Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 15 Juli 2017

Dalil Mengucapkan Salam Mengakhiri Shalat



Mengucapkan Salam Dalam Shalat

Jika mushalli selesai dari tasyahud yang wajib, dan dari mengucapkan shalawat kepada Rasulullah Saw. dan berta'awwudz serta berdoa -yang hukumnya sunat dan dianjurkan-, maka dia bisa keluar dari shalatnya dengan mengucap salam ke sebelah kanan, ini hukumnya wajib; dan mengucap salam ke sebelah kiri, ini hukumnya sunat dan dianjurkan saja. Dari Ali bin Abi Thalib ra. ia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Kunci shalat adalah bersuci, tahrimnya adalah takbir, dan tahlilnya (yang menghalalkannya) adalah mengucapkan salam.” (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Abu Dawud)

Hadits ini sebelumnya telah disebutkan dalam pembahasan “hukum takbiratul ihram.” Ucapan: “tahrimnya adalah takbir”, artinya bahwa seluruh perbuatan dan ucapan selain perbuatan dan ucapan shalat menjadi haram hukumnya dengan bertakbiratul ihram. Sedangkan ucapan: “tahlilnya adalah salam”, artinya seluruh yang diharamkan sepanjang shalat, baik perbuatan ataupun ucapan, kembali menjadi halal dengan mengucap salam. Makna ini sendiri membentuk satu indikasi wajibnya mengucap salam. Namun, saya tidak menemukan satu hadits atau satu atsar yang menyebutkan Rasulullah Saw. dan para sahabat telah keluar dari shalatnya tanpa menutupnya dengan salam, sehingga mengucap salam itu menjadi wajib, dan shalat tidak ditutup kecuali dengannya, dan tidak boleh meninggalkannya.

Mengucap salam itu ada dua: pertama ke sebelah kanan, kedua ke sebelah kiri. Pada keduanya ada ucapan: assalamu 'alaikum wa rahmatullah. Dari Saad ra. ia berkata:

“Aku melihat Rasulullah Saw. mengucap salam ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri hingga aku melihat pipinya yang putih.” (HR. Muslim, Ibnu Abi Syaibah, dan Ahmad)

Dan Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan

“Bahwa Nabi Saw. mengucap salam ke sebelah kanan dan ke sebelah kirinya: assalamu 'alaikum wa rahmatullah, assalamu 'alaikum wa rahmatullah, hingga terlihat atau kami melihat dua pipinya yang putih.” (HR. Ahmad)

Tirmidzi, Ibnu Hibban, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan hadits serupa dengan redaksi yang beragam. Dan an-Nasai meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Aku melihat Rasulullah Saw. bertakbir ketika beliau turun, bangkit, berdiri dan duduk, dan mengucap salam ke sebelah kanan dan ke sebelah kirinya: assalamu 'alaikum wa rahmatullah, assalamu 'alaikum wa rahmatullah, hingga terlihat putih pipinya, dan aku melihat Abu Bakar dan Umar ra. melakukan hal itu.”

Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dari jalur al-Barra ra.:

“Bahwa Nabi Saw. bersalam ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri, (dan mengucap) assalamu 'alaikum wa rahmatullah hingga terlihat putih pipinya.”

An-Nasai meriwayatkan:

“Abdullah bin Umar ditanya tentang shalat Rasulullah Saw., lalu ia berkata: Allah Akbar setiap kali beliau turun, Allah Akbar setiap kali setiap kali beliau bangkit, kemudian mengucapkan: assalamu 'alaikum wa rahmatullah ke sebelah kanannya, dan assalamu 'alaikum wa rahmatullah ke sebelah kirinya.”

Semua nash ini menunjukkan dengan jelas disyariatkannya mengucap salam ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri. Juga menunjukkan bahwa mengucapkan salam dilakukan dalam bentuk: assalamu 'alaikum wa rahmatullah, ke kanan dan ke kiri.

Mengucap salam ke sebelah kanan hukumnya wajib, sedangkan mengucap salam ke sebelah kiri hukumnya sunat dan dianjurkan saja. Dalil atas hal itu adalah hadits yang diriwayatkan Aisyah ra. tentang sifat shalat Rasulullah Saw., ia berkata:

”...Kemudian beliau duduk, bertasyahud dan berdoa, kemudian mengucap salam satu kali: assalamu 'alaikum. Beliau mengeraskan suaranya hingga membangunkan kami…” (HR. Ahmad)

Hadits yang diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., bahwa dia berkata: “Adalah Rasulullah Saw., Abu Bakar dan Umar ra. memulai dengan membaca alhamdu lillahi rabbil ‘alamin dan mengucapkan salam satu kali.” (HR. al-Bazzar). Al-Haitsami berkata: “para perawi hadits ini adalah perawi yang shahih”, dan hadits yang diriwayatkan Anas ra.:

“Bahwa Nabi Saw. bersalam satu kali” (HR. Ibnu Abi Syaibah)

Adanya fakta Nabi Saw. keluar dari shalat dan bertahlil dengan satu kali salam tanpa salam yang kedua ke sebelah kiri menunjukkan dengan jelas tidak wajibnya salam kedua ke sebelah kiri, sehingga jika tahlil shalat tidak terlaksana kecuali dengan dua salam, maka tidak mungkin Rasulullah Saw. keluar dari shalat dengan hanya mengucap satu kali salam saja.

Kami tambahkan pula bahwa selama salam yang kedua itu tidak wajib, dan selama Rasulullah Saw. dan para sahabat itu hampir tidak meninggalkannya, maka kami nyatakan hal itu sebagai sesuatu yang sunat dan sangat dianjurkan, dan kami membatasi yang wajibnya hanya pada salam yang pertama saja ke sebelah kanan.

Banyak riwayat menyebutkan beberapa bentuk salam. Dan riwayat yang paling banyak dan sanadnya paling shahih adalah: “assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”, sehingga saya melihat untuk mengambilnya dan mengamalkannya, serta meninggalkan selainnya berdasarkan dalil-dalil yang telah saya sebutkan. Ada pula riwayat lain yang menyebutkan bentuk salam: “assalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh” diucapkan sekali dalam salam yang pertama, dan sekali yang lain dalam salam yang kedua.

Dari Wail ra. ia berkata:


“Aku shalat bersama Nabi Saw. dan beliau bersalam ke sebelah kanannya: assalamualaikum wa rahmatullah wa barakatuh, dan ke sebelah kirinya: assalamu 'alaikum wa rahmatullah.” (HR. Abu Dawud)

Ini dalam salam pertama.

Abdullah ra. meriwayatkan:

“Bahwa Nabi Saw. bersalam ke sebelah kanannya dan ke sebelah kirinya hingga terlihat putihnya pipi beliau Saw.: assalamu ‘alaikum wa rahmatullah, assalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuh” (HR. Ibnu Hibban)

Dan ini dalam salam kedua. Akan tetapi sanad dua hadits ini memiliki derajat di bawah sanad hadits-hadits sebelumnya, dari segi kekuatan dan keshahihannya.

Ada pula riwayat yang menyebutkan bentuk: “assalamu 'alaikum” saja tanpa “wa rahmatullah” dan tanpa “wa barakatuh.” Sebelumnya telah kami sebutkan satu hadits Aisyah ra. yang diriwayatkan oleh Ahmad, di dalamnya disebutkan:

”…Kemudian mengucap salam satu kali: assalamu 'alaikum...”

Dan hadits Jabir bin Samurrah ra., ia berkata:

“Kami mengucapkan di belakang Rasulullah Saw. jika kami bersalam: assalamu 'alaikum. Salah seorang dari kami memberi isyarat dengan tangannya ke sebelah kanannya dan ke sebelah kirinya…” (HR. Ahmad)

An-Nasai dan Abu Dawud meriwayatkan dengan redaksi yang hampir sama. Tetapi riwayat-riwayat ini berhadapan dengan riwayat Muslim yang di dalamnya disebutkan:

“Adalah kami jika kami melaksanakan shalat bersama Rasulullah Saw. kami mengucapkan: assalamu 'alaikum wa rahmatullah, assalamu 'alaikum wa rahmatullah. Dan dia (melakukan itu) sambil memberi isyarat dengan tangannya ke kedua sisinya.”

Insya Allah hadits ini secara sempurna akan kami sebutkan di depan. Muslim di sini telah menyebutkan bentuk salam yang pertama: “assalamu 'alaikum wa rahmatullah”. Tetapi saya berpendapat bahwa yang meriwayatkan bentuk “assalamu 'alaikum” dalam beberapa riwayat tadi perhatiannya tertuju pada pembahasan memberi isyarat tangan ketika mengucap salam, tidak tertuju pada pembahasan bentuk salam, sehingga cukup menyebut: assalamu 'alaikum, mungkin ini ringkasnya. Karena itu saya ulangi dan saya katakan: sesungguhnya yang paling utama dan paling afdhal adalah mengucap salam ke sebelah kanan dan sebelah kiri dengan bentuk: “assalamu 'alaikum wa rahmatullah.” Perkara ini tetap (dipakai secara) luas bagi kaum Muslim, sehingga boleh-boleh saja bagi mereka untuk bersalam dengan bentuk salam yang manapun.

Tatkala mengucap salam disunahkan untuk sungguh-sungguh dalam menoleh ke kanan dan kiri, sehingga tampak sisi pipinya bagi orang yang duduk di belakangnya. Ini dilakukan dengan menyampaikan pandangan ke arah terjauh sebelah kanan dan terjauh sebelah kiri, tetapi pandangan tersebut tanpa melampaui hingga ke belakang -sebagaimana dilakukan oleh sekelompok orang, di mana hal itu bukan keharusan dan tidak ada asalnya. Sebelumnya telah kami sebutkan satu hadits: “hingga aku melihat putih pipinya”, “hingga terlihat atau kami melihat putih dua pipinya”, “hingga terlihat putih pipinya…” Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan:

“Bahwa Nabi Saw. mengucap salam ke sebelah kanannya: assalamu 'alaikum wa rahmatullah, dan ke sebelah kirinya seperti itu, hingga tampak pada mereka sisi wajahnya” (HR. at-Thabrani)

Disunahkan pula dalam mengucap salam itu secara cepat dalam bersalam dan meringankannya, tanpa memanjangkan atau melamakannya. Ini berbeda dengan apa yang dilakukan banyak imam dan orang shalat saat ini. Ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa dia berkata: “mempercepat salam itu sunat.” Tirmidzi meriwayatkannya secara mauquf pada Abu Hurairah. Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan hadits ini secara marfu pada Nabi Saw., tetapi yang mauquf lebih shahih. Sebab, Abu Dawud setelah meriwayatkan hadits ini dia berkata: “aku mendengar Abu Umair Isa bin Yun us al-Fakhuri ar-Ramli berkata: Tatkala al-Faryabi pulang dari Makkah, dia meninggalkan kemarfu'an hadits ini dan berkata: Ahmad bin Hanbal telah melarangnya memarfu’kan hadits ini.” Al-Faryabi adalah salah seorang perawi hadits Abu Dawud dan Ahmad, sehingga hadits ini mauquf pada Abu Hurairah ra., tetapi seorang sahabat jika menyatakan bahwa melakukan sesuatu itu adalah sunat maka hal tersebut dihukumi marfu’.

Tidak disyariatkan menggerakkan kedua tangan ketika mengucap salam, tidak dengan melambaikannya pada setiap salam dan juga tidak memukulkannya pada kedua paha beberapa pukulan, sebagaimana yang dilakukan oleh kalangan Syiah al-Ja’fariyah. Dari Jabir bin Samurrah ra., ia berkata:

“Adalah kami jika kami shalat bersama Rasulullah Saw. kami mengucapkan: assalamu 'alaikum wa rahmatullah, assalamu 'alaikum wa rahmatullah, dan memberikan isyarat dengan tangan ke dua sisi. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Untuk apa kalian memberikan isyarat dengan dua tangan kalian, itu seolah-olah ekor unta liar yang tidak mau diam? Sesungguhnya cukup bagi kalian meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian mengucap salam kepada saudaranya yang berada di sebelah kanannya dan di sebelah kirinya.” (HR. Muslim)

An-Nasai meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Mengapa mereka itu memberi isyarat dengan tangan-tangan mereka seperti ekor unta liar? Apakah tidak cukup dengan meletakkan tangannya di atas pahanya, kemudian dia bersalam pada saudaranya yang berada di sebelah kanannya dan di sebelah kirinya?”

Dalam riwayat Muslim dan Abu Dawud yang lain disebutkan dengan redaksi, dari Jabir bin Samurrah ia berkata:

“Rasulullah Saw. keluar menemui kami, maka ia berkata: “Mengapa aku melihat kalian mengangkat tangan-tangan kalian seperti ekor unta yang tidak mau diam? Diamlah kalian ketika dalam shalat…”

Ahmad meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Mengapa orang-orang itu memberikan isyarat dengan tangan-tangan mereka seperti ekor unta liar yang tidak mau diam? Apakah salah seorang dari kalian tidak bisa diam dan memberikan isyarat dengan tangannya di atas pahanya, kemudian mengucap salam pada temannya yang berada di sebelah kanannya dan di sebelah kirinya?”

As-Syumus adalah unta yang tidak mau diam, bahkan menggerakkan ekor dan kakinya secara terus-menerus. Dengan demikian, memberi isyarat dengan dua tangan dan melambaikan tangan itu terlarang dilakukan ketika mengucap salam. Dan dalam pembahasan “mengangkat kedua tangan dalam shalat” kami telah menuturkan satu hadits Ahmad dari jalur Ali bin Abi Thalib ra.:

“Dan beliau tidak mengangkat kedua tangannya dalam bagian manapun dari shalatnya ketika beliau dalam keadaan duduk.”

Jadi, isyarat, acungan, lambaian, dan mengangkat kedua tangan, itu tidak disyariatkan dan terlarang dilakukan ketika mengucap salam, selama si mushalli dalam posisi duduk. Untuk menghimpun semua yang dilarang tersebut maka cukuplah ucapan beliau Saw.: “Diamlah kalian ketika dalam shalat”, “tidakkah salah seorang dari kalian bisa diam?” Diam menjadi sesuatu yang dituntut dan disyariatkan, dan menyalahi hal itu dilarang. Tidak ada pengecualian atas semua itu selain ketika menggerakkan ibu jari selama duduk tasyahud dan berdoa dalam posisi meletakkan kedua tangan di atas dua paha. Rincian hal ini telah dipaparkan dalam pembahasan “tasyahud dan bentuk duduknya.”

Mengucap salam diwajibkan atas imam dan atas orang yang shalat sendirian, juga diwajibkan atas para makmum, sehingga ucapan salam imam saja tidak cukup bagi para makmum. Dari ‘Itban ra., ia berkata:

“Kami shalat bersama Nabi Saw. lalu kami mengucap salam ketika beliau mengucap salam.” (HR. Bukhari)

An-Nasai meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“…Lalu Rasulullah Saw. berdiri dan kami berbaris di belakangnya, kemudian beliau Saw. mengucap salam dan kami pun mengucap salam ketika beliau bersalam.”

Bacaan: Tuntunan Shalat Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam