1. Hijrah masih
berlaku sampai sekarang
Banyak hadits menyebutkan bahwa tak ada lagi hijrah
setelah penaklukan Kota Makkah. Rasulullah ﷺ, misalnya, bersabda, “Laa hijrata ba’da fath Makkah (Tak ada hijrah setelah pembebasan Kota Makkah) (HR al-Bukhari)
Nabi ﷺ bersabda, “Laa hijrata ba’da al-fath
(Tak ada hijrah setelah
pembebasan).”
Beliau pun bersabda, "Qad inqatha'at al-hijrah walaakin
jihaad[un] wa niyyat[un] (Sungguh hijrah telah selesai, tetapi
hanya jihad dan niat).”
Ada pula riwayat tentang Sofwan ibn Umayyah ketika ia
masuk Islam. Ia mendapat informasi bahwa tak ada agama bagi seseorang yang
tidak berhijrah. Ia lalu datang ke Madinah. Nabi ﷺ kemudian bertanya, “Apa yang membawa kamu kemari, wahai
Abu Wahb?” Sofwan menjawab bahwa
seseorang mengatakan: tiada agama bagi orang yang tidak berhijrah. Lalu Nabi ﷺ
bersabda, “Kembalilah
Abu Wahb ke dataran Makkah yang luas! Tinggalilah rumah kalian semua. Hijrah
telah tiada. Yang ada hanya jihad dan niat. Jika kalian ingin lari maka larilah!”
Jika ditelaah, hadis-hadis ternyata mengandung ‘illat syar'iyah. Kalimat “setelah pembebasan Makkah”
mengandung ‘illat. Jadi, pembebasan Kota Makkah adalah ‘illat atas peniadaan hijrah. ‘Illat inilah yang
menentukan hukum hijrah. Ini tidak terbatas pada kota Makkah semata, tetapi
semua kota yang telah dibebaskan. Dalilnya, ada satu riwayat yang tidak
menyebutkan nama kota secara spesifik, yakni “tidak ada hijrah setelah pembebasan” yang maknanya bersifat umum. Ini didukung oleh hadis
dari ‘Aisyah ra. saat ditanya tentang hijrah, lalu dijawab, “Tidak ada hijrah
hari ini. Dulu orang Mukmin lari dengan membawa agamanya kepada Allah dan
Rasul-Nya karena takut mendapatkan fitnah. Adapun sekarang, Allah telah
memberikan kemenangan pada Islam. Orang Mukmin dapat menjalankan ibadah kepada
Tuhannya di manapun dia mau.” (Riwayat al-Bukhari).
Hadits itu jelas menunjukkan bahwa hijrahnya orang
Islam sebelum pembebasan Makkah itu karena ingin menyelamatkan agamanya dari
fitnah. Setelah pembebasan Makkah, hal itu tidak terjadi lagi, karena orang
Islam telah berani menampilkan agamanya dan menjalankan hukum-hukum Islam.
Jadi pembebasan sebuah daerah adalah sebuah faktor (‘illat) penafian hijrah. Ini tidak sebatas Kota Makkah belaka. Dengan begitu,
yang dikehendaki adalah tidak ada hijrah setelah pembebasan, dari satu daerah
yang telah dibebaskan.
Adapun sabda Nabi ﷺ kepada Sofwan “hijrah telah selesai”, artinya hijrah dari Makkah setelah kota tersebut
dibebaskan telah berakhir. Pasalnya, yang namanya hijrah adalah keluar dari
negeri kafir atau wilayah kafir. Saat itu Makkah telah dibebaskan dan statusnya
menjadi wilayah Islam. Jadi tidak ada lagi negeri kafir atau wilayah kafir
Makkah. Dengan demikian sejak itu tak ada lagi hijrah. Itu berlaku pada semua
negeri yang dibebaskan. Tak ada lagi hijrah dari wilayah tersebut. Ini didukung
oleh hadits dari Mu’awiyah ra. yang berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ
bersabda, “Hijrah tak pernah berhenti selamat tobat masih diterima. Tobat akan
terus diterima sampai matahari terbit dari Barat.” (HR Ahmad).
Ada juga Hadits Nabi ﷺ, “Hijrah tak
akan pemah berhenti selama masih ada jihad."
Dalam riwayat lain juga dinyatakan, “Hijrah tak
akan pernah berhenti selama orang-orang kafir masih diperangi.”
Semua itu menunjukkan bahwa hijrah dari wilayah kafir
menuju wilayah Islam masih ada dan tidak berhenti.
2. Hijrah dari
darul kufur ke Darul Islam
Hijrah disyariatkan sejak hijrah pertama hingga Hari
Kiamat, yaitu keluar dari wilayah kafir menuju wilayah Islam. Ini (Lihat: QS
anNisa’ [4]: 97-99). Jarir ibn Abdullah menuturkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
"Saya berlepas diri dari setiap Muslim yang berada di
tengah-tengah kaum musyrik.” Para sahabat
bertanya, “Mengapa, ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Cahaya keduanya tak tampak.” (HR Abu Dawud).
Berdasarkan ini, diambil pengertian hijrah dari
wilayah kafir menuju wilayah Islam.
Istilah ad-daar secara bahasa
adalah tempat, rumah dan daerah atau wilayah. Bisa juga berarti suku. Daarul harbi berarti daerah musuh. Tidak ada perbedaan pendapat
bahwa darul kufur yang dihuni kaum kafir dengan aturan yang mereka terapkan
adalah daerah harbi dan kufr. Begitu juga arena peperangan
yang sudah dijadikan ghanimah oleh kaum Muslim, tetapi belum diterapkan hukum-hukum
Islam. Statusnya adalah daerah musuh dan daerah kafir meskipun berada di bawah
kekuasaan kaum Muslim. Kalimat daarul harbi dan daarul kufr artinya sama; ditujukan pada daerah musuh dan daerah
pertempuran. Begitu pula tidak ada perbedaan, Darul Islam adalah daerah yang
tunduk pada hukum Islam dan diatur oleh kaum Muslim, baik dihuni kaum Muslim
atau kaum dzimmi.
Status daar sebagai darul Islam atau darul
kufur ditentukan oleh dua hal: Pertama, penerapan hukum Islam. Kedua, adanya jaminan keamanan dengan
kekuasaan kaum Muslim.
Kalau dalam suatu daerah terdapat dua unsur di atas,
maka daerah tersebut adalah Darul Islam, dan beralih dari darul kafir menjadi
Darul Islam. Namun, jika salah satu unsur di atas tidak terpenuhi, maka tidak
bisa dianggap sebagai Darul Islam. Artinya, daerah yang tidak menerapkan
hukum-hukum Islam itu adalah darul kufur. Sama halnya ketika suatu daerah
menerapkan hukum-hukum Islam, tetapi keamanannya tidak dalam kekuasaan kaum
Muslim. Kedua unsur di atas adalah syarat mutlak agar sebuah daerah tetap dianggap
sebagai Darul Islam.
Bacaan: Majalah al-Wa’ie September 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar