Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 15 Juni 2013

Pandangan Keliru Terhadap Syariat Islam

Pandangan Keliru Terhadap Syariat Islam




Menepis Keberatan

Hambatan‑hambatan dalam menerapkan Syariat Islam dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu pertama, kebencian orang‑orang kafir, fasik, dan zhalim akan Syariat Islam, dan kedua, kesalahan kaum Muslimin dalam memahami Syariat Islam. Akibatnya, muncullah ‘keberatan’ yang sebenarnya lebih mencerminkan ketakberhasilannya dalam mengapresiasi ajaran Islam. Hambatan dari orang-orang kafir, jelas bukan dalam kendali kaum muslim. Karenanya, yang lebih penting adalah bagaimana menata sikap kaum muslim yang masih miring terhadap syariat Islam sebagai ajaran agama yang dianutnya.

   Secara umum, kendala yang ada pada kaum muslim dalam menerapkan syariat Islam adalah masalah kekurangpahaman atau kebelumpahaman saja. Hal ini dapat dilihat dari ‘keberatan’ yang seringkali diungkapkan.
    Dalam hal konsepsi, di antara dalih untuk ‘keberatan’ itu adalah:
1.    “Islam itu yang penting substansinya, bukan formalitasnya”. Pendapat seperti ini bukan hanya berbahaya tapi juga bertentangan dengan realitas. Pertama, tidak ada aturan yang diterapkan sekedar substansinya saja. Mengapa mereka begitu getol memperjuangkan sekularisme, demokrasi dan berupaya mempertahankan formalitas sistem tersebut yang notabene warisan kafir kolonial? Padahal, jika mereka konsisten dengan pendapatnya tadi semestinya cukup hanya substansi demokrasi saja yang dituntutnya, dan substansi sekulerisme saja yang diinginkannya?!. Tapi, kenyataannya tidaklah demikian.
Kedua, tidak diformalkannya syariat Islam hanya berarti memberikan peluang untuk main hakim sendiri. Padahal, semua sepakat bahwa tidak boleh main hakim sendiri.

2.    “Penduduk yang hidup di suatu negara bukan hanya muslim, tetapi juga non-muslim; tidak homogen tapi heterogen.” Pertama, dalih ini sebenarnya mencerminkan kegagalan pihak tersebut memahami realitas masyarakat. Dalam kenyataannya, hukum yang diterapkan bukan berarti harus di kalangan yang homogen. Contoh, di Amerika tidak semua penduduknya Kristen, tetapi aturan yang diterapkannya kapitalisme. Di Indonesia, terdapat 4 agama resmi yang diakui, tapi hukum yang diterapkan juga kapitalisme atas dasar sekularisme. Di Cina, puluhan juta umat Islam tinggal di sana, namun aturan yang diberlakukan aturan sosialisme-komunisme. Jadi, tidak rasional menolak ditegakkannya syariat Islam dengan alasan heterogenitas penduduknya. Tetapi, tidak pernah manyatakan dilarang menerapkan sistem kapitalisme karena tidak semua penduduk berideologi kapitalisme; tidak pernah juga berteriak tidak boleh menerapkan sosialisme-komunisme dengan alasan tidak semua penduduknya berideologi sosialisme-komunisme. Sebenarnya persoalannya bukan terletak pada homogen atau heterogen, tetapi terletak pada sistem aturan mana yang akan diterapkan untuk mengatur penduduk (apapun agamanya) demi terciptanya keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat. Dan, jawabannya: Islam!
Kedua, tidak paham terhadap kenyataan hidup Nabi Muhammad Saw. dan para sahabatnya. Sejarah menunjukkan bahwa penduduk negara Islam saat itu bukan hanya muslim, ada juga Yahudi dan Nasrani. Buktinya, lebih dari 10 abad syariat Islam bertahan.
Ketiga, tidak menghayati bahwa syariat Islam itu untuk kebaikan bersama. Contoh, ketika riba dilarang sebagai landasan perekonomian, hal ini bukan ditujukan hanya bagi kepentingan kaum muslim, melainkan juga untuk penduduk non-muslim. Dan, faktanya, akibat riba kini negeri ini dijerat seabrek hutang haram dan perekonomian riil semakin sengsara akibat perbuatan rezim sistem thoghut demokrasi. Yang rugi? Semua penduduk, muslim dan non-muslim.

3.    “Dalih lain yang diajukan pihak yang menolak syariat Islam adalah adanya ragam pendapat tentang sistem politik dan kenegaraan Islam; sistem mana yang akan diterapkan?” Alasan ini pun terlihat ‘genit’. Sebab, dalam sistem manapun sulit hanya ada satu pendapat saja. Misalnya, banyak beragam pendapat tentang sistem republik, presidentil ataukah parlementer. Bentuknya pun pro-kontra, apakah kesatuan, federalisme, ataukah kesatuan dengan otonomi daerah. Pendapat dalam sistem pemilihan pun berbeda-beda, apakah harus pemilihan langsung (seperti keyakinan J. J. Roussau), perwakilan, distrik, dan sebagainya. Realitasnya, perbedaan pendapat ini tidak menghalangi mereka menerapkan sistem kufur thaghut demokrasi kapitalisme dalam berbagai bidang, termasuk politik. Mengapa, adanya perbedaan pandangan tentang beberapa hal politik dan sistem kenegaraan Islam dijadikan dalih untuk tidak ditegakkannya syariat Islam? Sementara untuk sistem selain Islam tidak diungkapkan alasan serupa?

4.    “Tuduhan lain yang kerap ditujukan untuk menentang syariat Islam adalah stigmatisasi bahwa hukum Islam itu kejam, diskriminasi, dan ‘primitif’.” Tuduhan ini sebenarnya lebih menggambarkan ketakutan terhadap syariat Islam. Padahal, jika kita pikirkan, misalnya, antara masyarakat yang rata-rata kehidupan seksual para anggotanya bersih karena diberlakukan hukum Islam dengan masyarakat yang permisif dan kacau; yang didalamnya industri seks sudah dianggap sebagai hal yang lumrah, aurat tidak boleh dihalangi untuk dipamerkan karena diskriminatif; hukum ditentukan oleh yang kuat (hukum rimba); maka bagaimanakah kesimpulannya? Tentu, masyarakat jenis pertama merupakan masyarakat yang lebih luhur dan lebih sesuai dengan harkat dan martabat manusia.
Sedangkan yang kedua pada hakikatnya menjurus pada masyarakat binatang yang hidup di hutan belantara dengan hukum rimba, yang tidak jauh berbeda dengan hewan ternak sehingga terus saja rusak, sakit, kriminal, dan mati konyol seperti masyarakat Barat (lihat TQS. Al A’râf [7]:179). Tapi, anehnya, ada sebagian orang masih memandang bahwa masyarakat dan negara sekuler-kapitalistik yang serba permisif itulah yang dianggap masyarakat modern (lebih tepat ‘sok modern’), sedangkan masyarakat yang menerapkan dan berupaya untuk menegakkan hukum Islam dipandang sebagai masyarakat tradisional, konservatif, bahkan ‘primitif’. Mana yang lebih kejam, hukum dari Allah Swt. yang memotong tangan pencuri yang betul-betul terbukti dalam pengadilan ataukah hukum kufur yang memenjarakannya yang justru lebih mendidiknya menjadi seorang penjahat kawakan? Aturan mana yang lebih diskriminatif apakah hukum Allah Swt. yang memberlakukan semua orang sama ataukah hukum thoghut yang memenjarakan seorang pencuri sandal seharga Rp4.000 selama 4 bulan; sedangkan, para perampok BLBI sebesar Rp164 milyar bebas berkeliaran penuh percaya diri? Padahal, kalau tolok ukurnya pencurian sandal tadi, seharusnya mereka dihukum 41.000.000 bulan atau 3.416.667 tahun?

5.    “Alasan lain adalah masyarakat tidak siap.Kita layak untuk bertanya, ketika di negeri ini diterapkan lebih dari 80% hukum Belanda (hingga sekarang), apakah rakyat ditanyai sudah siap atau belum? Ketika aturan untuk menerapkan syariat Islam bagi muslim Indonesia dihapus oleh PPKI, apakah rakyat ditanya dulu siap atau tidak dengan penghapusan itu? Dulu, saat diterapkan sistem musyrik demokrasi terpimpin dan sistem kufur demokrasi parlementer, apakah rakyat ditanyai kesiapannya terlebih dahulu? Tidak! Mengapa, alasan masyarakat tidak siap itu hanya ditujukan kepada Islam. Padahal, benarkah masyarakat tidak siap? Ataukah, pihak yang tidak siap itu hanya mereka yang kini memegang kekuasaan, duduk di kursi empuk, dan banyak kejahatannya hingga takut kezhalimannya itu terbongkar bahkan diadili?
Itulah sebagian dalih yang diungkapkan untuk menolak syariat Islam. Namun, ternyata semuanya tidak sesuai dengan realitas yang ada.

Akhirnya, nampak betapa syariat Islam merupakan pilihan syar’iy sekaligus rasional untuk diterapkan dalam rangka mengubah kezhaliman menjadi keadilan di tengah-tengah umat manusia, menyingkirkan kejahiliyahan dan hewani diganti oleh cahaya Islam. Tanpa syariat Islam, jangan harap keberkahan dari langit dan bumi dinikmati oleh umat manusia. Alhamdulillâh.
]وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ[
Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (TQS. Al A’raf [7] : 96).

Pandangan Keliru Terhadap Syariat Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam