Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 16 September 2019

Kisah Panglima Islam YUSUF BIN TASYAFIN



YUSUF BIN TASYAFIN - Panglima Islam Penakluk Maghrib dan Andalusia

Kita masih melalui sejarah eksistensi Islam di Andalusia, eksistensi yang berlangsung lama hingga 9 abad lebih, meninggalkan banyak jejak peradaban yang hingga kini masih tegak berdiri dan menjadi saksi akan kebesaran dan keindahan eksistensi itu.

Pahlawan kita, Yusuf bin Tasyafin, punya andil dan pengaruh besar terhadap eksistensi itu.

Lantas siapakah dia? Bagaimana ia tumbuh berkembang? Dari mana ia datang? Apa yang ia lakukan? Perang apakah yang membuatnya layak berada di jajaran pahlawan-pahlawan Islam penakluk? Apakah Andalusia perlu ditaklukkan lagi? Kapan itu terjadi?

Kita kaum muslimin saat ini sangat memerlukan kepemimpinan yang mempersatukan kita, menata kembali segala bentuk penyimpangan kita yang menjauh dari Islam, menata umat Islam kita sesuai ajaran-ajaran Islam, yang menunjukkan jalan kebenaran, yang akan membawa kita ke ufuk-ufuk pengetahuan agar kita tidak menjadi mangsa bagi bangsa-bangsa lain atau mengekor mereka.

Sama sekali tidak diragukan bahwa syariat Allah adalah jalan lurus dan perahu penyelamat.

Juga tidak diragukan sedikitpun bahwa kepemimpinan yang diharapkan adalah faktor utama untuk mengembalikan kebangkitan umat.

Benar kata orang, “Kaum muslimin menuju kebaikan, tapi kelemahan terletak pada kepemimpinan.”

Islam dan Kabilah-Kabilah Barbar

Sejak awal penaklukan Islam di Afrika Utara, sejak masa Uqbah bin Nafi’ ra. hingga masa Musa bin Nashir, para penakluk menghadapi beban berat kebuasan dan perilaku kasar kabilah-kabilah Barbar selama kurang lebih 70 tahun. Hingga akhirnya mereka dapat dirangkul dalam pelukan Islam dan Allah membuka hati mereka, lalu mereka bergabung di bawah panji Islam sebagai prajurit-prajurit tangguh yang mengangkat panji Islam dan menyebarkan kalimat tauhid.

Sebagian besar di antara mereka pergi ke Andalusia bersama Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad, sehingga mereka adalah prajurit-prajurit terdepan dan pasukan yang tidak pernah melarikan diri untuk menghadapi musuh. Mereka ini menetap di wilayah-Wilayah Andalusia dan berkembang-biak, sehingga mereka memiliki kedudukan tersendiri. Kekacauan fanatisme kabilah yang tidak pernah mereda dan tidak bisa dipadamkan terkadang membuat mereka bergejolak.

Hanya saja, sekelompok dari kabilah-kabilah Barbar justru bergerak ke Afrika Utara bagian Selatan hingga ke padang pasir besar yang terbentang di antara Mauritania hingga Sudan. Di sanalah penghidupan dan kehidupan mereka berada, laksana badui nomaden. Cara hidup seperti inilah yang mungkin membuat sebagian ahli sejarah cenderung meyakini bahwa asal usul kabilah-kabilah ini adalah bangsa Arab yang pergi meninggalkan semenanjung Arab dalam gelombang-gelombang imigrasi. Meski memeluk Islam, mereka tetap berpegangan pada tradisi dan kebiasaan-kebiasaan jahiliah yang masih tumbuh berkembang dan banyak penyimpangannya. Sebab, mereka ini jauh dan terputus dari sumber-sumber ilmu pengetahuan.

Murabithun

Hanya saja, sekelompok orang di antara mereka ada yang menjalin hubungan dengan Mesir dan ulama-ulama setempat di tengah perjalanan menuju tanah suci untuk melaksanakan kewajiban haji. Sehingga mereka mengetahui bahwa kaum mereka jauh dari ajaran-ajaran Islam yang benar.

Saat pulang kampung, mereka menyampaikan kepada orang-orang apa yang mereka pelajari, menyeru untuk meninggalkan segala bentuk penyimpangan, dan mendirikan sekolah untuk mereka yang fokus menjalankan tugas memberikan nasihat, bimbingan, dan dakwah.

Mereka mulai berkomunikasi dengan pusat-pusat ilmu di Afrika Utara, seperti Kairouan dan kota-kota lainnya. Mereka aktif dalam hal ini.

Di antara mereka, muncul seseorang bernama Abdullah bin Yasin yang memegang kendali agama dan keilmuan. Ia adalah sosok yang wara’, faqih dan sangat pencemburu terhadap ajaran-ajaran Islam. Ia pernah berkunjung ke Andalusia dan menetap di sana selama beberapa tahun. Di sana, kepribadian Abdullah bin Yasin mengkristal. Ilmu, semangat, dan kegigihannya semakin meningkat.

Ia seorang orator berbakat dan sangat berpengaruh. Namun, karena keras dalam menyampaikan dakwah, banyak orang yang meninggalkannya. Akhirnya, ia meninggalkan mereka dan kembali ke sekolahnya bersama beberapa sahabatnya. Hanya saja, ia tidak lama mengucilkan diri, karena banyak orang berdatangan ke tempatnya, belajar kepadanya, dan tinggal bersamanya.

Dari Nasehat dan Bimbingan, Menuju Jihad

Pengikutnya kian banyak, dan kekuasaannya kian luas, hingga akhirnya ia membentuk dewan syura. Tidak lama setelah itu, ia menggunakan pedang dalam berdakwah dan bukan lagi dengan kata-kata. Sebab, untaian kata-kata tidak membawa guna dan membuahkan hasil. Kekuatan-kekuatan bersenjata penuh dengan iman tulus dan tekad kuat akhirnya terbentuk.

Komando kekuatan pasukan ia serahkan kepada salah seorang amir di antara para pengikutnya. Ia bernama Yahya bin Umar. Ia seorang pemberani, wara’, zuhud, dan patuh sepenuhnya kepada sang guru, Abdullah bin Yasin.

Kekuatan-kekuatan Murabithun bergerak dengan menyampaikan dakwah kepada para pemimpin sejumlah wilayah yang terusik oleh kondisi rakyatnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 445 H.

Murabithun bergerak meninggalkan padang pasir dengan menunggangi kuda dalam kelompok besar dipimpin syekh Abdullah bin Yasin dan panglima perang, amir Yahya bin Umar. Mereka pergi dari satu wilayah ke wilayah lain, menguasai dan mengembalikannya ke pangkuan Islam dengan mendirikan sejumlah madrasah dan masjid, serta menunjuk orang yang memiliki kemampuan untuk menata dan mengajar.

Mereka tetap berkelana ke berbagai penjuru, tidak ada penghalang yang mampu menghadang laju mereka, hingga pada tahun 447 H panglima Yahya bin Umar meninggal dunia. Lalu, syekh Abdullah bin Yasin menunjuk saudaranya, Abu Bakar bin Umar sebagai pengganti. Ia adalah seorang panglima pemberani yang tidak kalah mumpuni dari saudaranya.

Yusuf bin Tasyafin

Untuk pertama kalinya, nama Yusuf muncul di pentas peristiwa karena ia ditunjuk oleh panglima baru, Abu Bakar, untuk memimpin pasukan perintis. Yusuf adalah saudara sepupu Abu Bakar.

Pemilihan ini mengisyaratkan banyak makna dan petunjuk.

Yusuf adalah salah satu murid cerdas syekh Abdullah bin Yasin. Ia seorang prajurit yang menunjukkan keahlian berperang level tinggi. Di samping itu, ia sosok yang taat beragama dan berperilaku baik karena ilmu yang ia pelajari.

Saat itu, ia sudah menginjak kepala empat, yaitu 48 tahun. Artinya, ia sudah matang, penuh kewaspadaan, dewasa, besar kedudukannya, dan dikenal baik di kalangan khusus maupun umum.

Yusuf terus berjihad dan berjuang hingga sebagian besar negeri-negeri Maroko tunduk.

Syekh Abdullah bin Yasin wafat, lalu kepemimpinan agama, politik, dan militer beralih ke tangan panglima Abu Bakar. Mereka ini akhirnya berkuasa sepenuhnya terhadap negeri-negeri Maroko secara keseluruhan, dengan seluruh pedalaman padang pasirnya, hingga perbatasan-perbatasan Sudan.

Marrakesh (kota besar di Maroko Barat)

Pada tahun 454 H, setelah Yusuf bin Tasyafin menundukkan wilayah pesisir ujung Maroko, membentangkan kekuasaan di sana, dan pasukannya kian banyak. Ia berencana untuk menjadikan wilayah tersebut sebagai basis pasukannya sekaligus menjadi ibukota.

Selanjutnya, ia memilih sebidang tanah. Di sana, ia mendirikan sejumlah rumah dan masjid. Ia terjun langsung mendirikan masjid bersama para pekerja. Nama kawasan tersebut adalah Marrakesh yang dalam bahasa Barbar berarti berjalanlah dengan cepat.

Di wilayah tersebut, Yusuf bin Tasyafin menempati kedudukan seorang sultan (biasa digunakan untuk menyebut gelar gubernur dalam negara khilafah, ed.). Inilah alasan yang mendorong sepupunya, Abu Bakar yang menjabat sebagai panglima tertinggi, pewaris kepemimpinan, memimpin dan berkelana ke berbagai penjuru jauh, berpikir untuk kembali. Di sisi lain, berita kemenangan-kemenangan Yusuf dan wilayah kekuasaannya yang kian meluas menyebar ke mana-mana. Abu Bakar ingin memastikan kebenaran berita tersebut, atau mengkhawatirkan kekuasaannya.

Setelah pasukan perintis Abu Bakar tiba di Marrakesh, Yusuf menyambut kedatangan mereka dengan baik, dan memberi banyak hadiah kepada para pasukan.

Setelah dua tokoh bertemu, Abu Bakar mengetahui kekuasaan yang dicapai sepupunya itu. Ia tidak berminat untuk berperang, bertikai, ataupun bermusuhan dengan sepupunya, sehingga merasa cukup dengan hadiah yang diberikan padanya. Yusuf mewasiatkan sejumlah hal kepada Abu Bakar. Setelah itu, Abu Bakar kembali bersama seluruh kekuatan untuk meneruskan misi jihad.

Abu Bakar meninggal pada tahun 480 H, gugur dalam salah satu peperangan, sehingga kekuasaan mutlak diraih Yusuf.


Sultan Yusuf bin Tasyafin Menolak Pencalonan Sebagai Khalifah

Seiring kian luasnya kekuasaan dan penyatuan Afrika Utara beserta wilayah padang pasir di pedalaman, banyak di antara orang-orang dekat Yusuf menilai untuk menempatkan Yusuf di jabatan khilafah dan kepemimpinan kaum mukminin. Terlebih daulah [zindiq] Fathimiyah-Ubaidiyah sudah hampir terbenam, di samping simbol pusat khilafah Abbasiyah melemah, eksistensi Islam di Andalusia terpecah menjadi sejumlah pemerintahan kecil yang lemah di mana sejumlah kota dan wilayah-wilayah di sana dikuasai berbagai kelompok yang setiap saat selalu terancam oleh serangan-serangan kaum Eropa di bawah kepemimpinan raja Alfonso yang merebut banyak sekali kota penting dari tangan mereka, khususnya Toledo.

Orang-orang dekat dari kalangan para tokoh aparatur negara dan ulama ingin menyerahkan jabatan khilafah kepada Yusuf, karena mereka melihat banyak kelebihan dalam diri Yusuf yang membuatnya layak menyandang kedudukan tersebut. Namun Yusuf menolak saran mereka ini, lebih memilih sebagai amir di kalangan kaum Muslimin. Peristiwa ini terjadi pada tahun 466 H.

Menuju Andalusia

Setelah bahaya kaum Eropa kian besar terhadap berbagai kelompok Andalusia, setelah para sultan merasa kekuasaan mereka sudah berada di ambang batas dan menjadi santapan lezat di mulut musuh, setelah mereka mendengar berita kemenangan-kemenangan Yusuf bin Tasyafin, persatuan Afrika Utara dengan kawasan pedalaman padang pasir di bawah kaum Murabithun, kuatnya kekuasaan mereka, dan besarnya pasukan mereka, para amir Andalusia akhirnya mengirim surat kepada Yusuf untuk memanggilnya guna menyelamatkan Andalusia. Mereka bersedia menyerahkan nyawa dan semua yang mereka miliki pada tindakan dan kemauannya.

Sudah sering kali mereka mengirim surat seperti ini. Terakhir, mereka mengirim utusan.

Mereka berada dalam kondisi hina dan iba. Mereka mengharapkan bantuan kepadanya.

Ada banyak alasan mengapa Yusuf lamban merespon permintaan bantuan para amir dan di Andalusia. Di antara alasan paling penting adalah Yusuf mengkhawatirkan mereka menjalin konspirasi dengan pihak musuh untuk menyerangnya, mengingat kebanyakan dari mereka ini mengalami lemah jiwa, hingga menjadi mainan di tangan musuh mereka, raja Alfonso, raja Castilla (Qasytala adalah perubahan dari kata Castil, yaitu benteng dalam bahasa asing), yang selalu mengancam dan mewajibkan mereka membayar jizyah.

Kemudian, Yusuf bin Tasyafin mengadakan pertemuan dengan staf dan para fuqaha, lalu mereka mendukung langkah Yusuf untuk memberikan bantuan.

Hanya saja, Yusuf mensyaratkan kepada utusan-utusan para amir Andalusia agar mereka bersatu bersamanya, masing-masing memberikan bantuan dan pasukan semampunya, dan pemimpin mereka, Mu'tamid bin Ubad, penguasa Sevilla, harus mengalah dan menyerahkan Algeciras untuk ia jadikan basis militer pasukan Yusuf setelah menyeberangi lautan. Mereka menyepakati seluruh permintaan Yusuf dan berjanji untuk itu.

Kekuatan pertama Yusuf yang menyeberang lautan adalah pasukan berkuda di bawah komando Dawud bin Aisyah menuju perbatasan Algeciras, dan berpusat di sana. Kemudian, disusul pasukan-pasukan lainnya, hingga mereka semua berhasil menyeberangi lautan.

Pada Kamis pagi pertengahan bulan Rabiul Awal 479 H, sang pahlawan syekh Yusuf menyeberang bersama sisa kekuatan pasukannya.

***

Di sini, kita perlu mencatat sepenggal kisah Yusuf bin Tasyafin.

Ketika perahu-perahu yang mengangkutnya dan juga pasukannya membelah gelombang lautan, gelombang mengamuk dan sangat tinggi. Sang pemimpin ini kemudian berdiri, membentangkan kedua tangan memanjatkan doa ke langit dan berdoa, “Ya Allah! Jika Engkau tahu kami melintasi lautan ini baik bagi kami dan kaum muslimin, maka mudahkanlah kami untuk mengarunginya. Namun, jika Engkau mengetahui sebaliknya, maka persulitlah kami hingga kami dapat menyeberanginya.”

Setelah selesai mengucapkan doa, Allah mempermudah perjalanan dan mendekatkan ke tujuan.

Proses penyeberangan tuntas terlaksana dalam hembusan angin yang baik dan lautan yang tenang.

Pertempuran Zallaqah (Battle of Sagrajas)

Seperti halnya perang Yarmuk adalah kunci kemenangan di Syam. Seperti halnya perang Qadisiyah adalah kunci kemenangan di Irak/Persia.

Seperti halnya perang benteng Babilonia adalah kunci kemenangan di Mesir.

Seperti halnya perang Wadi Lakka (Battle of Guadalete) adalah kunci kemenangan Thariq bin Ziyad di Andalusia.

Seperti itu juga perang Zallaqah yang merupakan kunci kemenangan bagi Yusuf di Andalusia untuk kedua kalinya.

Wibawa Islam di Andalusia kembali lagi, dan eksistensi Islam diperbarui dengan kuat sepanjang kurang lebih 4 abad lamanya. Dan inilah yang terpenting. Itulah di antara dampak peperangan Zallaqah.

Menuju Sevilla

Dari Jaziratul Khadhra’ (Algeciras), pasukan Yusuf bergerak ke arah Sevilla. Di tengah perjalanan, pasukan kaum muslimin mendapat bantuan makanan dan jamuan yang dikirimkan Mu'tamad bin Ubad.

Setelah hampir tiba, Mu'tamid keluar menghampiri Yusuf, menyambut kedatangannya dan berpelukan. Keduanya saling berjanji untuk berjihad, saling setia, dan saling membantu.

Yusuf juga mengirimkan surat kepada para amir kelompok-kelompok lain, seraya mengajak mereka untuk bekerjasama, saling membantu, dan setia agar seluruh pasukan lengkap dan bersatu menghadapi musuh. Sebagian di antara mereka memenuhi seruan Yusuf, dan sebagian besar enggan memenuhinya dengan alasan sibuk mempertahankan wilayah sendiri.

Antara Badajoz dan Coria di Padang Datar Zallaqah

Pasukan bergerak ke arah barat laut, dengan pasukan perintis diisi satuan-satuan kekuatan Sevilla di bawah komando Mu'tamid bin Ubbad dan pasukan garis belakang diisi prajurit Murabithun dipimpin Yusuf bin Tasyafin.

Mereka terus bergerak hingga tiba di sebuah padang datar yang terletak di antara kota Badajoz dan Coria, yang dikenal sebagai padang datar Zallaqah yang dilalui sungai Tagus.

Berita-berita pergerakan pasukan ini sampai ke telinga raja Alfanso VI, raja Castilla. Ia langsung menghentikan pengepungan terhadap wilayah Zaragoza, memanggil seluruh pasukan dan kelompoknya dari mana-mana, serta meminta bantuan kepada para sekutunya dari kalangan raja-raja dan pemimpin Nasrani di balik pegunungan Pyrenia. Para pasukan berkuda, prajurit, dan berbagai kelompok berdatangan dari Perancis, Italia, dan lain sebagainya.

Bersama pasukan besarnya, Alfonso VI mengarah ke selatan untuk menghadapi pasukan-pasukan muslimin.

Para ahli sejarah memperkirakan jumlah pasukan Alfonso sekitar 80.000 personel, sementara kekuatan pasukan Islam sekitar 48.000 personel.

Alfonso bersama seluruh kekuatannya tiba di tepi sungai Tagus yang memisahkannya dengan perkemahan pasukan muslimin.

Tiga hari berlalu...!

Kemudian, Yusuf bin Tasyafin mengirim surat kepada Alfonso -sesuai sunah- menawarkannya masuk Islam, membayar jizyah, atau perang. Juga disebutkan dalam isi surat:

“Kami mendengar hai Afdonesy -Alfonso- bahwa kau menyeru untuk bersatu melawan kami, dan kau berharap memiliki perahu-perahu untuk menyeberangi lautan ke tempat kami. Kami telah menyeberangi lautan ke tempatmu, dan Allah telah mempertemukan kita di tempat ini. Kau akan mengetahui akibat seruanmu itu. Dan seruan orang-orang kafir tidak lain berada dalam kesesatan.”

Tipu Muslihat yang Terbongkar

Alfonso berusaha menipu kaum muslimin dalam penentuan hari peperangan. Ia mengirim surat kepada Mu'tamid bin Ubbad pada hari kamis. Dalam suratnya, ia mengatakan, “Besok hari Jumat, dan hari Jumat adalah hari raya kaum muslimin. Kami tidak memerangi pada hari-hari raya kaum muslimin, dan hari Sabtu adalah hari raya kaum Yahudi, di antara pasukan kami terdapat banyak kaum Yahudi, dan hari Minggu adalah hari raya kami. Untuk itu, kita menunda peperangan hingga hari Senin.”

Surat Alfonso ini tipu muslihat yang terbongkar, karena ia bermaksud untuk berkhianat. Yusuf dan Mu'tamid mengetahui hal itu. Pasukan perintis mendatangi keduanya pada malam hari. Mereka memberitahukan persiapan di tenda pasukan Nasrani, terdengar suara gaduh, dan suara gemerincing senjata. Akhirnya, para pasukan muslimin bersiap-siap menghadapi serangan tiba-tiba.

Perang

Belum juga Subuh hari Jumat tanggal 12 Rajab 479 H terbit, datang serangan yang sudah diperkirakan pasukan muslimin yang sudah bersiap untuk menghadapinya.

Para ahli sejarah menggambarkan peristiwa-peristiwa peperangan ini. Mereka menuturkan bahwa pasukan Nasrani bergerak dan memulai peperangan. Kedua pasukan bertempur dalam serangan umum. Pasukan perintis dari Castilla dan Aragon yang dipimpin panglima Albert Hanes menyerang pasukan perintis kaum muslimin yang diisi sejumlah kekuatan Andalusia dan dipimpin oleh Mu'tamid bin Ubbad.

Serangan yang dilancarkan pasukan perintis Nasrani sangat kuat hingga menggeser pasukan perintis kaum muslimin dari posisinya. Komposisi pasukan muslimin kacau hingga sebagian besar di antaranya mundur ke arah Badajoz. Tidak ada yang tegar menghadapi pasukan Nasrani yang menyerang selain Mu'tamid dan pasukan berkuda Sevilla. Mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Nasrani dengan kuat. Pemimpin pasukan Andalusia yang pemberani itu terkena luka, dan sebagian besar di antara mereka berpencar dari sekelilingnya. Banyak di antara pasukan Andalusia terbunuh dan hampir saja mereka kalah tanpa ada seorangpun yang maju untuk menyelamatkan mereka.

Di saat yang sama, Alfonso menyerang pasukan perintis Murabithun yang dipimpin Dawud bin Aisyah. Pasukan Alfonso juga berhasil menggeser pasukan perintis Murabithun dari posisinya.

Di saat-saat sulit itulah Yusuf bin Tasyafin mendorong prajurit-prajurit Barbar yang dipimpin komandan perang terbaik mereka, Sair bin Abu Bakar, untuk menyelamatkan dua pasukan sekaligus; pasukan Andalusia dan pasukan Murabithun. Dengan seluruh kekuatan pasukan, Sair bin Abu Bakar menembus jantung pertahanan pasukan Nasrani dengan sangat kuat hingga rona muka peperangan dengan cepat berubah. Pasukan Andalusia dan Murabithun kembali tegar, pasukan yang melarikan diri kembali ke barisan masing-masing, dan peperangan berkobar di sisi ini secara menawan hingga memperkuat kubu pasukan muslimin.

Pada saat itu, Alfonso maju menyerang hingga sampai di hadapan perkemahan pasukan Murabithun. Alfonso menerobos parit pelindung. Namun, pada saat yang sama, Yusuf menggunakan strategi inovatif. Ia bergerak menuju perkemahan pasukan Nasrani dan menyerang dengan kuat. Perkemahan dijaga sejumlah pasukan yang tidak kuat, hingga Yusuf berhasil menumpas mereka, melompat menerjang ke pasukan garis belakang Castilla dan melukai mereka dari belakang. Genderang-genderang ditabuh di sekitar pasukan hingga gemanya membelah ruang angkasa. Api besar dinyalakan di tempat pasukan Castilla hingga jilatan api membumbung tinggi ke udara.

Begitu Alfonso mengetahui kejadian yang menimpa tendanya, ia segera kembali untuk menyelamatkan tempatnya, lalu ia berhadapan dengan pasukan baris belakang Murabithun. Pertempuran besar terjadi di antara pasukan kekaisaran, hingga barisan pasukan Castilla terkoyak. Si raja Nasrani ini baru bisa sampai ke tempatnya setelah melalui sejumlah kerugian besar. Saat itulah perang dilanjutkan. Yusuf menyerang dan bergerak ke sana-kemari dengan kudanya, mendorong pasukan untuk teguh dan mati syahid. Gema gendering bedug di sekitarnya memekakkan telinga.

Pasukan-pasukan Spanyol belum pernah mendengar suara gaduh yang mengguncang tanah seperti ini.

Serangan pasukan Murabithun kian sengit di bawah komando Sair bin Abu Bakar terhadap pasukan perintis Castilla yang dipimpin oleh Albert Hanes. Keberanian seluruh pasukan Andalusia kembali.

Serangan terakhir yang mematikan terjadi ketika Yusuf mendorong pasukan penjaga, khususnya yang disebut singa-singa penjaga, yang berkekuatan 4000 prajurit ke inti pertempuran, hingga salah satu di antara prajurit ini berhasil mencapai Alfonso lalu menikamnya dengan sangkur tepat di bagian paha hingga tembus.

Matahari hampir terbenam. Alfonso dan bala tentaranya tahu bahwa mereka akan mati jika terus berperang. Saat itu, ia mundur bersama beberapa pasukannya dan berlindung di salah satu perbukitan terdekat hingga malam tiba. Di dalam kegelapan malam, mereka melarikan diri, dan berakhir sudah pertempuran Zallaqah (pertempuran Sagrajas).

Seiring berakhirnya pertempuran ini, wibawa para amir kelompok-kelompok Andalusia kembali. Kekuatan mereka kembali kokoh, baik di kota-kota maupun di wilayah-wilayah mereka.

Menuju Maroko

Para amir kelompok-kelompok Andalusia meminta Yusuf untuk terus bergerak mengejar musuh, membersihkan berbagai negeri dari kotoran, serangan, dan ancaman mereka. Yusuf meminta sedikit waktu kepada mereka.

Di saat seperti itu, ia mendengar berita kematian anaknya, Abu Bakar, di Maroko yang ia angkat untuk memimpin negeri tersebut selama kepergiannya. Berita ini terasa berat baginya, lalu ia memutuskan untuk segera kembali Maroko agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan di sana.

Ia meminta maaf kepada para amir kelompok-kelompok Andalusia. Setelah itu, kembali ke Maroko untuk merenungkan persoalannya di sana, serta melindungi wilayah tersebut dari ketamakan dan perpecahan.

Ia mempertahankan tiga ribu pasukannya untuk tetap bersama Mu'tamid bin Ubbad, penguasa Sevilla sebagai pasukan bantuan.

Kembali Menyeberang

Yusuf bin Tasyafin menghabiskan waktu hampir dua tahun di Maroko sambil mengecek segala persoalan berbagai negeri setempat dari ujung ke ujung. Ia mengunjungi setiap wilayah dan kota, meneliti kondisinya dan memastikan segala sesuatu di sana berjalan dengan baik.

Di sela-sela itu, Andalusia kembali menjadi pentas pertikaian para amir kelompok-kelompok di sana, hingga mendorong Alfonso VI, raja Castilla, untuk menyerang dan menguasai sebagian kota dan Wilayah mereka, serta mewajibkan mereka membayar jizyah.

Khususnya wilayah-wilayah yang terletak di antara Murcia dan Lorca. Di sana, Alfonso mendirikan sebuah benteng besar di atas tembok-tembok dan menara, menghimpun ribuan prajurit di dalam benteng tersebut untuk ia jadikan basis militer yang menggentarkan para musuh dan memaksa mereka untuk patuh. Benteng ini dikenal sebagai benteng Aledo, yang disebut orang Arab sebagai benteng Laith.

Situasi ini tidak menguntungkan bagi Mu'tamid bin Ubbad, penguasa Sevilla. Kemudian, ia menuju Maroko untuk menemui Yusuf, menyampaikan persoalan ini kepadanya dan meminta bantuannya.

Surat-surat para fuqaha, orang-orang penting, dan orang-orang tulus dari kalangan penduduk Andalusia tidak pernah berhenti berdatangan kepada Yusuf untuk meminta bantuan dan memintanya datang.

Sehingga mau tidak mau, amir harus memenuhi permintaan mereka, dan berjanji kepada mereka.

Selanjutnya, ia mempersiapkan diri dan seluruh kekuatannya untuk menyeberang menuju Jaziratul Khadhra' pada bulan Rabiul Awal 481 H. Di sana, Mu'tamid bin Ubbad menyambut kedatangannya, memberikan bantuan kepadanya, dan bergabung bersamanya dengan seluruh kekuatannya.

Dari Jaziratul Khadhra', Yusuf mengirim surat kepada para amir daerah-daerah Andalusia, memberitahukan kedatangannya untuk membantu mereka, sekaligus meminta mereka untuk sejalan dan bergabung bersamanya agar bersatu padu untuk menyerang, menghabisi, dan melenyapkan musuh mereka, Alfonso. Setelah itu, satu persatu di antara mereka datang bersama kekuatan dan pasukan masing-masing.

Selanjutnya, Pasukan Islam bergerak menuju benteng Aledo yang menjadi halangan utama. Mereka berencana untuk menguasai benteng tersebut, sehingga memungkinkan bagi mereka untuk memerdekakan sejumlah kota yang ada di sekitarnya. Setelah sampai di sana, mereka mengepung benteng tersebut dengan ketat, mencegah segala bantuan dan perlengkapan, melemparinya dengan berbagai alat perang, dan menyerangnya dari sejumlah sisi-sisi benteng satu persatu. Namun, semua usaha ini tidak membuahkan hasil, karena benteng tetap kokoh, kuat, dan tangguh.

Pengepungan berlangsung selama 4 bulan, tapi tanpa hasil...!

Gagal dan Kembali

Selama itu, Yusuf menghadapi berbagai perselisihan para amir daerah-daerah Andalusia, dan aksi saling tuding yang mereka lakukan. Yusuf merasa bahwa situasi dan kekuatannya rentan menjadi sasaran serangan musuh dan lenyap kapan saja.

Setiap kali masuk tenda pada malam hari, pasti ada seorang amir yang mengadu kepadanya dan memfitnah rekannya. Masing-masing ingin berkuasa sendiri, sampai-sampai pengkhianatan muncul di salah satu barisan mereka. Inilah situasi yang membuat Yusuf merasa putus asa dan menyesali petualangannya kali ini.

Akhirnya, Yusuf bin Tasyafin memutuskan untuk kembali ke Maroko dan membiarkan segala sesuatunya mengalir begitu saja.

Namun, dalam dirinya, Yusuf bin Tasyafin memutuskan sesuatu.

Menggabungkan Andalusia ke Maroko...!

Karena tanpa upaya ini, situasi tidak akan membaik.

Inti kerusakan harus dilenyapkan, daerah-daerah kecil ini harus dikuasai, dan seluruh negeri harus dipersatukan. Sebab, jika ia biarkan Andalusia begitu saja tanpa melakukan upaya yang sudah ia tekadkan, tentu sama saja membuat Andalusia menjadi santapan empuk bagi Alfonso si serakah itu, dan menyia-nyiakan negeri tersebut setelah tanahnya dibasahi oleh darah para syuhada yang berbakti, selanjutnya para pemimpin tulus mengurus negeri ini dan menjadikannya sebagai permata peradaban dan ilmu pengetahuan.

Lantas, bagaimana seorang Murabith dengan idealisme dan kepahlawanan seperti Yusuf bisa lepas tangan!?

Kali ini, ia tidak menunggu permintaan, surat, ataupun undangan, karena jiwa dan dorongan positif berkobar di dalam dirinya dan mendorongnya untuk segera melakukan tindakan serius.

Yusuf tidak menentukan keputusan secara spontan, tapi ia mempelajari secara mendalam dari berbagai sisi; keagamaan, strategi, dan militer, juga bermusyawarah dengan para komandan, pemimpin, dan fuqaha.

Para amir di wilayah Andalusia kembali mencari muka, bersekutu, dan bekerja sama kembali dengan Alfonso. Inilah yang membuat Yusuf sedih. Untuk itu, musuh yang akan dihadapi Yusuf berskala luas dan kuat.

Dengan kekuatan pasukan Murabithun, Yusuf menyeberang pada tahun 483 H dengan niat menyerang Andalusia secara keseluruhan, melenyapkan para pengkhianat di sana, lalu mengarahkan fokus pada musuh bebuyutan dan lawan tangguh, Alfonso VI.

Itulah yang terjadi.

Terlebih dahulu Yusuf bergerak menuju Toledo, lalu membuat manuver di sana. Hanya saja, kota ini terlalu kokoh. Yusuf pun meninggalkan kota ini setelah mengguncang seluruh unsur penopangnya.

Setelah itu, ia bergerak menuju Granada yang dipimpin Abdullah bin Balqin, salah satu amir di Andalusia, dan yang memiliki hubungan kuat dengan Alfonso VI.

Saat mengetahui kedatangan Yusuf, Ibnu Balqin mempersiapkan pasukan untuk mempertahankan Granada dengan persiapan yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ia juga mengirim surat kepada sekutunya, Alfonso VI untuk meminta bantuan. Akan tetapi, Yusuf berhasil menguasai Granada setelah melalui perjuangan pahit, mengeluarkan seluruh harta simpanan kota ini, dan Ibnu Balqin meminta jaminan aman. Yusuf bersedia memberinya jaminan aman hanya untuk ia, istri, dan anaknya saja.

Runtuhnya Granada menebarkan rasa takut di hati para amir di Andalusia lainnya. Mu'tamid bin Ubbad berusaha untuk mencari muka di hadapan Yusuf. Ia mengunjungi Yusuf di Granada seraya menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Yusuf menyambutnya dengan sikap kasar dan keras, karena Yusuf tahu pasti persekutuan antara Ibnu Ubbad dengan Alfonso VI, sehingga Yusuf merasa tidak senang padanya.

Yusuf merasa posisinya sudah kuat untuk menghadapi daerah-daerah Andalusia lainnya. Yusuf meninggalkan pasukannya di bawah komando panglima tiada duanya, Sair bin Abu Bakar, untuk meneruskan penaklukan di sana-sini, sementara Yusuf kembali ke Maroko, basis kewilayahannya, dan mengirimkan kekuatan-kekuatan tempur yang diperlukan dari seberang.

Pasukan-pasukan Yusuf mengarungi sejumlah peperangan, menaklukkan berbagai negeri, dan memperluas kekuasaan di Cordoba, Ronda, Jaen, Sevilla, dan wilayah-wilayah lain, hingga kemenangan nyata tercapai. Bahkan, sebagian besar wilayah di Guadalquivir tunduk pada sultan yang orang Murabithun ini. Peristiwa ini terjadi pada tahun 484 H.

Ibnu Ubbad dan para ajudannya dikirim ke Maroko sebagai tawanan, menuju daerah Aghmat (salah satu kota di Maroko). Ibnu Balqin juga dikirim ke Maroko sebagai tawanan.

Pada tahun berikutnya (485 H), pasukan Murabithun menguasai Xativa, Segura, dan Denia (kota-kota di Spanyol). Mereka terus bergerak ke arah Valencia hingga menguasai pemerintahan Santa Maria pada bulan Rajab 495 H.

Hanya dalam hitungan beberapa tahun, Spanyol muslim (Andalusia) beralih ke tangan si sultan. Sultan daerah-daerah Andalusia runtuh. Namun hanya untuk sementara waktu saja.

Yusuf menyeberang ke Andalusia pada tahun 495 H, dan kembali menuju Toledo. Di sana, ia berhadapan dengan kekuatan Castilla di bawah komando Alfonso VI. Yusuf berhasil mengalahkan mereka. Setelah itu Yusuf bergerak menuju Cordoba lalu memasuki kota tersebut, mengumpulkan para pembesar, pemimpin, komandan, dan fuqaha. Yusuf mengambil sumpah pada mereka bahwa yang akan menjadi sultan Maroko dan Andalusia sepeninggalnya nanti adalah anaknya, Ali bin Yusuf.

Yusuf bin Tasyafin Meninggal Dunia

Di akhir-akhir tahun 498 H, syekh mujahid penakluk ini jatuh sakit. Ia menetap di istananya di Marrakesh. Ia terus sakit hingga selama setahun lamanya, sampai kematian tiba dan ia pun pulang ke sisi Rabb Yang Mahamulia.

Semoga Allah merahmati Yusuf bin Tasyafin -si Murabithun, panglima dan amir. Semoga Allah memberikan balasan terbaik untuk jihad, keikhlasan, dan pengorbanannya.

Bacaan:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam