwa datangnya malam dari sebelah Timur, dan berlalunya siang ke sebelah Barat, serta terbenamnya matahari adalah tanda waktu berbuka. Ini berarti bahwa dengan terbenamnya matahari sudah cukup untuk berbuka, sehingga tidak perlu mengakhirkan lagi dan tidak dibenarkan menunggu lebih lama ketika seseorang yang berpuasa hendak berbuka sebagaimana dilakukan salah satu golongan.

Mungkin nash yang paling jelas dari ketiga nash ini adalah hadits kelima:

“Umatku akan senantiasa berada dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu munculnya bintang dalam berbuka puasa.”

Menunggu bintang (intidzar an-nujum) artinya mengakhirkan berbuka hingga langit menghitam sampai munculnya bintang-bintang. Ini berarti pula mengakhirkan waktu berbuka sejak matahari terbenam dalam waktu minimal sekitar 1/4 jam. Tindakan seperti ini -sebagaimana disebutkan dalam hadits tadi- telah menyalahi Sunnah Nabi dan cocok dengan perilaku Yahudi dan Nasrani, sebagaimana disebutkan dalam hadits keempat, sehingga kita tidak boleh mengakhirkan berbuka dengan alasan atau halangan apapun.

Pemahaman seperti inilah yang dimiliki oleh para sahabat Rasulullah Saw., di mana mereka menjadi orang yang paling bersegera dalam berbuka sebagaimana disebutkan dalam hadits poin delapan.
Jika bersegera berbuka termasuk sesuatu yang diperintahkan kepada para Nabi, menjadi salah satu dari tujuh puluh bagian kenabian, dan bahwasanya hamba yang paling dicintai Allah Swt. adalah orang yang paling bersegera berbuka, sehingga tidak heran apabila petunjuk Nabi di atas begitu menekankan untuk bersegera berbuka, tidak boleh mengakhirkannya.

Saya katakan di sini: bahwa suatu kebiasaan telah berlaku di masa kita ini, di mana kita memakan hidangan berbuka jika muadzin telah mengumandangkan adzan shalat Maghrib. Begitu juga kebiasaan mengumandangkan adzan Maghrib sedikit diundurkan setelah matahari terbenam. Ini mengakibatkan orang-orang yang berpuasa mengakhirkan berbuka dari waktunya, padahal perbuatan mengakhirkan berbuka itu menyalahi Sunnah Nabi Saw. Seharusnya orang-orang yang berpuasa menetapi waktu berbuka yang sebenarnya, yang diakhirkan oleh (sebagian) para muadzin ketika mengumandangkan adzan Maghrib, walaupun hal itu menyebabkan mereka berbuka sebelum adzan Maghrib dikumandangkan, karena Sunnah Nabi Saw. lebih berhak dan lebih utama diikuti dari pada mengikuti adat kebiasaan manusia di masa kita ini.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam