Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 05 April 2013

Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalisme

Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalisme


{{LANJUTAN DARI ARTIKEL SEBELUMNYA}}

b. Kritik Terhadap Sistem Kapitalisme

     Kritik menghendaki objektivitas terhadap apa yang akan dikritik. Maka, kritik terhadap kapitalisme ini akan diawali dengan deskripsi ringkas kapitalisme (objek kritik), baru dilanjutkan dengan kritik terhadap apa yang telah dideskripsikan itu.

    Untuk dapat melakukan kritik terhadap sistem ekonomi, kita harus berangkat dari pemahaman bahwa setiap sistem ekonomi itu muncul dari sebuah pandangan hidup tertentu, atau sebuah ideologi tertentu. Sistem Ekonomi kapitalisme dibangun dari sebuah pandangan atau ide sekularisme yaitu pemisahan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dengan agama (fashlu al-din ‘ani al-hayat). Paham ini intinya  memandang bahwa manusia hidup di dunia ini bebas untuk mengatur kehidupannya dan tidak boleh dicampuri oleh agama. Agama hanya boleh hidup di gereja atau di masjid-masjid saja.

Dengan demikian, menurut sekularisme aturan kehidupan masyarakat, termasuk di bidang ekonomi, tidaklah diambil dari wahyu Allah Swt. (al-Qur’an dan as-Sunnah). Sepenuhnya diserahkan kepada manusia, apa yang dipandang memberikan manfaat. Dengan azas manfaat (naf’iyyah) ini, yang baik adalah yang memberikan kemanfaatan material sebesar-besarnya kepada manusia dan yang buruk adalah yang sebaliknya. Sehingga kebahagiaan di dunia ini tidak lain adalah terpenuhinya segala kebutuhan yang bersifat materi, baik itu materi yang dapat diindera dan dirasakan (barang) maupun yang tidak dapat diindera tetapi dapat dirasakan (jasa).

    Berangkat dari sudut pandang inilah yang disebut problema yang mendasar dari ekonomi kapitalisme adalah bagaimana manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya. Mengapa hal ini dianggap problem mendasar, karena sistem ekonomi kapitalisme memandang bahwa kebutuhan manusia itu tidak terbatas, padahal sarana pemenuhannya terbatas. Dengan demikian yang menjadi sasaran utama dari pembahasan ekonomi kapitalisme adalah bagaimana manusia mampu senantiasa menyediakan kebutuhan barang dan jasanya. Berangkat dari kebutuhan inilah kapitalisme membangun teori-teorinya.

    Yang menjadi persoalan adalah bagaimana agar manusia senantiasa dapat memenuhi kebutuhannya tersebut? Untuk dapat menjawab persoalan itu, mereka kemudian melakukan pengamatan dan penelitian yang mendalam terhadap fakta, bagaimana sesungguhnya manusia memberi penilaian terhadap kebutuhannya pada barang dan jasa. Penilaian manusia terhadap barang dan jasa dapat dilihat dari batas akhir kepuasan yang diperoleh manusia ketika mengkonsumsi barang dan jasa. Nilai batas ini tidak semata-mata ditentukan oleh permintaan konsumen, melainkan juga dibatasi oleh penawaran produsen. Sehingga nilai guna barang dan jasa tersebut akhirnya ditentukan oleh titik temu antara permintaan dan penawaran.

    Selanjutnya, nilai dari barang dan jasa ternyata juga dapat dilihat dari sejauh mana dapat dipertukarkan terhadap barang dan jasa yang lain. Barang dan jasa dapat dikatakan mempunyai nilai yang tinggi apabila mempunyai kekuatan tukar terhadap yang lain. Dari sinilah dibutuhkan unit pengukuran yang ideal agar mampu memberi penilaian terhadap semua barang dan jasa yang akan dipertukarkan. Unit pengukur tersebut disebut uang. Penisbatan pertukaran barang dan jasa terhadap uang selanjutnya disebut harga. Harga tersebut juga ditentukan oleh titik temu antara permintaan dan penawaran.

    Dengan adanya harga tersebut, akhirnya manusia dengan mudah dapat memberikan penilaian terhadap barang dan jasa. Dengan harga manusia dapat menentukan mana barang dan jasa yang harus ditingkatkan produksinya dan mana yang tidak. Dengan harga manusia dapat menentukan tingkat konsumsi yang harus dilakukan terhadap barang dan jasa. Selanjutnya ketika manusia sudah dapat mengendalikan laju produksi dan konsumsinya pada tingkat yang seimbang maka barang dan jasa secara otomatis akan terdistribusi secara sempurna di tengah-tengah masyarakat.

    Dengan telah terjaminnya tingkat produksi, konsumsi dan distribusi itulah ekonomi kapitalisme diyakini dapat mewujudkan  keadilan dan kesejahteraan bagi ummat manusia dengan satu mekanisme kendali, yaitu pasar bebas, atau pasar persaingan sempurna, di mana keseimbangan harga sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang ada di pasar, dengan tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun, termasuk dari pihak negara.

Itulah gambaran sepintas sistem ekonomi kapitalisme dengan segenap janji-janjinya. Yang menjadi pertanyaan adalah: Mengapa keadilan ekonomi yang dijanjikan kapitalisme gagal terwujud? Menurut penulis, kegagalan sistem ekonomi kapitalisme tersebut disebabkan oleh lemahnya sistem ekonomi kufur itu sendiri yang merupakan cacat yang dibawa sejak lahir. Beberapa faktor yang menjadi penyebab kegagalan kapitalisme tersebut –dan ini sekaligus juga poin-poin kritik atas kapitalisme— di antaranya adalah:

    Pertama:
Dominansi sistem pasar bebas yang ada dalam kapitalisme, telah mendorong para pelaku ekonominya untuk senantiasa berkompetisi secara bebas dan untuk selalu dapat menang dalam persaingan sehingga selalu dapat meraih keuntungan yang setinggi-tingginya. Akibatnya, dalam memilih barang yang harus diproduksi dan dijual dipasar, kapitalisme sudah tidak pernah melihat lagi apakah barang tersebut benar-benar dibutuhkan manusia atau tidak. Kapitalisme sudah terpaku pada bagaimana agar barang yang diproduksi itu laku di pasaran, walaupun sebenarnya masyarakat tidak terlalu butuh dengan barang atau jasa tersebut. Jika perlu kapitalisme dapat mendorong terciptanya kebutuhan semu (keinginan) masyarakat melalu berbagai iklan dan promosi yang dilakukan secara besar-besaran.

Akhirnya masyarakat kapitalis tidak dapat lagi membedakan mana sesungguhnya yang disebut dengan kebutuhan (yang secara keliru dianggap tidak terbatas tersebut) dan mana yang disebut dengan keinginan. Kapitalisme menjadi tidak peduli lagi dengan apa yang disebut kebutuhan dasar (hajah asasiyah) manusia (yang kalau tidak dipenuhi manusia akan mati) dan mana yang seungguhnya hanya kebutuhan pelengkap (hajah dzaruriah dan kamaliah atau sekunder dan tersier). Akibatnya, pelaku ekonomi dalam sistem kapitalisme cenderung hanya terpacu untuk memproduksi barang dan jasa yang menjanjikan tingkat harga yang tinggi saja, karena hanya barang dan jasa  seperti itulah yang akan memberikan keuntungan besar.

Kenyataan itu juga diperkuat dengan adanya anggapan bahwa kebutuhan manusia tidaklah terbatas, dan bila tidak dipenuhi akan menimbulkan problem. Padahal kenyataannya untuk kebutuhan-kebutuhan tertentu (khususnya kebutuhan dasar) manusia tetaplah mempunyai batas-batas tertentu ketika mengkonsumsinya. Tidaklah mungkin, misalnya seorang manusia mampu mengkonsumsi seratus piring nasi per hari dan kemudian terus menginginkan menjadi seribu piring nasi per hari.

Sesungguhnya yang akan menimbulkan problem serius pada manusia hanyalah jika kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi. Untuk kebutuhan yang sifatnya pelengkap, jika tidak terpenuhi sesungguhnya tidak akan menimbulkan problem yang serius.

Kapitalisme tidak memiliki peran khusus dan serius untuk mengatur sedemikian rupa agar kebutuhan dasar manusia itu terpenuhi semua untuk setiap individu (tanpa kecuali dan tidak boleh ada satupun yang tertinggal), baru bisa bicara untuk produksi barang dan jasa yang sifatnya hanya sebagai pelengkap atau barang mewah lain. Mengingat kebutuhan dasar manusia itu sebenarnya terbatas, maka untuk memenuhinya seharusnya bukan hal yang sulit untuk dilakukan. Namun kenyataannya hal itu tidak pernah terwujud, yang terjadi adalah kesenjangan ekonomi yang luar biasa yang ditimbulkan oleh sistem ekonomi ini.

    Kedua:
Akibat dari pandangan kapitalisme yang menganggap bahwa nilai guna dan nilai tukar dari barang dan jasa itu ditentukan oleh titik temu dari permintaan dan penawaran, yang tersimpul dalam harga, maka barang dan jasa apa saja dianggap bernilai guna jika ada harganya. Hal ini akan mendorong kepada produsen untuk menawarkan apa saja asal ada permintaan yang tinggi (harga tinggi), tidak peduli barang dan jasa itu membahayakan masyarakat atau tidak. Fakta yang berkembang ternyata barang dan jasa yang merusak masyarakatlah yang paling laku di pasaran dan paling banyak menyedot peredaran mata uang.

Ketiga:
Akibat dari pandangan bahwa problem ekonomi manusia adalah masalah kelangkaan (scarcity), maka hal itu akan mendorong para ekonom kapitalisme untuk menyelesaikannya dengan senantiasa meningkatkan produksi yang setinggi-tingginya, hal ini telah mendorong kapitalisme untuk membuka berbagai ragam jalan, sehingga tingkat produksi dapat terus terdongkrak.

Keinginan untuk senantiasa meningkatkan produksi selalu terkait dengan kebutuhan akan modal yang besar dan selalu mudah untuk diperbesar. Ternyata hal ini telah mendorong munculnya berbagai bentuk lembaga keuangan (sesuai prinsip jika ada permintaan pasti memunculkan penawaran), yang selanjutnya dikenal dengan ekonomi sektor non riil, seperti: perbankan, asuransi, bursa saham, bursa valuta asing dan sebagainya. Karena sedemikian vitalnya, menjadikan sektor inilah yang akhirnya mempunyai andil paling besar dalam menggelembungkan ekonomi kapitalisme (buble raising). Hampir semua penduduk yang mempunyai kelebihan uang (dan tidak bisa mengelolanya) akan melarikan uangnya ke sektor ini. Dan kita sudah bisa menebak, siapa-siapa yang akan menikmati arisan ini, tentu saja group pemilik bank atau perusahaan-perusahaan (yang sudah besar) yang memiliki bank atau terdaftar di pasar bursa saja. Jika terjadi krisis ekonomi, para “penguasa industri uang” yang lihai tidak terkena kerugian sebagaimana masyarakat umum. Penggelembungan sektor pasar finansial (pasar non-riil) ribawi yang pasti berulang akan terus memunculkan krisis ekonomi (periode kempes) dan menyengsarakan kehidupan manusia. Krisis diakibatkan sektor sesat non-riil sementara dampaknya sangat riil.

Keempat:
Kerakusan kapitalisme akan semakin menjadi-jadi bila produsen-produsen besar (swasta), sudah merambah kepada sektor-sektor yang  menguasai hajat hidup orang banyak (pemilikan umum), seperti: pertambangan, energi, minyak bumi, kehutanan, jalan, pelabuhan dan sebagainya. Mereka melakukan praktik cuci mangkok dengan hanya menyisakan sedikit untuk membayar pajak bagi pemerintah. Bisa diingat bagaimana kasus HPH, Freeport, Busang, Pertamina, Exxon Oil, Caltex,  jalan tol dan sebagainya. Paham kapitalisme membolehkan segala cara yang bisa diusahakan untuk memiliki apapun termasuk membeli pemerintah, memesan undang-undang, menguasai tambang dan banyak mencuri hasilnya, memesan perang, memanfaatkan tren seks bebas, dsb.

Kelima:
Puncak dari itu semua akhirnya terangkum pada bagaimana ekonomi kapitalisme memberikan indikator bagi tingkat kesejahteraan masyarakat di sebuah negara, dengan mengukur pada tingkat produksi rata-rata dari jumlah penduduk secara nasional (atau domestik) per tahun, yang biasa dikenal dengan GNP ataupun GDP. Dengan suatu anggapan bahwa jika GNP naik maka pembangunan di negara itu sukses dan rakyatnya semakin sejahtera. Hal ini akan mendorong penguasanya untuk selalu memacu dan memacu tingkat produksi secara nasional saja, tanpa melihat lagi satu persatu individu rakyatnya apakah sudah terpenuhi kebutuhan dasarnya atau belum. Karena angka tersebut hanyalah angka rata-rata. Sangat mungkin terjadi ketika segelintir orang penghasilannya meningkat tajam sementara sebagian besar yang lain turun, akan memberikan nilai GNP yang meningkat.

Kritik Terhadap Sistem Ekonomi Kapitalisme

{{BERSAMBUNG KE ARTIKEL LANJUTAN}}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam