Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 05 April 2013

Sistem Ekonomi Syariah Islam

Sistem Ekonomi Syariah Islam


{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

3. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif

Sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang lepas dari perdebatan, apakah peran negara harus dominan dalam menguasai faktor-faktor produksi ataukah diserahkan sepenuhnya kepada individu dan swasta. Sebab sistem ekonomi Islam berangkat dari sebuah pandangan yang berbeda sama sekali, yaitu: Islam memandang bahwa seluruh harta yang ada di dunia ini (bahkan seluruh alam semesta ini) sesungguhnya adalah milik Allah, berdasarkan firman Allah:

Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakannya kepadamu. (QS. an-Nuur [24]: 33)

Dari ayat ini dipahami bahwa harta yang dikaruniakan Allah kepada manusia sesungguhnya merupakan pemberian Allah yang dikuasakan kepadanya. Hal itu dipertegas dengan mendasarkan pada firman Allah:
Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. (QS. al-Hadiid [57]: 7).

Penguasaan (istikhlaf) ini berlaku umum bagi semua manusia. Semua manusia mempunyai hak pemilikan, tetapi bukan pemilikan yang sebenarnya. Oleh karena itu bagi individu yang ingin memiliki harta tertentu, maka syara’ telah menjelaskan sebab-sebab pemilikan yang boleh (halal) dan yang tidak boleh (haram) melalui salah satu sebab pemilikan. Syara’ telah menggariskan hukum-hukum perolehan individu, seperti: hukum bekerja, berburu, menghidupkan tanah yang mati, warisan, hibbah, wasiat dan sebagainya.

    Ternyata sistem ekonomi Islam memandang bahwa harta kekayaan yang ada di dunia ini tidak hanya diperuntukkan pada individu untuk dapat dimiliki sepenuhnya, tetapi dalam sistem ekonomi Islam dikenal dan diatur pula tentang pembagian kepemilikan berdasar subjeknya. Ada pemilikan umum, yaitu pemilikan yang berlaku secara bersama bagi semua ummat. Hal itu didasarkan pada beberapa Hadits Nabi Saw., di antaranya adalah hadits Imam Ahmad Bin Hanbal yang diriwayatkan dari salah seorang Muhajirin, bahwasannya Rasulullah SAW telah bersabda:
Manusia itu berserikat dalam tiga perkara: air, padang rumput dan api.

    Selain pemilikan umum, sistem ekonomi Islam juga mengatur tentang pemilikan negara, seperti: setiap Muslim yang mati, sedang dia tidak memiliki ahli waris, maka hartanya bagi Baitul Mal, milik negara. Demikian juga contoh yang lain adalah adanya ketentuan tentang kharaj, jizyah, ghanimah, fa’i dan lain-lain.

    Apabila harta itu telah dikuasai (dimiliki) oleh manusia secara sah, hukum syara’ tidak membiarkan manusia secara bebas memanfaatkan harta tersebut. Syara’ telah menjelaskan dan mengatur tentang pemanfaatan harta yang dibolehkan (halal) dan yang dilarang (haram). Syara’ mengharamkan pemanfaatan harta untuk membeli minuman keras, daging babi, menyuap, menyogok, berfoya-foya dan sebagainya.
    Selanjutnya sistem ekonomi Islam juga mengatur dan menjelaskan tentang pengembangan harta. Syara’ mengharamkan pengembangan harta dengan jalan menipu, membungakan (riba) dalam hal pinjam-meminjam maupun tukar-menukar, berjudi dan sebagainya. Syara’ membolehkan pengembangan harta dengan jalan jual beli, sewa-menyewa, syirkah, musaqot dan sebagainya.

    Adapun ketentuan sistem ekonomi Islam terhadap negara, maka Islam telah menjelaskan bahwa negara mempunyai tugas dan kewajiban untuk melayani kepentingan ummat. Hal itu didasarkan pada salah satu hadits Imam Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Umar yang mengatakan, Nabi SAW bersabda:
Imam adalah (laksana) penggembala (pelayan). Dan dia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.

Agar negara dapat melaksakan kewajibannya, maka syara’ telah memberi kekuasaan kepada negara untuk mengelola harta kepemilikan umum dan kepemilikan negara dan tidak mengizinkan bagi seorangpun (individu maupun swasta) untuk menguasainya sendiri. Kepemilikan umum seperti: minyak, tambang besi, emas, perak, tembaga, hutan harus dieksplorasi dan dikembangkan dalam rangka mewujudkan kemajuan taraf ekonomi rakyat. Distribusi kekayaan itu diserahkan sepenuhnya kepada kewenangan Imam (pemimpin negara) dengan melihat dari mana sumber pemasukannya (misalnya, harus dibedakan antara: zakat, jizyah, kharaj, pemilikan umum, ghanimah, fa’i dan sebagainya), maka syara’ telah memberikan ketentuan pengalokasiannya kepada pihak-pihak yang berhak menerimanya. (An-Nabhani, cetakan 1990: 243) Prinsip umum pendistribusian oleh negara, didasarkan pada firman Allah:

Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. (QS. al-Hasyr [59]: 7).

Maksud dari ayat di atas adalah agar peredaran harta tidak hanya terbatas pada orang-orang kaya saja di negara Khilafah Islamiyah tersebut. Syariat Islam telah lengkap mengatur peran negara Khilafah dalam hal ekonomi berdasar berbagai dalil syar’i.

Sistem Ekonomi Syariah Islam

{{BERSAMBUNG KE ARTIKEL LANJUTAN}}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam