Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 25 September 2017

Mengusap Telinga Dalam Wudhu: Sunah



Dalil Mengusap Telinga Dalam Wudhu: Sunah

10. Mengusap Dua Telinga

Mengusap dua telinga itu disunahkan berdasarkan beberapa hadits berikut:

1. Dari Ibnu Abbas ra.:

“Dia melihat Rasulullah Saw. berwudhu, lalu dia menyebutkan hadits bahwa seluruhnya tiga kali-tiga kali. Dia menyebutkan: Beliau Saw. mengusap kepala dan dua telinganya satu kali usapan.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

2. Dari Ibnu Abbas ra.:

“Bahwasanya Rasulullah Saw. mengusap bagian dalam dua telinganya dengan jari telunjuk, dan bagian luar dua telinganya dengan ibu jari, sehingga beliau Saw. mengusap bagian luarnya dan bagian dalamnya.” (HR. Ibnu Majah, an-Nasai, Ibnu Hibban, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah)

3. Dari as-Shunnabihi bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda:

“Apabila seorang hamba mukmin berwudhu, lalu dia berkumur-kumur, maka dosa-dosa keluar dari mulutnya... dan apabila mengusap kepalanya maka dosa-dosa keluar dari kepalanya hingga keluar dari kedua telinganya.” (HR. Malik)

An-Nasai meriwayatkan hadits ini, di mana para perawinya adalah para perawi hadits shahih.

4. Dari Ibnu Abbas ra.:

“Bahwasanya Nabi Saw. mengusap kepala dan dua telinganya, bagian luarnya dan bagian dalamnya.” (HR. at-Tirmidzi, dia berkata: hadits ini hasan shahih)

5. Dari Abdullah bin Zaid:

“Bahwasanya dia melihat Rasulullah Saw. berwudhu. Beliau mengambil air untuk telinganya, yang berbeda dengan air yang diambilnya untuk mengusap kepalanya.” (HR. al-Baihaqi. Dia berkata: sanad hadits ini shahih).

Al-Hakim meriwayatkan hadits ini dengan lafadz:

“Lalu dia mengambil air untuk kedua telinganya, yang berbeda dengan air yang digunakan untuk mengusap kepalanya.”

Dia berkata: hadits ini shahih sesuai dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim).

Hadits kesatu, kedua dan keempat, dari sisi manthuq (makna lilteral) jelas menunjukkan pensyariatan mengusap dua telinga, karena mengusap kepala dengan air yang mengakibatkan keluarnya dosa-dosa dari dua telinga menunjukkan bahwa mengusap dua telinga itu dilakukan mengikuti usapan kepala. Seandainya dua telinga itu tidak diusap, niscaya dosa-dosa tidak akan keluar dari keduanya. Ini pertama.
Sedangkan kedua, hadits-hadits ini menjelaskan tata cara mengusap kedua telinga, yakni usapan keduanya dilakukan mengikuti usapan kepala, sehingga tidak memerlukan air yang baru. Kedua telinga tersebut diusap dari dalam dan luar, yang bagian dalam diusap dengan jari telunjuk, sedangkan yang luar dengan ibu jari. Keduanya diusap satu kali saja, seperti kita mengusap kepala. Siapa saja yang menginginkan sunah maka dia harus mengamalkan semua ini.
Adapun hadits kelima yang menunjukkan beliau Saw. mengambil air yang baru untuk mengusap dua telinga, yang bukan dengan air yang digunakan untuk mengusap kepalanya, maka hadits ini diperselisihkan keshahihannya. Di antara mereka ada yang menshahihkannya, seperti Ibnu Hajar, tetapi ada yang menghujatnya seperti Ibnu Daqiq al-Id.
Ibnul Qayyim berkata: Tidak terbukti keshahihan hadits yang menyatakan bahwa beliau Saw. mengambil air yang baru untuk mengusap kedua telinganya, sebenarnya itu berasal dari Ibnu Umar.
Ketika keshahihan hadits ini diperselisihkan, maka ini menunjukkan bolehnya mengambil air yang baru untuk mengusap dua telinga, karena itu, untuk mengusap dua telinga, seseorang bisa mengambil air yang baru, dan bisa mengusapkan air yang masih tersisa pada dua tangannya setelah mengusap kepala. Kedua cara tersebut boleh dilakukan.

Ishaq bin Rahuwaih dan Ahmad dalam satu riwayat darinya berpendapat bahwa mengusap dua telinga itu wajib hukumnya, sedangkan fuqaha lainnya berpendapat tidak wajib. Mereka berdua menyatakan wajibnya mengusap dua telinga itu dengan dalil hadits-hadits Rasulullah yang menceritakan perbuatan Rasulullah Saw. mengusap dua telinga. Bagi keduanya, perbuatan Rasulullah Saw. itu menunjukkan sebuah kewajiban, seperti halnya ucapan-ucapan beliau saw.
Mereka berdua juga berargumentasi dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dan selainnya, dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Kedua telinga itu bagian dari kepala.”

Mereka berdua mengatakan: Hadits ini menyatakan bahwa dua telinga itu bagian dari kepala, sehingga perintah untuk mengusap kepala sama dengan perintah untuk mengusap kedua telinga, karena itu, terbukti kewajiban mengusap dua telinga berdasarkan nash al-Qur'an.

Bantahan atas pandangan seperti itu adalah: Perbuatan Rasulullah Saw. tidak menunjukkan suatu kewajiban, kecuali dengan adanya qarinah. Dan di sini tidak adanya qarinah, bahkan qarinah yang ada menunjukkan mengusap dua telinga itu tidak wajib, yakni perbuatan tersebut (mengusap dua telinga-pen.) bukan termasuk wudhu yang mencukupi (mujzi) . Karena itulah kami telah menyatakan bahwa mengusap dua telinga itu sunah saja hukumnya, bukan wajib.
Mengenai pernyataan bahwa dua telinga itu bagian dari kepala, maka hadits ini dengan seluruh jalur periwayatannya merupakan hadits dhaif yang tidak layak digunakan sebagai hujjah.
Bahkan Ibnu Hajar berkata: terbukti bahwa ini adalah hadits mudraj, yakni kalimat tersebut hanya ucapan para perawi, bukan ucapan Rasulullah Saw.
At-Tirmidzi berkata: Qutaibah berkata: Hammad berkata: Aku tidak tahu apakah ini ucapan Rasulullah Saw. ataukah ucapan Abu Umamah.
Dan dalam jalur riwayat Abu Hurairah yang ditakhrij oleh Ibnu Majah terdapat nama Amr bin Hushain, dia seorang perawi yang dituduh berdusta. Dan ada nama Muhammad bin Abdullah bin ‘Ulatsah yang dikategorikan sebagai perawi yang dhaif.
Dalam riwayat Abu Umamah yang juga ditakhrij oleh Ibnu Majah, ada nama Syahr bin Hausyab, yang dikategorikan seorang perawi yang dhaif.
Riwayat Ibnu Majah dari jalur Abdullah bin Zaid adalah riwayat yang hasan, tetapi ucapan dua telinga adalah bagian dari kepala itu dikategorikan sebagai hadits mudraj.
Dalam beberapa riwayat Ibnu Umar yang ditakhrij oleh ad-Daruquthni, yang paling shahih darinya dikategorikan hadits mauquf, dan hal itu dinyatakan oleh ad-Daruquthni sendiri.
Dalam riwayat Abu Musa yang ditakhrij oleh ad-Daruquthni diperselisihkan status mauquf dan marfu'nya.
Ibnu Hajar membenarkan bahwa riwayat tersebut adalah mauquf, artinya itu adalah ucapan sahabat. Ibnu Hajar menambahkan: Hadits tersebut munqathi' (terputus jalur sanadnya).
Dalam riwayat Aisyah ra. yang ditakhrij oleh ad-Daruquthni terdapat nama Muhammad bin al-Azhar yang didustakan oleh Ahmad.
Ibnu as-Shalah berkata: Ketika hadits didhaifkan banyak orang, maka banyaknya jalur periyawatan tidak bisa menolongnya.
Dengan demikian, hadits-hadits ini tidak benar untuk dijadikan sebagai dalil atas wajibnya mengusap dua telinga.
As-Syaukani berkata: “Aku menerima bahwa hadits-hadits tersebut tidak bisa menjadi sandaran pendapat yang mewajibkan mengusap dua telinga. Yang tepat itu hanya sekedar anjuran, sehingga tidak bisa dipahami sebagai sebuah kewajiban kecuali dengan dalil yang kokoh. Ketika tanpa dalil, maka ucapan ini sama dengan kebohongan kepada Allah Swt. dengan menyatakan sesuatu yang tidak difirmankan-Nya.”
Riwayat kedua yang ditakhrij oleh Ahmad itu tidak mewajibkan mengusap dua telinga. Ibnu Qudamah menyatakan dalam kitab al-Mughni: Al-Khallal berkata: “Mereka semua menceritakan dari Ahmad tentang orang yang tidak mengusap dua telinga, baik sengaja ataupun lupa, bahwa wudhunya itu sudah cukup. Hal ini karena kedua telinga itu disertakan pada kepala, padahal ketika disebutkan kata “kepala” tidak bisa dipahami bahwa kedua telinga sudah termasuk ke dalamnya. Keduanya tidak mirip dengan bagian kepala lainnya. Karena itu, mengusap keduanya tidak bisa diwakili dengan hanya mengusap wajah oleh orang yang hanya mengusap satu bagian darinya, lebih baik keduanya diusap bersama degan wajah.” Ini menunjukkan bahwa Ahmad menganjurkan mengusap kedua telinga, tidak mewajibkannya.

Masalah

Tidak ada hadits shahih dan hasan yang layak digunakan sebagai hujjah dalam masalah mengusap leher. Hadits yang diriwayatkan dari Thalhah bin Musharrif, dari ayahnya, dari kakeknya:

“Bahwasanya dia melihat Rasulullah Saw. mengusap kepalanya hingga mencapai al-qudzal dan bagian depan lehernya satu kali usapan. Dia berkata: Al-Qudzal itu adalah leher bagian belakang.” (HR. Ahmad)

Di dalam hadits ini adalah Laits bin Abi Salim, dia seorang dhaif. Ibnu Hibban berkata: Laits itu suka membalik sanad, memarfu’kan hadits mursal, dan menyampaikan sesuatu dari orang-orang tsiqah tetapi tidak seperti yang mereka sampaikan, selain itu, Ibnu al-Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Ma'in dan Ahmad menuduhnya berdusta.
An-Nawawi berkata: Para ulama bersepakat bahwa dia seorang dhaif.
Sedangkan hadits yang dibenarkan oleh al-Bani yang berasal dari al-Juwaini dan al-Ghazali: “Mengusap leher itu untuk menjaga dari dengki,” maka hadits ini telah dikomentari oleh Ibnu as-Shalah: “Hadits ini tidak diketahui berasal dari Nabi Saw., kalimat seperti itu hanya ucapan sebagian salaf.” An-Nawawi berkata: “Ini merupakan hadits maudhu.”
An-Nawawi berkata: “Tidak ada satupun hadits shahih dari Nabi terkait persoalan mengusap leher.” Dia menambahkan: “Mengusap leher itu bukan Sunnah melainkan bid'ah.”
Ibnul Qayyim berkata: “Tidak ada hadits shahih sama sekali tentang mengusap leher.” Karena itu mengusap leher tidak disyariatkan, bukan wajib, bukan pula sunah, sehingga harus ditinggalkan.

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam