Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 01 Agustus 2017

Dalil Hukum Iqamat Dan Lafadz Iqamat


Iqamat: Hukum dan Lafadznya

Hukum iqamat serupa dengan hukum adzan, yaitu fardhu kifayah atas penduduk daerah, dan disunahkan bagi mereka yang berada di luar batas daerah, seperti para musafir, para petani, penggembala, dan yang bertamasya. Dari Abu Darda ra., ia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:

“Tidaklah tiga orang yang berada di suatu desa atau satu pemukiman di tengah sahara, lalu tidak dikumandangkan iqamat untuk shalat di tengah mereka, kecuali setan telah menguasai mereka, karena itu engkau harus berjamaah.” (HR. al-Hakim, Abu Dawud, an-Nasai dan al-Baihaqi)

Ahmad meriwayatkan dengan redaksi:

“Tidaklah tiga orang di suatu desa, lalu tidak dikumandangkan adzan dan iqamat untuk shalat di suatu desa, kecuali mereka telah dikuasai oleh setan…”

Dan dalam hadits yang ketiga yang diriwayatkan oleh Ahmad terdapat kalimat:

“Tidaklah ada dari lima rumah, kemudian tidak dikumandangkan adzan dan iqamat untuk shalat di tengah-tengah mereka, kecuali mereka telah dikuasai oleh setan. Dan sesungguhnya serigala itu menangkap buruan yang menyendiri, karena itu engkau harus berada di kota-kota...”

Dalam hadits-hadits di atas telah disebutkan kalimat-kalimat berikut:

“di dalam satu desa atau dalam pemukiman di tengah sahara”, “di dalam satu desa”, “pada lima rumah”; semua kata ini menunjukkan pada orang-orang yang tinggal di negeri atau yang tinggal di pemukiman-pemukiman sahara. Inilah batasan yang harus dipahami dan dijadikan pegangan.
Kemudian dalam dua dari tiga nash di atas terdapat satu perintah antara adzan dan iqamat, sehingga keduanya harus dipandang memiliki hukum yang sama, karena tidak adanya qarinah atau indikasi yang membedakan keduanya dari sisi hukum.

Disunahkan ada jeda antara adzan dan iqamat berupa duduk sejenak, dan keduanya tidak dilakukan secara langsung. Barangsiapa yang ingin mengumandangkan iqamat, maka disunahkan baginya untuk berdiam sejenak setelah selesai mengumandangkan adzan. Dari Ibnu Abi Laila -dengan redaksi hadits yang cukup panjang- ia berkata:

“Dan para sahabat kami telah menceritakan kepada kami... lalu datanglah seorang laki-laki dari kalangan Anshar dan ia berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika aku pulang karena melihat besarnya keinginan engkau (perlunya ada orang yang menyerukan shalat), aku bermimpi melihat seorang lelaki seolah-olah dia memakai dua pakaian yang berwarna hijau, lalu dia berdiri di masjid dan mengumandangkan adzan, kemudian duduk sejenak, setelah itu dia berdiri lagi dan mengucapkan kalimat serupa, tetapi dia (menambahkan dengan) mengucapkan kalimat qad qaamatis shalat... maka Rasulullah Saw. bersabda: “'Sesungguhnya Allah Swt. telah memperlihatkan kebaikan kepadamu...” (HR. Abu Dawud)

Di dalam hadits tersebut disebut: “kemudian duduk sejenak” di antara adzan dan iqamat.

Iqamat dilaksanakan dengan cepat tanpa perlu memanjangkannya. Hal ini berdasarkan hadits dari Ali bin Abi Thalib ra. yang telah kami sebutkan dalam pembahasan “hal ihwal muadzin”, dan di dalamnya disebutkan “dan kami memendekkan iqamat”, yakni mempercepat pengucapannya.

Barangsiapa yang hendak melaksanakan shalat yang luput, baik secara munfarid ataupun dalam satu jamaah, maka sunnah baginya untuk mengumandangkan iqamat saja, tidak disunahkan mengumandangkan adzan agar orang tidak terkelabui dan kebingungan seputar waktu shalat, kecuali jika dia berada di tengah padang maka hal itu disunahkan. Apabila shalat yang luput itu berbilang, maka iqamat shalat pun berbilang. Dari Abu Said ra., ia berkata:

“Kami tertahan pada Perang Khandaq dari beberapa shalat hingga lewatlah sebagian waktu setelah maghrib… Nabi Saw. memerintahkan Bilal, maka Bilal beriqamat shalat dhuhur, kemudian beliau Saw. shalat dhuhur sebagaimana shalat pada waktunya. Setelah itu Bilal beriqamat untuk shalat ashar, lalu Nabi melaksanakan shalat ashar sebagaimana shalat pada waktunya. Dan Bilal kemudian beriqamat untuk shalat maghrib dan Nabi Saw. melaksanakan shalat maghrib sebagaimana shalat pada waktunya.” (HR. Ahmad, an-Nasai dan Ibnu Khuzaimah)

Hadits ini telah disebutkan dalam bab pertama.

Terkait lafadz iqamat, maka para imam berbeda pendapat dalam hal itu. Imam Malik berpegang pada hadits Anas:

“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menurut para penganut madzhab Hanafi, dan di antaranya adalah Imam at-Tsauri, mereka berkata bahwa lafadz iqamat itu adalah lafadz adzan itu sendiri dengan tambahan kalimat “qad qaamatis shalat” sebanyak dua kali, sehingga jumlah kalimat iqamat -menurut mereka ada tujuh belas kalimat.

Mereka telah melandaskan pendapat mereka pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Ibnu Abi Laila dari Muadz bin Jabal ra., dia berkata:

“Shalat itu mengalami tiga kondisi, dan puasa juga mengalami tiga kondisi -Nashr (bin al-Muhajir) kemudian menceritakan hadits ini dengan redaksi yang panjang, dan Ibnu Mutsanna mendengar cerita darinya tentang shalat kaum Muslim ketika masih menghadap Baitul Maqdis saja- ia berkata: kondisi ketiga adalah bahwa Rasulullah Saw. tiba di Madinah kemudian melaksanakan shalat yakni menghadap Baitul Maqdis selama tiga belas bulan, kemudian Allah Swt. menurunkan ayat ini: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. (TQS. al-Baqarah: 144). Lalu Allah Swt. memerintahkan beliau Saw. untuk mengarahkan wajahnya ke Ka'bah, dan selesailah ceritanya tentang itu. Nashr menceritakan orang yang memperoleh mimpi tersebut, ia berkata: Kemudian datanglah Abdullah bin Zaid, ia seorang laki-laki dari kalangan Anshar, dan di dalamnya ia berkata: Maka ia menghadap kiblat, kemudian mengucapkan:

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah,
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Mari melaksanakan shalat 2x
Mari meraih kebahagiaan 2x
Allah Maha Besar, Allah Maha Besar
Tidak ada tuhan selain Allah

Kemudian dia terdiam sejenak, lalu berdiri dan mengucapkan semisal yang pertama, tetapi sesungguhnya dia berkata: Dia menambahkan setelah mengucapkan “mari kita meraih kebahagiaan” dengan kalimat ”shalat telah ditegakkan, shalat telah ditegakkan.” Ia berkata: Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Diktekanlah kalimat-kalimat tadi pada Bilal.” Maka Bilal mengumandangkan adzan dengan kalimat tadi...”

Dan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Abdurrahman bin Abi Laila, ia berkata:

“Para sahabat Rasulullah Saw. telah menceritakan kepada kami bahwa Abdullah bin Zaid al-Anshari telah datang menemui Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku bermimpi dalam tidurku ada seorang laki-laki yang berdiri dan dia memakai dua kain yang berwarna hijau di samping dinding, lalu dia mengumandangkan adzan dua kali-dua kali, dan iqamat dua-dua. Setelah itu dia duduk satu kali. Ia berkata: Dan Bilal mendengar hal itu, lalu ia berdiri dan mengumandangkan adzan dua-dua, dan iqamat dua, kemudian dia duduk satu kali.”

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Mahdzurah, ia berkata:

“Rasulullah Saw. mengajariku adzan sembilan belas kalimat, dan iqamat tujuh belas kalimat. Adzan tersebut adalah:

Allah Maha Besar 4x
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah 2x
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah 2x
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah 2x
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah 2x
Mari melaksanakan shalat 2x
Mari meraih kebahagiaan 2x
Allah Maha Besar 2x
Tidak ada tuhan selain Allah.

Dan kalimat iqamat berjumlah tujuh belas kalimat, yaitu:

Allah Maha Besar 4x
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah 2x
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah 2x
Mari melaksanakan shalat 2x
Mari meraih kebahagiaan 2x
Sungguh telah didirikan shalat 2x
Allah Maha Besar 2x
Tidak ada tuhan selain Allah.”

Begitu pula berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu Mahdzurah:

“Bahwa Nabi Saw. mengajarinya adzan sembilan belas kalimat dan iqamat tujuh belas kalimat.”

Maka saya perlu katakan: pendapat para ulama madzhab Malikiyah ketika mereka menyandarkan ucapan “dan dia mengganjilkan iqamat” pada pendapat bahwa kalimat iqamat itu ada sepuluh, hal ini tertolak berdasarkan dua alasan:

a. Sesungguhnya mencukupkan diri pada nash ini dan menggunakannya tanpa melihat pada seluruh nash-nash yang ada -yang menyebutkan kalimat iqamat- menjadikan hukum yang dihasilkan berpeluang mengandung kekeliruan, bahkan bisa keliru sama sekali. Ini karena para penganut madzhab Maliki yang berpegang pada nash ini berpandangan untuk mengucapkan takbir dua kali: Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, bertentangan dengan nash itu sendiri. Mengapa mereka menerapkan nash ini pada kalimat: “shalat telah ditegakkan”, tetapi tidak menerapkannya pada kalimat “Allah Maha Besar”?

b. Memang benar bahwa hadits ini telah diriwayatkan dengan redaksi yang kami sebutkan di atas, akan tetapi Bukhari dan Muslim yang juga meriwayatkan nash ini telah meriwayatkan hadits yang sama dengan tambahan “kecuali kalimat qad qamatis shalat”. Dalam riwayat Bukhari dari Anas ra.:

“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat kecuali kalimat qad qamatis shalat.”

Juga dalam riwayat Bukhari yang lain dari Anas ra.:

“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat. Ismail berkata: Kemudian aku ceritakan kepada Ayub, maka ia berkata: Kecuali kalimat qad qamatis shalat.”

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ada tambahan:

“Yahya menambahkan dalam haditsnya dari Ibnu Ulayyah: Lalu aku ceritakan hal itu kepada Ayub, maka dia berkata: Kecuali kalimat qad qamatis shalat.”

Dengan demikian maka kalimat iqamat berdasarkan nash-nash ini berjumlah sebelas kalimat.

Adapun pendapat para pengikut madzhab Hanafi, maka pendapat mereka tertolak dengan beberapa alasan:

a. Tentang hadits Abu Dawud, sesungguhnya kalimat iqamat yang ada di dalam hadits-hadits tersebut berjumlah lima belas kalimat, sedangkan dalam hadits Ibnu Majah kalimat iqamat berjumlah tujuh belas kalimat, maka dengan bilangan manakah mereka berpegang dari dua hadits tersebut?
Hadits Abu Dawud ini dikomentari oleh Kamaluddin yang dikenal dengan panggilan Ibnu al-Hammam al-Hanafi sebagai berikut: “Sesungguhnya Ibnu Abi Laila tidak bertemu dengan Muadz, walaupun menurut kami haditsnya bisa dijadikan hujjah”, dan ini merupakan pernyataan yang sangat mengherankan.

b. Redaksi iqamat menurut Abu Mahdzurah: “iqamat itu berjumlah genap, bukan ganjil”, tentu ini menyalahi riwayat-riwayat lain yang shahih dan berjumlah banyak, yang menyatakan bahwa iqamat itu ganjil. Dari Anas ia berkata:

“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat, kecuali kalimat qad qamatis shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dari Ibnu Umar ia berkata:

“Sesungguhnya adzan di masa Rasulullah Saw. itu dua kali dan iqamat itu satu kali, selain ucapan: qad qamatis shalat, qad qamatis shalat. Jika kami mendengar panggilan itu, maka kami berwudhu dan berangkat (untuk shalat).” (HR. Ibnu Khuzaimah, Ahmad, an-Nasai, Abu Dawud dan Ibnu Hibban)

c. Hadits Ibnu Abi Syaibah yang menyebutkan bahwa Bilal beriqamat secara genap, hal ini bertentangan dengan hadits-hadits yang banyak yang menyebutkan bahwasanya Bilal beriqamat secara ganjil. Dan perbuatan Bilal ini terus dilakukan sepanjang masa Rasulullah Saw. Itu berarti, tindakan tersebut tidak mengambil riwayat ini seraya meninggalkan riwayat lain yang shahih yang menyatakan hal sebaliknya.
Perlu saya sebutkan pernyataan Ibnu al-Atsir: “al-Khaththabi berkata… keturunan Abi Mahdzurah -yakni mereka yang kemudian mengumandangkan adzan di Makkah- senantiasa mengganjilkan iqamat dan menceritakan hal itu dari kakek mereka”, jika pernyataan ini benar, maka ini menjadi sesuatu yang ada dalam ranah perbedaan.

Sesungguhnya bentuk iqamat yang benar dan rajih adalah sebelas kalimat, sehingga bentuk ini wajib dipegang dan digunakan, yakni:

Allah Maha Besar 2x
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Mari melaksanakan shalat
Mari meraih kebahagiaan
Telah didirikan shalat 2x
Allah Maha Besar 2x
Tidak ada tuhan selain Allah.

Dari Anas ra., ia berkata:

“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan iqamat, kecuali kalimat qad qamatis shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan berpegang pada tuntutan perintah ini, maka kalimat iqamat itu ada sebelas kalimat. Dan di dalam hadits Abdullah bin Zaid ra. yang kami sebutkan dalam topik “kewajiban adzan dan lafadz-lafadznya” terdapat ungkapan:


”...Engkau ucapkan jika shalat hendak didirikan:
Allah Maha Besar 2x
Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Allah
Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah
Mari melaksanakan shalat
Mari meraih kebahagiaan
Telah didirikan shalat 2x
Allah Maha Besar 2x
Tidak ada tuhan selain Allah.”

Dan jumlah kalimatnya ada sebelas.

Yang berpegang pada pendapat ini adalah Imam Syafi’i, Ahmad, al-Auza’i, Ishaq, Abu Tsaur dan Dawud.

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam