Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 19 September 2017

Dalil Sunah Membasuh Dua Telapak Tangan Dalam Wudhu



3. Membasuh Dua Telapak Tangan

Maksudnya membasuh dua telapak tangan sebelum berkumur-kumur, hukumnya adalah sunah berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aus bin Hudzaifah at-Tsaqafi dia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. berwudhu, dan beliau membasuh dua telapak tangannya tiga kali.” (HR. Ahmad dan an-Nasai, sanad hadits berstatus jayyid)

Juga berdasarkan hadits Humran, pelayan Utsman, yang telah kami sebutkan sebelumnya:

“Beliau membasuh dua telapak tangannya tiga kali.”

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan Abdullah al-Anshari yang juga telah kami sebutkan sebelumnya:

“Dia lalu menuangkan air ke atas kedua tapak tangan dan membasuhnya sebanyak tiga kali.”

Dalil yang menunjukkan bahwa hadits-hadits ini memberi pengertian sunah, bukan wajib, adalah firman Allah Swt.:

“Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu.”

Ayat tersebut memerintahkan memulai dengan membasuh wajah, tidak memerintahkan membasuh dua telapak tangan. Artinya, ayat al-Qur'an tersebut tidak memasukkan membasuh dua telapak tangan dalam wudhu yang cukup (mujzi), sehingga ini menunjukkan membasuh dua telapak tangan tidak wajib hukumnya. Mereka yang berpendapat seperti ini adalah Abu Hanifah, Malik, as-Syafi'i, Atha, Ishaq, Ibnul Mundzir dan Ibnu Qudamah.

Dalil yang biasa digunakan para fuqaha untuk mengharuskan membasuh dua telapak tangan adalah hadits yang diriwayatkan Muslim, Bukhari, dan para penyusun kitab as-Sunan dari jalur Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Saw. bersabda:

“Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya -dan dalam riwayat Tirmidzi dan Ibnu Majah ada tambahan di waktu malam- maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam wadah hingga dia membasuhnya tiga kali, karena sesungguhnya dia tidak mengetahui di manakah tangannya berada.”

Tetapi dalam riwayat Bukhari tidak ada penyebutan bilangan tiga kali.

Dampak dari istidlal ini adalah perbedaan pendapat di antara mereka tentang hukum membasuh dua telapak tangan dalam wudhu. Beberapa orang yang telah kami sebutkan berpendapat bahwa hukumnya sunah, karena alasan membasuh dua telapak tangan dalam hadits ini adalah kekhawatiran memegang benda najis, sehingga mengalihkan tuntutan dari wajib menjadi sunah.
Sedangkan Ahmad, Ibnu Umar, Abu Hurairah, dan al-Hasan al-Bashri berpendapat bahwa hukum membasuh dua telapak tangan itu wajib dengan argumentasi hadits ini, karena bagi mereka, perintah itu meniscayakan hukum wajib, sedangkan larangan meniscayakan hukum haram. Di dalam hadits ini ada larangan mencelupkan dua telapak tangan ke dalam air sebelum membasuhnya tiga kali, sehingga membasuh dua telapak tangan dalam wudhu itu wajib hukumnya. Pendapat mereka ini jauh dari kebenaran.
Karena yang benar adalah hadits ini, pada prinsipnya tidak bisa digunakan sebagai dalil dalam persoalan ini, tiada lain karena hadits tersebut tidak membahas persoalan wudhu. Karena itu, perbedaan pendapat (ikhtilaf) di antara mereka dalam perkara ini sebenarnya merupakan ikhtilaf yang tidak pada tempatnya. Hadits ini berkaitan dengan masalah bangun tidur. Lafadz-lafadz haditsnya dengan jelas menyebutkan hal itu. Hadits ini tidak sedang menyampaikan persoalan wudhu. Karena itu kita tidak beristidlal dengan hadits ini dalam pembahasan wudhu, kita harus membatasi pendalilan hanya dengan beberapa hadits yang telah disebutkan di atas saja.

Mengenai hadits yang diriwayatkan as-Syafi'i:

“Hendaknya dia membasuh dua telapak tangannya sebelum dimasukkan dalam air wudhunya.”

Dan yang diriwayatkan Ibnu Majah:

“Maka janganlah dia memasukkan telapak tangannya ke dalam air wudhunya hingga dia membasuhnya.”

Dua hadits ini tidak merubah apapun dari perkara ini, di mana keduanya tetap tidak bisa ditarik untuk membahas persoalan wudhu. Lafadz hadits seperti ini menunjukkan bahwa seorang Muslim harus mencuci dua telapak tangannya ketika bangun tidur. Dan membasuh kedua telapak tangan itu dilakukan sebelum memulai wudhu, dengan pengertian yang lain, bahwa orang yang hendak berwudhu dan mencelupkan kedua telapak tangannya di dalam air yang disediakan untuk berwudhu itu harus sudah mencuci dua telapak tangannya itu sebelumnya.
Kata wadhuu (air wudhu) yang ada dalam hadits ini tidak bisa dialihkan dari basuhan dua telapak setelah bangun tidur menjadi basuhan dua telapak tangan dalam wudhu. Membasuh dua telapak tangan atau dua tangan dalam hadits ini bukan atau berbeda dengan membasuh dua telapak tangan yang disebutkan dalam hadits-hadits wudhu yang kami sebutkan di atas, satu sama lain berbeda konteksnya.

Kami tidak ingin masuk terlalu jauh dalam pusaran perbedaan pendapat dan istinbath para fuqaha yang diakibatkan hadits ini, seperti membasuh dua telapak tangan itu adalah ibadah yang membutuhkan niat, atau ini hanya untuk membersihkan telapak tangan karena diduga memegang najis sehingga tidak membutuhkan niat, atau apakah hadits ini terkait dengan tidur waktu malam saja sehingga harus dibatasi dengannya, ataukah berlaku umum untuk semua tidur? Dan apakah orang yang mencelupkan tangannya ke dalam air sebelum membasuhnya itu bisa menajisi air tersebut atau tidak? Dan berbagai pendapat lainnya yang diperselisihkan para fuqaha. Semua ini tidak mendorong kami ikut-ikutan membahasnya. Jika memang dipaksa untuk menyampaikan pernyataan dalam persoalan tersebut, maka kami katakan bahwa hadits ini hanya membahas masalah membasuh dua telapak tangan ketika bangun dari tidur, kapanpun tidur itu dilakukan, tidak ada perbedaan antara tidur di waktu malam dan tidur siang, dan orang yang mencelupkan tangannya ke dalam wadah tidak akan menajisi air tersebut dan tidak berdosa. 'Illat (sebab) yang ada dalam kalimat:

“Karena sesungguhnya dia tidak mengetahui di manakah tangannya berada.”

seperti ini berlaku umum untuk semua tidur. Ini merupakan penjelasan sebab dugaan memegang najis, bukan penjelasan sebab nyata terlihatnya najis. Pada prinsipnya, suatu benda itu suci, tidak bisa dihukumi najis kecuali dengan kenyataan dan keyakinan.

Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam