Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 19 Maret 2016

pasukan Muslim berperang melawan pasukan Kerajaan Persia



Pada tahun ke-14 setelah Hijrah, Khalifah Umar bin Khaththab mengumpulkan pasukan Muslim untuk berperang melawan pasukan Kerajaan Persia yang telah mempersiapkan diri melawan pasukan Muslim. Jumlah pasukan Muslim terhitung kecil bila dibandingkan luasnya wilayah Kerajaan Persia dan jumlah penduduknya yang sangat besar.

”Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al-Maidah:3)

Pernyataan jihad telah disebarluaskan ke seluruh wilayah, dan Sa’ad bin Abi Waqash ra ditunjuk sebagai panglima pasukan negara Islam. Beliau memberikan rancangan strategi perang kepada komandan pasukan yang bersiap siaga di garis depan. Khalifah memberikan instruksi agar pasukan Muslim berkemah di Qadisiyah. Sa'ad mematuhi perintah itu; setelah meneliti situasinya, panglima mengirimkan laporan yang rinci kepada Khalifah.

”Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berJihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS. Al-Hujuraat: 15)

Dengan situasi pegunungan di belakang, Khalifah memerintahkan pasukan untuk membentuk formasi tempur sebagaimana biasanya. Khalifah juga menekankan agar sebelum pertempuran dimulai, pasukan Muslim harus mengirimkan duta (utusan) kepada penguasa Persia untuk menyampaikan dakwah Islam. Tak lama kemudian, sekelompok utusan diberangkatkan dan menemui penguasa Persia untuk menyampaikan dakwah Islam. Namun utusan tersebut hanya ditertawakan, dihina, dan dicemooh.

“Sesungguhnya orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang sangat hina.” (QS. Al Mujaadilah: 20)

Duta terakhir yang dikirimkan kaum Muslim atas instruksi Khalifah adalah Mughirah. Setelah turun dari kudanya, Mughirah langsung maju ke depan menuju ke tengah-tengah ruang singgasana dan duduk di samping panglima Persia, Rustam. Tindakan provokatif ini mengundang kemarahan para pembesar Persia, sehingga pengawal kerajaan menarik beliau turun dari tempat duduknya. Maka Mughirah berkata kepada pengawal kerajaan, 'Aku datang bukan karena kehendakku sendiri, tetapi karena undangan dari kalian. Oleh karena itu aku adalah tamu kalian, dan sebagai tamu aku tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini. Bukanlah kebiasaan kami ada seorang yang duduk seperti dewa, sementara yang lain duduk menunduk di depannya seperti budak'. Mughirah meletakkan tangannya di hulu pedangnya, kemudian berkata, Zlika kalian tidak menerima Islam atau membayar jizyah, maka biarlah pedang yang menyelesaikan urusan ini'. Rustum marah besar dan berteriak, 'Demi matahari' Aku akan menghancurkan seluruh Jazirah Arab besok! Demikianlah, Rustam menyatakan perang. Siangnya, seluruh pasukan Persia telah bersiaga; sedangkan Rustum sendiri telah bersiap dengan dua lapis baju perang yang menutupi kepala hingga jemari kakinya. 'Aku akan melumatkan seluruh Arab hingga hancur berkeping-keping', katanya.

“Mereka (kaum kafir) hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka orang-orang yang hina.” (QS. Ash Shaaffaat: 98)

Rustum memang dikenal sebagai panglima perang yang piawai mengatur pasukannya di medan perang. Rustam menempatkan pasukannya dalam tiga belas lapisan, sedangkan di bagian tengah terdapat segerombolan gajah yang dinaiki oleh pasukan yang bersenjata lengkap. Pasukan sayap kanan dan sayap kiri juga diperkuat dengan pasukan gajah di bagian belakangnya. Pasukan Persia sengaja menggunakan pasukan gajah untuk menahan kesatuan Bahilah, yakni pasukan berkuda kaum Muslim yang paling disegani.

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al Baqarah: 212)

Taktik pasukan Persia ini ternyata cukup berhasil. Pasukan “batu hitam' (maksudnya gajah-pen) tentara Persia ini tidak dikenal oleh kuda-kuda pasukan Muslim; bila bertemu dengan gajah-gajah tersebut mereka menjadi panik dan mendadak berlarian kesana kemari. Pasukan infanteri kaum Muslim tetap teguh dan bertahan di garis depan, tetapi serangan pasukan gajah itu juga membuat mereka goyah. Melihat keadaan ini, segera Sa’ad mengeluarkan perintah kepada kabilah Asad untuk menggerakkan kesatuan Bahilah. Begitu mendapat perintah tersebut, panglima kesatuan Bahilah, Tulaiha -seorang pejuang yang termasyhur- berkata kepada pasukannya, 'Anak-anakku, ingatlah bahwa Sa'ad telah mengharapkan bantuan dari kalian'. Terdorong oleh ucapan tersebut, kesatuan ini memacu kuda mereka untuk menyerang pasukan gajah.

“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (QS. Ali 'Imran: 173)

Keberanian dan kelihaian kesatuan Bahilah dalam berperang membuat pasukan gajah tertahan sementara waktu; namun pasukan Persia kemudian meninggalkan kesatuan Bahilah, dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk menyerang pasukan Muslim yang datang membantu. Perubahan strategi pasukan Persia membuat Sa'ad mengeluarkan perintah berikutnya. Sa'ad memerintahkan kesatuan Tamim, yang terdiri dari para pemanah dan pelempar tombak yang piawai, untuk menggunakan kemampuan mereka mematahkan serangan pasukan gajah. Mendengar perintah tersebut, para pemanah dan pelempar tombak menempatkan diri dalam formasi pertempuran, dan segera menghujani pasukan gajah dengan panah dan tombak yang berhasil menjatuhkan para penunggangnya.

“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al Anfaal: 16)

Pertempuran itu terus berlanjut hingga matahari tenggelam. Demikianlah pertempuran hari pertama. Hari berikutnya, pasukan bantuan dari Syria dibagi-bagi oleh Qa’qa’ menjadi beberapa kelompok kecil. Begitu kelompok 'pertama telah terlibat dalam pertempuran, kelompok lainnya muncul dari kejauhan dan kemudian terjun ke medan perang; demikian seterusnya sepanjang hari. Taktik ini ternyata bisa menggentarkan pasukan Persia, karena setiap kali sebuah kelompok terjun ke medan perang, mereka maju sambil meneriakkan takbir keras-keras, Allahu Akbar! Sementara itu, untuk memperlemah serangan pasukan gajah terhadap pasukan Muslim, Qa’qa’ menggunakan gagasan yang sangat cemerlang, Beliau 'mendandani' unta-unta pasukan Muslim dengan beberapa perlengkapan, termasuk dengan menutupi kepala unta dengan jubah, sehingga membuat penampilan unta-unta tersebut tampak aneh dan menakutkan. Siasat tersebut terbukti cukup efektif, terbukti bahwa setiap kali 'gajah palsu' itu lewat, kuda-kuda pasukan Persia mendadak panik sehingga tidak bisa dikendalikan. Itulah pertempuran hari kedua.

“(Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. Al Anfaal: 42)

Hari ketiga, Qa’qa’ menggunakan strategi pertempuran yang berbeda. Ketika malam datang, Qa’qa’ memerintahkan sejumlah kesatuan pasukan berkuda ditemani beberapa orang pasukan infanteri pergi ke beberapa lokasi yang cukup jauh. Dia kemudian memerintahkan agar pada saat fajar menjelang, pasukan pertama memacu kudanya menuju pasukan Persia, kemudian diikuti oleh kelompok-kelompok lain dari berbagai lokasi yang berbeda secara berkesinambungan. Begitu hari terang, pasukan pertama memacu kudanya dengan penuh semangat. Seluruh pasukan Muslim berteriak bersama-sama, Allahu Akbar. Seruan serupa juga datang dari berbagai penjuru tempat pasukan bantuan itu berada. Sementara itu, Hisyam (yang dikirim Abu Ubaidah dari Syria) bersama 700 pasukan berkuda datang pada saat itu pula.

“Hai orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al Anfaal: 45)

Sa'ad yang masih melihat adanya celah akibat serangan pasukan gajah kepada pasukan Muslim, berusaha mencari informasi intelejen mengenai masalah tersebut. Informasi tentang 'monster hitam' dari beberapa orang Persia yang telah memeluk Islam menyebutkan bahwa titik lemah binatang tersebut adalah pada mata dan belalainya. Sa' ad memberikan informasi ini kepada Qa’qa’, Hammal, dan Rabil yang kemudian menyebarluaskannya ke tengah-tengah pasukan Muslim. Pertama-tama Qa'qa' memerintahkan sekelompok pasukan berkuda dan infanteri untuk membentuk barikade di sekeliling gajah-gajah tersebut. Dia dan Asim kemudian melemparkan tombak kepada gajah berwarna putih yang sangat besar. Lemparan tombak kedua orang itu, dengan akurasi yang sangat tinggi, berhasil mengenai kedua mata gajah tersebut. Maka dalam keadaan tersiksa rasa sakit yang teramat sangat, gajah tersebut terhuyung-huyung ke belakang. Tanpa membuang waktu, Qa’qa dengan sekuat tenaga mengayunkan pedangnya menebas belalai gajah tersebut hingga lepas dari kepalanya. ‘Monster’ yang terluka itu kemudian berbalik ke belakang dan berlari tanpa kendali. Gajah-gajah yang lain juga menjadi sasaran serangan yang serupa. Begitu melihat gajah-gajah yang kesakitan itu pergi meninggalkan medan pertempuran, maka gajah-gajah lain segera mengikutinya, sehingga dalam waktu singkat “awan hitam" itu hilang sama sekali. Inilah pertempuran Qadisiyah.

“Dan mereka memohon kemenangan (atas musuh-musuh mereka) dan binasalah semua orang yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala,” (QS. Ibrahim: 15)

dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam