Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 20 Agustus 2017

Hukum Seputar Air


BAB SATU

HUKUM SEPUTAR AIR

Allah Swt. telah menciptakan bumi dan menutupi sepertiganya dengan air. Allah Swt. menciptakan hewan dan tumbuh-tumbuhan -keduanya merupakan makanan bagi manusia- dari air. Allah Swt. menempatkan manusia pada puncak (tingkatan tertinggi) dari semua makhluk yang diciptakan-Nya dan menjadikan tiga perempat bagian tubuh manusia berupa air. Mahabenar Allah Swt. ketika Dia berfirman:

“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup.” (TQS. al-Anbiya [21]: 30)

Allah Swt. telah memuliakan air, ketika menjadikan air sebagai poros kehidupan di bumi, menjadikan air sebagai sesuatu yang suci, dan menghubungkan berbagai macam ibadah dengan air dan keberadaan air. Dengan air itulah seorang Muslim menghilangkan junubnya, dengan air itu pula seorang Muslim berwudhu untuk menyempurnakan kesuciannya dari dua hadats, sehingga memungkinkan dirinya berdiri di hadapan Allah Swt. dalam ibadah yang paling agung, yakni shalat, melakukan thawaf dalam ibadah hajinya di seputar Ka’bah yang dimulai dari Hajar Aswad, dan memungkinkan dirinya bisa menyentuh mushaf yang mulia. Dengan air itu pula, seorang Muslim menghilangkan sebagian besar najis yang mengenai dirinya, serta dengan air itu pula dia membersihkan tubuhnya, bajunya, dan segala sesuatu miliknya.

Ketika persoalan thaharah terkait erat dengan air, maka Allah Swt. telah menjadikan air itu seluruhnya sebagai benda yang suci. Air hujan itu suci berdasarkan firman Allah Swt.:

“Dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan hujan itu.” (TQS. al-Anfal [8]: 11)

Dan firman-Nya:

“Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih.” (TQS. al-Furqan [25]:48)

Air laut juga suci, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya dia berkata:

“Seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah Saw., dia berkata: Kami berlayar di lautan, kami membawa sedikit air, kalau kami berwudhu menggunakan air tersebut niscaya kami akan kehausan, apakah kami boleh berwudhu dengan air laut? Dia berkata: Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Air laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR. Ahmad, Malik, Abu Dawud, an-Nasai dan Tirmidzi)

Hadits ini dishahihkan oleh Bukhari, Tirmidzi dan selainnya.

Air telaga dan air dari mata air itu suci, berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri:

“Ditanyakan kepada Rasulullah Saw.: Apakah kami boleh berwudhu dengan air dari telaga Budha'ah -Budha'ah itu sebuah telaga di mana darah haid, daging anjing, dan segala sesuatu yang busuk dibuang ke dalamnya- maka Rasulullah Saw. bersabda: “Air itu suci, tidak dinajisi oleh sesuatupun.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Hadits tersebut dihasankan oleh Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Ahmad dan Yahya bin Malin.

Yang dimaksud dengan at-thahur itu adalah bendanya itu sendiri suci sekaligus bisa mensucikan benda yang lain (suci mensucikan-pen.), sehingga sabda Rasulullah Saw.: “air itu suci, tidak dinajisi oleh sesuatupun” itu bersifat umum untuk segala jenis air, baik air bersih yang turun dari langit, atau air yang sudah tercampur dengan garam yang ada di lautan, atau air yang sudah dilekati ganggang/lumut dan tanah di sepanjang aliran mata air dan sungai, selama benda tersebut masih menyandang sebutan sebagai air. Karena itu, hukum asal air itu adalah bahwa seluruh air itu suci, dan tidak ada satu jenis air pun yang keluar dari kesuciannya. Inilah hukum tentang air, hal ini karena tidak ada satu pun karakter lain yang disebutkan dalam nash-nash untuk air dari sisi kesuciannya.

Terdapat dua kondisi yang bisa mengeluarkan air dari status sucinya. Pertama: ketika air tersebut bercampur dengan satu atau beberapa material benda sampai pada kondisi tidak bisa disebut air lagi karena hilangnya salah satu sifat air, di mana campuran yang baru itu tidak bisa disebut air lagi, melainkan menjadi sesuatu yang baru yang bukan air. Saat itulah air tersebut menjadi tidak thahur (tidak lagi suci dan mensucikan-pen.), karena tidak bisa dipandang sebagai air dilihat dari sisi nama/istilah dan sifatnya. Kedua, terdapat nash syara’ yang mengecualikan satu kondisi saja dari beberapa kondisi kesucian air -walaupun tetap benda tersebut disebut air- yakni hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., bahwasanya dia berkata:

“Aku mendengar Rasulullah Saw. ketika ditanya tentang air yang ada di tanah lapang dan air yang suka didatangi oleh binatang buas dan hewan tunggangan. Dia berkata: Rasulullah Saw. menjawab: “Jika air itu dua qullah, maka tidak akan mengandung kotoran (najis).” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan al-Hakim.

Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dituturkan dengan frase:

“Air tersebut tidak dinajisi sesuatupun.”

Dan dalam hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dituturkan dengan frase:

“Maka sesungguhnya air tersebut tidak najis.”

Sehingga hanya satu kondisi saja yang dikecualikan dari beberapa kondisi air tersebut, yakni ketika air tersebut kurang dari dua qullah dan kemudian (air yang kurang dari dua qullah itu) terkena benda najis. Maka dalam satu kondisi ini saja, air akan kehilangan status sucinya sehingga menjadi benda najis, yakni secara langsung berubah dari benda yang suci menjadi benda najis. Dengan demikian, air yang tidak dalam dua kondisi di atas itulah yang tetap dalam kondisi suci mensucikan, sedangkan kondisi menjadi najis itu hanya merupakan pengecualian.

Inilah gambaran sederhana beberapa hukum tentang air. Air itu thahur (suci dan mensucikan) selama masih menyandang istilah air (disebut air, pen.). Air tidak kehilangan status sucinya itu kecuali dalam satu kondisi saja, yakni ketika kurang dari dua qullah, kemudian (yang kurang dari dua qullah tersebut) terkena benda najis. Dalam kondisi inilah air itu kehilangan karakter suci dan mensucikan, karena saat itu air tersebut menjadi benda najis. Selain dalam kondisi ini, air tersebut tetap thahur (suci dan mensucikan), dan layak digunakan untuk mandi junub, berwudhu, dan menghilangkan najis.

Pendapat para ahli fiqih telah demikian bercabang dan sangat beragam dalam masalah ini. Dan dalam kesempatan ini kami ingin menunjukkan semua pendapat tersebut -dengan izin Allah- dan membahasnya, hingga kita bisa mengetahui pendapat yang shahih dan membuang pendapat yang salah.

Para fuqaha mengatakan: air itu memiliki beberapa jenis. Ada air at-thahur (suci dan mensucikan), ada air at-thahir (yang suci saja), ada air najis, ada air musta’mal (air yang sudah digunakan) tetapi tetap suci mensucikan, ada yang musta’mal tetapi tetap suci, ada air musta’mal yang najis. Sehingga para fuqaha menetapkan ada enam kategori air. Padahal yang sebenarnya, air itu hanya dua kategori saja.




Sumber: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam