Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 15 November 2017

Kecamuk Perang Penaklukan Hunain Institusi Politik Musyrik



c. Peperangan antara dua pihak

Kemudian, Rasulullah Saw. pergi bersama dua ribu orang di antara penduduk Makkah, dan sepuluh ribu dari kalangan sahabat pergi bersamanya dari Madinah al-Munawwarah. Sehingga, jumlah mereka seluruhnya dua belas ribu orang. Rasulullah Saw. mengangkat ‘Atab bin Usaid bin Abu al-‘Ish bin Umayyah bin Abdu Syam sebagai pemimpin sementara di Makkah mengurusi orang-orang yang tidak ikut bersama Rasulullah Saw. Kemudian Rasulullah Saw. berangkat dengan tujuan menghadapi kabilah Hawazin. Tentara Islam menyusul beliau pada malam hari.
Ketika kami menuju ke arah Hunain, kami turun di salah satu lembah Tihamah, kami seharusnya turun dengan pelan-pelan, namun kami turun dengan buru-buru. Kabilah Hawazin mendahului tentara Islam sampai di lembah ini. Di lembah ini kabilah Hawazin telah menyiapkan serangan terhadap tentara Islam.
Ketika tampak fajar yang pertama, kabilah Hawazin menyerang tentara Islam, mereka menyerangnya dengan kompak sekali. Akhirnya tentara kaum muslimin lari kocar-kacir akibat kuatnya serangan. Sehingga, sudah tidak ada lagi yang bersama Rasulullah Saw., kecuali tinggal sepuluh dari kalangan sahabat. Mereka itu adalah Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khaththab, Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Muththalib, Usamah bin Zaid, Aiman bin Abd, al-Fadhal bin Abbas, Abu Sufyan bin Harits, dan putranya Ja’far.
Dan di antara yang masih bersama Rasulullah Saw. adalah Ummu Sulaim bintu Milhan. Ia ikut bersama suaminya, Abu Thalhah. Rasulullah Saw. menoleh, lalu beliau melihatnya. Ummu Sulaim mengikat pinggangnya dengan kain burdah miliknya, ketika itu, ia sedang mengandung Abdullah bin Abu Thalhah, dan mengendarai unta milik Abu Thalhah. Karena ia takut terlempar dari untanya, ia mendekatkan kepala unta kepadanya, dan memasukkan tangannya pada tali kekang untanya. Rasulullah Saw. bersabda kepada Ummu Sulaim, “Benarkah ini Ummu Sulaim?” Ummu Sulaim menjawab, “Ya, benar Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah, aku akan membunuh mereka yang melarikan diri darimu, sebagaimana engkau membunuh orang-orang yang memerangimu, sebab mereka pasti akan mendapatkannya.” Rasulullah Saw. bersabda, “Serahkan saja pada Allah, wahai Ummu Sulaim.”
Ummu Sulaim membawa pisau. Melihat itu, Abu Thalhah berkata kepada Ummu Sulaim, “Wahai Ummu Sulaim, kenapa engkau membawa pisau seperti ini?” Ummu Sulaim menjawab, “Pisau ini sengaja aku bawa, sehingga apabila ada salah seorang dari kaum musyrikin yang mendekat kepadaku, maka aku akan menikamnya dengan pisau ini.” Abu Thalhah berkata sambil menertawakan apa yang dikatakan oleh istrinya, “Wahai Rasulullah, tidakkah engkau dengar apa yang dikatakan Ummu Sulaim ar-Rumaisha?”

Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan di medan perang Hunain (pada awalnya), dan ketika salah seorang di antara orang-orang Makkah yang kasar yang bersama Rasulullah Saw. itu melihat kekalahan tersebut, maka berkatalah beberapa orang di antara mereka yang menyimpan rasa dendam dalam dirinya. Misalnya, Abu Sufyan bin Harb yang berkata, “Kekalahan mereka (kaum muslimin) tidak akan berakhir hingga di laut sekalipun.” Abu Sufyan bin Harb selalu membawa anak panah yang biasa dipakai untuk mengundi nasib yang ditaruh di tabung tempat penyimpanan anak panah, seperti yang biasa terlihat. Jabalah bin Hambal berteriak dengan keras, “Ketahuilah! Sihir telah kalah hari ini.” Sedang Syaibah bin Utsman bermaksud hendak membunuh Rasulullah Saw., namun Allah Swt. melindungi beliau dari niat jahat Syaibah bin Utsman.

Sehingga yang terbaik tidak boleh seorangpun di antara orang-orang Makkah yang diperbolehkan turut dalam berjihad. Sebab mereka melakukan itu bukan atas dasar rasa ikhlas mereka terhadap Negara Islam.
Akan tetapi (di sisi lain), rasa percaya Rasulullah Saw. terhadap pasukannya yang berhasil menaklukkan Makkah, serta sedikitnya jumlah musuh, maka mulailah timbul sikap meremehkan tentang masalah permusuhan mereka (kabilah Hawazin).
Abbas, paman Rasulullah Saw. memegang tali kekang bighal beliau yang berwarna putih. Abbas adalah seorang yang berbadan kekar dan bersuara keras. Ketika Rasulullah Saw. melihat orang-orang lari dari medan perang, beliau bersabda, “Hai, mau ke mana kalian.” Beliau melihat sedikitpun orang-orang tidak mau berhenti. Untuk itu, beliau bersabda, “Wahai Abbas“, berteriaklah. Wahai orang-orang Anshar. Wahai orang-orang Ashabi as-Sumarah.” Mereka menjawab, “Ya, kami sambut panggilanmu.” (As-Sumarah artinya obrolan di tengah malam. Sedang, Ya Ashhaba as-Sumarah maksudnya wahai orang-orang yang biasa meramaikan malam dengan membaca al-Qur’an dan shalat)
Seseorang pergi untuk membelokkan untanya, namun tidak mampu. Kemudian ia mengambil baju besinya dan meletakkannya di pundaknya, lalu ia mengambil pedang, tameng, dan berjalan tanpa mengendarai untanya menuju suaraku hingga ia tiba di tempat Rasulullah Saw. Sehingga setelah terkumpul seratus orang di sisi Rasulullah, maka dengan seratus orang itu Rasulullah membelah tentara kaum musyrikin. Mereka berperang dengan penuh semangat.
Rasulullah Saw. mengawasi mereka dari atas kendaraannya. Beliau melihat orang-orang yang sedang saling berpukul-pukulan, lalu beliau bersabda, “Sekarang perang telah berkecamuk.”

Ali bin Abi Thalib bersama salah seorang di antara kaum Anshar memerangi orang yang memegang bendera kaum musyrikin, sehingga kabilah Hawazin melarikan diri, dan banyak sekali korban di pihak Tsaqif, bahkan tujuh puluh orang mereka terbunuh di bawah bendera perang mereka.
Tak lama kemudian, setiap orang yang memegang benderanya terbunuh, sehingga mereka menjadi kocar-kacir, dan akhirnya mereka melarikan diri. Pemimpin tertinggi pasukan kaum musyrikin di Hunain (Malik bin Auf an-Nashri) berhenti di tengah-tengah pasukan berkuda kaumnya. Ia berkata kepada mereka, “Berhentilah hingga orang-orang yang lemah di antara kalian berjalan di depan dan teman-teman kalian yang di belakang dapat menyusul kalian.” Sambil mengatur penarikan mundur pasukannya dari medan perang, Malik bin Auf an-Nashri terus berhenti sampai pasukannya yang lain yang lari dapat menyusulnya.
Itulah sifat baik Malik bin Auf an-Nashri yang berhasil kami catat. Ia tidak seperti kebanyakan para pemimpin yang biasanya melarikan diri pertama kali dari medan perang ketika pasukannya kalah. Pada saat penarikan mundur, kaum muslimin berhasil membunuh dan menahan beberapa orang.

Di antara kejadian yang perlu diperhatikan dalam perang kali ini adalah bahwa Rasulullah Saw. berjalan melewati seorang wanita yang dibunuh oleh Khalid bin Walid, sedang orang-orang berkerumun di sekitarnya. Beliau bersabda, “Ada apa ini?” Orang-orang menjawab, “Mayat seorang wanita yang dibunuh oleh Khalid bin Walid.” Rasulullah Saw. bersabda kepada salah seorang yang bersama beliau, “Cari Khalid, lalu katakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. melarangmu membunuh anak-anak, wanita, dan budak -yang diminta tuannya untuk ikut berperang, sedang ia tidak punya pilihan lain, kecuali mengikuti permintaan tuannya.”

Larangan Rasulullah ini bukanlah ketetapan yang muncul secara tiba-tiba, tetapi ia merupakan kebijakan permanen yang ditempuh oleh Rasulullah Saw. Sebab, tujuan jihad yang dilakukan oleh Negara Islam adalah menghilangkan penguasa zhalim dan tiran yang menguasai umat manusia, menghilangkan penguasa yang menghalangi umat manusia mengenal cahaya Islam, dan menghilangkan penguasa yang berusaha menjauhkan umat manusia dari Islam. Ingat! Pedang tidak boleh diangkat, kecuali untuk menghilangkan penguasa tersebut, dan orang-orang yang membelanya. Dan pedang itu diangkat jika sebab-sebabnya ada.
Sedang wanita dan anak-anak yang tidak tahu-menahu tentang hal itu tidak boleh disakiti, apalagi dibunuhnya. Oleh karena itu, tidak boleh membunuh mereka. Sebagaimana tidak boleh membunuh penduduk yang jujur yang tidak mengangkat pedang untuk membela penguasa zhalim yang menentang agama Allah. Adapun orang-orang yang mengangkat pedang menentang Islam dan membela kezhaliman, maka orang-orang tersebut wajib diperangi dan dibunuh.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam