Pada
tahun ke-14 setelah Hijrah, Khalifah Umar bin Khaththab mengumpulkan pasukan
Muslim untuk berperang melawan pasukan Kerajaan Persia yang telah mempersiapkan
diri melawan pasukan Muslim. Jumlah pasukan Muslim terhitung kecil bila
dibandingkan luasnya wilayah Kerajaan Persia dan jumlah penduduknya yang sangat
besar.
”Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu. (QS. Al-Maidah:3)
Pernyataan
jihad telah disebarluaskan ke seluruh wilayah, dan Sa’ad bin Abi Waqash ra
ditunjuk sebagai panglima pasukan negara Islam. Beliau memberikan rancangan
strategi perang kepada komandan pasukan yang bersiap siaga di garis depan.
Khalifah memberikan instruksi agar pasukan Muslim berkemah di Qadisiyah. Sa'ad
mematuhi perintah itu; setelah meneliti situasinya, panglima mengirimkan
laporan yang rinci kepada Khalifah.
”Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berJihad dengan harta dan
jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar. (QS.
Al-Hujuraat: 15)
Dengan
situasi pegunungan di belakang, Khalifah memerintahkan pasukan untuk membentuk
formasi tempur sebagaimana biasanya. Khalifah juga menekankan agar sebelum
pertempuran dimulai, pasukan Muslim harus mengirimkan duta (utusan) kepada
penguasa Persia untuk menyampaikan dakwah Islam. Tak lama kemudian, sekelompok
utusan diberangkatkan dan menemui penguasa Persia untuk menyampaikan dakwah
Islam. Namun utusan tersebut hanya ditertawakan, dihina, dan dicemooh.
“Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, mereka termasuk orang-orang yang
sangat hina.” (QS. Al Mujaadilah: 20)
Duta
terakhir yang dikirimkan kaum Muslim atas instruksi Khalifah adalah Mughirah.
Setelah turun dari kudanya, Mughirah langsung maju ke depan menuju ke
tengah-tengah ruang singgasana dan duduk di samping panglima Persia, Rustam.
Tindakan provokatif ini mengundang kemarahan para pembesar Persia, sehingga
pengawal kerajaan menarik beliau turun dari tempat duduknya. Maka Mughirah
berkata kepada pengawal kerajaan, 'Aku datang bukan karena kehendakku sendiri,
tetapi karena undangan dari kalian. Oleh karena itu aku adalah tamu kalian, dan
sebagai tamu aku tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini. Bukanlah
kebiasaan kami ada seorang yang duduk seperti dewa, sementara yang lain duduk
menunduk di depannya seperti budak'. Mughirah meletakkan tangannya di hulu
pedangnya, kemudian berkata, Zlika kalian tidak menerima Islam atau membayar
jizyah, maka biarlah pedang yang menyelesaikan urusan ini'. Rustum marah besar
dan berteriak, 'Demi matahari' Aku akan menghancurkan seluruh Jazirah Arab
besok! Demikianlah, Rustam menyatakan perang. Siangnya, seluruh pasukan Persia
telah bersiaga; sedangkan Rustum sendiri telah bersiap dengan dua lapis baju
perang yang menutupi kepala hingga jemari kakinya. 'Aku akan melumatkan seluruh
Arab hingga hancur berkeping-keping', katanya.
“Mereka
(kaum kafir) hendak melakukan tipu muslihat kepadanya, maka Kami jadikan mereka
orang-orang yang hina.” (QS. Ash Shaaffaat: 98)
Rustum
memang dikenal sebagai panglima perang yang piawai mengatur pasukannya di medan
perang. Rustam menempatkan pasukannya dalam tiga belas lapisan, sedangkan di
bagian tengah terdapat segerombolan gajah yang dinaiki oleh pasukan yang
bersenjata lengkap. Pasukan sayap kanan dan sayap kiri juga diperkuat dengan
pasukan gajah di bagian belakangnya. Pasukan Persia sengaja menggunakan pasukan
gajah untuk menahan kesatuan Bahilah, yakni pasukan berkuda kaum Muslim yang
paling disegani.
“Kehidupan
dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang
hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih
mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada
orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al Baqarah: 212)
Taktik
pasukan Persia ini ternyata cukup berhasil. Pasukan “batu hitam' (maksudnya
gajah-pen) tentara Persia ini tidak dikenal oleh kuda-kuda pasukan Muslim; bila
bertemu dengan gajah-gajah tersebut mereka menjadi panik dan mendadak berlarian
kesana kemari. Pasukan infanteri kaum Muslim tetap teguh dan bertahan di garis
depan, tetapi serangan pasukan gajah itu juga membuat mereka goyah. Melihat
keadaan ini, segera Sa’ad mengeluarkan perintah kepada kabilah Asad untuk
menggerakkan kesatuan Bahilah. Begitu mendapat perintah tersebut, panglima
kesatuan Bahilah, Tulaiha -seorang pejuang yang termasyhur- berkata kepada
pasukannya, 'Anak-anakku, ingatlah bahwa Sa'ad telah mengharapkan bantuan dari
kalian'. Terdorong oleh ucapan tersebut, kesatuan ini memacu kuda mereka untuk
menyerang pasukan gajah.
“(Yaitu)
orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang
yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu
menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi
Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (QS. Ali 'Imran:
173)
Keberanian
dan kelihaian kesatuan Bahilah dalam berperang membuat pasukan gajah tertahan
sementara waktu; namun pasukan Persia kemudian meninggalkan kesatuan Bahilah,
dan menggunakan seluruh kekuatannya untuk menyerang pasukan Muslim yang datang
membantu. Perubahan strategi pasukan Persia membuat Sa'ad mengeluarkan perintah
berikutnya. Sa'ad memerintahkan kesatuan Tamim, yang terdiri dari para pemanah
dan pelempar tombak yang piawai, untuk menggunakan kemampuan mereka mematahkan
serangan pasukan gajah. Mendengar perintah tersebut, para pemanah dan pelempar
tombak menempatkan diri dalam formasi pertempuran, dan segera menghujani
pasukan gajah dengan panah dan tombak yang berhasil menjatuhkan para
penunggangnya.
“Barangsiapa
yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat)
perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka
sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan
tempatnya ialah neraka Jahannam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.” (QS. Al
Anfaal: 16)
Pertempuran
itu terus berlanjut hingga matahari tenggelam. Demikianlah pertempuran hari
pertama. Hari berikutnya, pasukan bantuan dari Syria dibagi-bagi oleh Qa’qa’
menjadi beberapa kelompok kecil. Begitu kelompok 'pertama telah terlibat dalam
pertempuran, kelompok lainnya muncul dari kejauhan dan kemudian terjun ke medan
perang; demikian seterusnya sepanjang hari. Taktik ini ternyata bisa
menggentarkan pasukan Persia, karena setiap kali sebuah kelompok terjun ke
medan perang, mereka maju sambil meneriakkan takbir keras-keras, Allahu Akbar!
Sementara itu, untuk memperlemah serangan pasukan gajah terhadap pasukan
Muslim, Qa’qa’ menggunakan gagasan yang sangat cemerlang, Beliau 'mendandani'
unta-unta pasukan Muslim dengan beberapa perlengkapan, termasuk dengan menutupi
kepala unta dengan jubah, sehingga membuat penampilan unta-unta tersebut tampak
aneh dan menakutkan. Siasat tersebut terbukti cukup efektif, terbukti bahwa
setiap kali 'gajah palsu' itu lewat, kuda-kuda pasukan Persia mendadak panik
sehingga tidak bisa dikendalikan. Itulah pertempuran hari kedua.
“(Yaitu
di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di
pinggir lembah yang jauh sedang kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya
kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu
tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah
mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti
dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang
nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata
(pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. Al
Anfaal: 42)
Hari
ketiga, Qa’qa’ menggunakan strategi pertempuran yang berbeda. Ketika malam
datang, Qa’qa’ memerintahkan sejumlah kesatuan pasukan berkuda ditemani
beberapa orang pasukan infanteri pergi ke beberapa lokasi yang cukup jauh. Dia
kemudian memerintahkan agar pada saat fajar menjelang, pasukan pertama memacu
kudanya menuju pasukan Persia, kemudian diikuti oleh kelompok-kelompok lain
dari berbagai lokasi yang berbeda secara berkesinambungan. Begitu hari terang,
pasukan pertama memacu kudanya dengan penuh semangat. Seluruh pasukan Muslim
berteriak bersama-sama, Allahu Akbar. Seruan serupa juga datang dari berbagai
penjuru tempat pasukan bantuan itu berada. Sementara itu, Hisyam (yang dikirim
Abu Ubaidah dari Syria) bersama 700 pasukan berkuda datang pada saat itu pula.
“Hai
orang-orang yang beriman. apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh
hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al Anfaal: 45)
Sa'ad
yang masih melihat adanya celah akibat serangan pasukan gajah kepada pasukan
Muslim, berusaha mencari informasi intelejen mengenai masalah tersebut.
Informasi tentang 'monster hitam' dari beberapa orang Persia yang telah memeluk
Islam menyebutkan bahwa titik lemah binatang tersebut adalah pada mata dan
belalainya. Sa' ad memberikan informasi ini kepada Qa’qa’, Hammal, dan Rabil
yang kemudian menyebarluaskannya ke tengah-tengah pasukan Muslim. Pertama-tama
Qa'qa' memerintahkan sekelompok pasukan berkuda dan infanteri untuk membentuk
barikade di sekeliling gajah-gajah tersebut. Dia dan Asim kemudian melemparkan
tombak kepada gajah berwarna putih yang sangat besar. Lemparan tombak kedua
orang itu, dengan akurasi yang sangat tinggi, berhasil mengenai kedua mata
gajah tersebut. Maka dalam keadaan tersiksa rasa sakit yang teramat sangat,
gajah tersebut terhuyung-huyung ke belakang. Tanpa membuang waktu, Qa’qa dengan
sekuat tenaga mengayunkan pedangnya menebas belalai gajah tersebut hingga lepas
dari kepalanya. ‘Monster’ yang terluka itu kemudian berbalik ke belakang dan
berlari tanpa kendali. Gajah-gajah yang lain juga menjadi sasaran serangan yang
serupa. Begitu melihat gajah-gajah yang kesakitan itu pergi meninggalkan medan
pertempuran, maka gajah-gajah lain segera mengikutinya, sehingga dalam waktu
singkat “awan hitam" itu hilang sama sekali. Inilah pertempuran Qadisiyah.
“Dan
mereka memohon kemenangan (atas musuh-musuh mereka) dan binasalah semua orang
yang berlaku sewenang-wenang lagi keras kepala,” (QS. Ibrahim: 15)
dari "Jihad Dan Kebijakan Luar Negeri Daulah Khilafah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar