YUSUF BIN
TASYAFIN - Panglima Islam Penakluk Maghrib dan Andalusia
Kita masih
melalui sejarah eksistensi Islam di Andalusia, eksistensi yang berlangsung lama
hingga 9 abad lebih, meninggalkan banyak jejak peradaban yang hingga kini masih
tegak berdiri dan menjadi saksi akan kebesaran dan keindahan eksistensi itu.
Pahlawan
kita, Yusuf bin Tasyafin, punya andil dan pengaruh besar terhadap eksistensi
itu.
Lantas
siapakah dia? Bagaimana ia tumbuh berkembang? Dari mana ia datang? Apa yang ia
lakukan? Perang apakah yang membuatnya layak berada di jajaran
pahlawan-pahlawan Islam penakluk? Apakah Andalusia perlu ditaklukkan lagi?
Kapan itu terjadi?
Kita kaum
muslimin saat ini sangat memerlukan kepemimpinan yang mempersatukan kita,
menata kembali segala bentuk penyimpangan kita yang menjauh dari Islam, menata
umat Islam kita sesuai ajaran-ajaran Islam, yang menunjukkan jalan kebenaran,
yang akan membawa kita ke ufuk-ufuk pengetahuan agar kita tidak menjadi mangsa
bagi bangsa-bangsa lain atau mengekor mereka.
Sama
sekali tidak diragukan bahwa syariat Allah adalah jalan lurus dan perahu
penyelamat.
Juga tidak
diragukan sedikitpun bahwa kepemimpinan yang diharapkan adalah faktor utama
untuk mengembalikan kebangkitan umat.
Benar kata
orang, “Kaum muslimin menuju kebaikan, tapi kelemahan terletak pada
kepemimpinan.”
Islam dan
Kabilah-Kabilah Barbar
Sejak awal
penaklukan Islam di Afrika Utara, sejak masa Uqbah bin Nafi’ ra. hingga masa
Musa bin Nashir, para penakluk menghadapi beban berat kebuasan dan perilaku
kasar kabilah-kabilah Barbar selama kurang lebih 70 tahun. Hingga akhirnya
mereka dapat dirangkul dalam pelukan Islam dan Allah membuka hati mereka, lalu
mereka bergabung di bawah panji Islam sebagai prajurit-prajurit tangguh yang
mengangkat panji Islam dan menyebarkan kalimat tauhid.
Sebagian
besar di antara mereka pergi ke Andalusia bersama Musa bin Nushair dan Thariq
bin Ziyad, sehingga mereka adalah prajurit-prajurit terdepan dan pasukan yang
tidak pernah melarikan diri untuk menghadapi musuh. Mereka ini menetap di
wilayah-Wilayah Andalusia dan berkembang-biak, sehingga mereka memiliki
kedudukan tersendiri. Kekacauan fanatisme kabilah yang tidak pernah mereda dan
tidak bisa dipadamkan terkadang membuat mereka bergejolak.
Hanya
saja, sekelompok dari kabilah-kabilah Barbar justru bergerak ke Afrika Utara
bagian Selatan hingga ke padang pasir besar yang terbentang di antara
Mauritania hingga Sudan. Di sanalah penghidupan dan kehidupan mereka berada,
laksana badui nomaden. Cara hidup seperti inilah yang mungkin membuat sebagian
ahli sejarah cenderung meyakini bahwa asal usul kabilah-kabilah ini adalah
bangsa Arab yang pergi meninggalkan semenanjung Arab dalam gelombang-gelombang
imigrasi. Meski memeluk Islam, mereka tetap berpegangan pada tradisi dan
kebiasaan-kebiasaan jahiliah yang masih tumbuh berkembang dan banyak
penyimpangannya. Sebab, mereka ini jauh dan terputus dari sumber-sumber ilmu
pengetahuan.
Murabithun
Hanya
saja, sekelompok orang di antara mereka ada yang menjalin hubungan dengan Mesir
dan ulama-ulama setempat di tengah perjalanan menuju tanah suci untuk
melaksanakan kewajiban haji. Sehingga mereka mengetahui bahwa kaum mereka jauh
dari ajaran-ajaran Islam yang benar.
Saat
pulang kampung, mereka menyampaikan kepada orang-orang apa yang mereka
pelajari, menyeru untuk meninggalkan segala bentuk penyimpangan, dan mendirikan
sekolah untuk mereka yang fokus menjalankan tugas memberikan nasihat,
bimbingan, dan dakwah.
Mereka
mulai berkomunikasi dengan pusat-pusat ilmu di Afrika Utara, seperti Kairouan
dan kota-kota lainnya. Mereka aktif dalam hal ini.
Di antara
mereka, muncul seseorang bernama Abdullah bin Yasin yang memegang kendali agama
dan keilmuan. Ia adalah sosok yang wara’,
faqih dan sangat pencemburu terhadap ajaran-ajaran Islam. Ia pernah berkunjung
ke Andalusia dan menetap di sana selama beberapa tahun. Di sana, kepribadian
Abdullah bin Yasin mengkristal. Ilmu, semangat, dan kegigihannya semakin
meningkat.
Ia seorang
orator berbakat dan sangat berpengaruh. Namun, karena keras dalam menyampaikan
dakwah, banyak orang yang meninggalkannya. Akhirnya, ia meninggalkan mereka dan
kembali ke sekolahnya bersama beberapa sahabatnya. Hanya saja, ia tidak lama
mengucilkan diri, karena banyak orang berdatangan ke tempatnya, belajar
kepadanya, dan tinggal bersamanya.
Dari Nasehat
dan Bimbingan, Menuju Jihad
Pengikutnya
kian banyak, dan kekuasaannya kian luas, hingga akhirnya ia membentuk dewan
syura. Tidak lama setelah itu, ia menggunakan pedang dalam berdakwah dan bukan
lagi dengan kata-kata. Sebab, untaian kata-kata tidak membawa guna dan
membuahkan hasil. Kekuatan-kekuatan bersenjata penuh dengan iman tulus dan
tekad kuat akhirnya terbentuk.
Komando
kekuatan pasukan ia serahkan kepada salah seorang amir di antara para
pengikutnya. Ia bernama Yahya bin Umar. Ia seorang pemberani, wara’, zuhud, dan
patuh sepenuhnya kepada sang guru, Abdullah bin Yasin.
Kekuatan-kekuatan
Murabithun bergerak dengan menyampaikan dakwah kepada para pemimpin sejumlah
wilayah yang terusik oleh kondisi rakyatnya. Peristiwa ini terjadi pada tahun
445 H.
Murabithun
bergerak meninggalkan padang pasir dengan menunggangi kuda dalam kelompok besar
dipimpin syekh Abdullah bin Yasin dan panglima perang, amir Yahya bin Umar.
Mereka pergi dari satu wilayah ke wilayah lain, menguasai dan mengembalikannya
ke pangkuan Islam dengan mendirikan sejumlah madrasah dan masjid, serta
menunjuk orang yang memiliki kemampuan untuk menata dan mengajar.
Mereka
tetap berkelana ke berbagai penjuru, tidak ada penghalang yang mampu menghadang
laju mereka, hingga pada tahun 447 H panglima Yahya bin Umar meninggal dunia.
Lalu, syekh Abdullah bin Yasin menunjuk saudaranya, Abu Bakar bin Umar sebagai
pengganti. Ia adalah seorang panglima pemberani yang tidak kalah mumpuni dari
saudaranya.
Yusuf bin
Tasyafin
Untuk
pertama kalinya, nama Yusuf muncul di pentas peristiwa karena ia ditunjuk oleh
panglima baru, Abu Bakar, untuk memimpin pasukan perintis. Yusuf adalah saudara
sepupu Abu Bakar.
Pemilihan
ini mengisyaratkan banyak makna dan petunjuk.
Yusuf
adalah salah satu murid cerdas syekh Abdullah bin Yasin. Ia seorang prajurit
yang menunjukkan keahlian berperang level tinggi. Di samping itu, ia sosok yang
taat beragama dan berperilaku baik karena ilmu yang ia pelajari.
Saat itu,
ia sudah menginjak kepala empat, yaitu 48 tahun. Artinya, ia sudah matang,
penuh kewaspadaan, dewasa, besar kedudukannya, dan dikenal baik di kalangan
khusus maupun umum.
Yusuf
terus berjihad dan berjuang hingga sebagian besar negeri-negeri Maroko tunduk.
Syekh
Abdullah bin Yasin wafat, lalu kepemimpinan agama, politik, dan militer beralih
ke tangan panglima Abu Bakar. Mereka ini akhirnya berkuasa sepenuhnya terhadap
negeri-negeri Maroko secara keseluruhan, dengan seluruh pedalaman padang
pasirnya, hingga perbatasan-perbatasan Sudan.
Marrakesh
(kota besar di Maroko Barat)
Pada tahun
454 H, setelah Yusuf bin Tasyafin menundukkan wilayah pesisir ujung Maroko,
membentangkan kekuasaan di sana, dan pasukannya kian banyak. Ia berencana untuk
menjadikan wilayah tersebut sebagai basis pasukannya sekaligus menjadi ibukota.
Selanjutnya,
ia memilih sebidang tanah. Di sana, ia mendirikan sejumlah rumah dan masjid. Ia
terjun langsung mendirikan masjid bersama para pekerja. Nama kawasan tersebut
adalah Marrakesh yang dalam bahasa Barbar berarti berjalanlah dengan cepat.
Di wilayah
tersebut, Yusuf bin Tasyafin menempati kedudukan seorang sultan (biasa
digunakan untuk menyebut gelar gubernur dalam negara khilafah, ed.). Inilah alasan yang mendorong sepupunya,
Abu Bakar yang menjabat sebagai panglima tertinggi, pewaris kepemimpinan,
memimpin dan berkelana ke berbagai penjuru jauh, berpikir untuk kembali. Di
sisi lain, berita kemenangan-kemenangan Yusuf dan wilayah kekuasaannya yang
kian meluas menyebar ke mana-mana. Abu Bakar ingin memastikan kebenaran berita
tersebut, atau mengkhawatirkan kekuasaannya.
Setelah
pasukan perintis Abu Bakar tiba di Marrakesh, Yusuf menyambut kedatangan mereka
dengan baik, dan memberi banyak hadiah kepada para pasukan.
Setelah
dua tokoh bertemu, Abu Bakar mengetahui kekuasaan yang dicapai sepupunya itu.
Ia tidak berminat untuk berperang, bertikai, ataupun bermusuhan dengan
sepupunya, sehingga merasa cukup dengan hadiah yang diberikan padanya. Yusuf
mewasiatkan sejumlah hal kepada Abu Bakar. Setelah itu, Abu Bakar kembali
bersama seluruh kekuatan untuk meneruskan misi jihad.
Abu Bakar
meninggal pada tahun 480 H, gugur dalam salah satu peperangan, sehingga
kekuasaan mutlak diraih Yusuf.
Sultan Yusuf
bin Tasyafin Menolak Pencalonan Sebagai Khalifah
Seiring
kian luasnya kekuasaan dan penyatuan Afrika Utara beserta wilayah padang pasir
di pedalaman, banyak di antara orang-orang dekat Yusuf menilai untuk
menempatkan Yusuf di jabatan khilafah dan kepemimpinan kaum mukminin. Terlebih
daulah [zindiq] Fathimiyah-Ubaidiyah sudah hampir terbenam, di samping simbol
pusat khilafah Abbasiyah melemah, eksistensi Islam di Andalusia terpecah
menjadi sejumlah pemerintahan kecil yang lemah di mana sejumlah kota dan
wilayah-wilayah di sana dikuasai berbagai kelompok yang setiap saat selalu
terancam oleh serangan-serangan kaum Eropa di bawah kepemimpinan raja Alfonso
yang merebut banyak sekali kota penting dari tangan mereka, khususnya Toledo.
Orang-orang
dekat dari kalangan para tokoh aparatur negara dan ulama ingin menyerahkan
jabatan khilafah kepada Yusuf, karena mereka melihat banyak kelebihan dalam
diri Yusuf yang membuatnya layak menyandang kedudukan tersebut. Namun Yusuf
menolak saran mereka ini, lebih memilih sebagai amir di kalangan kaum Muslimin.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 466 H.
Menuju
Andalusia
Setelah
bahaya kaum Eropa kian besar terhadap berbagai kelompok Andalusia, setelah para
sultan merasa kekuasaan mereka sudah berada di ambang batas dan menjadi
santapan lezat di mulut musuh, setelah mereka mendengar berita
kemenangan-kemenangan Yusuf bin Tasyafin, persatuan Afrika Utara dengan kawasan
pedalaman padang pasir di bawah kaum Murabithun, kuatnya kekuasaan mereka, dan
besarnya pasukan mereka, para amir Andalusia akhirnya mengirim surat kepada
Yusuf untuk memanggilnya guna menyelamatkan Andalusia. Mereka bersedia
menyerahkan nyawa dan semua yang mereka miliki pada tindakan dan kemauannya.
Sudah
sering kali mereka mengirim surat seperti ini. Terakhir, mereka mengirim
utusan.
Mereka
berada dalam kondisi hina dan iba. Mereka mengharapkan bantuan kepadanya.
Ada banyak
alasan mengapa Yusuf lamban merespon permintaan bantuan para amir dan di
Andalusia. Di antara alasan paling penting adalah Yusuf mengkhawatirkan mereka
menjalin konspirasi dengan pihak musuh untuk menyerangnya, mengingat kebanyakan
dari mereka ini mengalami lemah jiwa, hingga menjadi mainan di tangan musuh
mereka, raja Alfonso, raja Castilla (Qasytala adalah perubahan dari kata
Castil, yaitu benteng dalam bahasa asing), yang selalu mengancam dan mewajibkan
mereka membayar jizyah.
Kemudian,
Yusuf bin Tasyafin mengadakan pertemuan dengan staf dan para fuqaha, lalu
mereka mendukung langkah Yusuf untuk memberikan bantuan.
Hanya
saja, Yusuf mensyaratkan kepada utusan-utusan para amir Andalusia agar mereka
bersatu bersamanya, masing-masing memberikan bantuan dan pasukan semampunya,
dan pemimpin mereka, Mu'tamid bin Ubad, penguasa Sevilla, harus mengalah dan
menyerahkan Algeciras untuk ia jadikan basis militer pasukan Yusuf setelah
menyeberangi lautan. Mereka menyepakati seluruh permintaan Yusuf dan berjanji
untuk itu.
Kekuatan
pertama Yusuf yang menyeberang lautan adalah pasukan berkuda di bawah komando
Dawud bin Aisyah menuju perbatasan Algeciras, dan berpusat di sana. Kemudian,
disusul pasukan-pasukan lainnya, hingga mereka semua berhasil menyeberangi
lautan.
Pada Kamis
pagi pertengahan bulan Rabiul Awal 479 H, sang pahlawan syekh Yusuf menyeberang
bersama sisa kekuatan pasukannya.
***
Di sini,
kita perlu mencatat sepenggal kisah Yusuf bin Tasyafin.
Ketika
perahu-perahu yang mengangkutnya dan juga pasukannya membelah gelombang lautan,
gelombang mengamuk dan sangat tinggi. Sang pemimpin ini kemudian berdiri,
membentangkan kedua tangan memanjatkan doa ke langit dan berdoa, “Ya Allah!
Jika Engkau tahu kami melintasi lautan ini baik bagi kami dan kaum muslimin,
maka mudahkanlah kami untuk mengarunginya. Namun, jika Engkau mengetahui
sebaliknya, maka persulitlah kami hingga kami dapat menyeberanginya.”
Setelah
selesai mengucapkan doa, Allah mempermudah perjalanan dan mendekatkan ke
tujuan.
Proses
penyeberangan tuntas terlaksana dalam hembusan angin yang baik dan lautan yang
tenang.
Pertempuran
Zallaqah (Battle of Sagrajas)
Seperti
halnya perang Yarmuk adalah kunci kemenangan di Syam. Seperti halnya perang
Qadisiyah adalah kunci kemenangan di Irak/Persia.
Seperti
halnya perang benteng Babilonia adalah kunci kemenangan di Mesir.
Seperti
halnya perang Wadi Lakka (Battle of Guadalete) adalah kunci kemenangan Thariq
bin Ziyad di Andalusia.
Seperti
itu juga perang Zallaqah yang merupakan kunci kemenangan bagi Yusuf di
Andalusia untuk kedua kalinya.
Wibawa
Islam di Andalusia kembali lagi, dan eksistensi Islam diperbarui dengan kuat
sepanjang kurang lebih 4 abad lamanya. Dan inilah yang terpenting. Itulah di
antara dampak peperangan Zallaqah.
Menuju Sevilla
Dari
Jaziratul Khadhra’ (Algeciras), pasukan Yusuf bergerak ke arah Sevilla. Di
tengah perjalanan, pasukan kaum muslimin mendapat bantuan makanan dan jamuan
yang dikirimkan Mu'tamad bin Ubad.
Setelah
hampir tiba, Mu'tamid keluar menghampiri Yusuf, menyambut kedatangannya dan
berpelukan. Keduanya saling berjanji untuk berjihad, saling setia, dan saling
membantu.
Yusuf juga
mengirimkan surat kepada para amir kelompok-kelompok lain, seraya mengajak
mereka untuk bekerjasama, saling membantu, dan setia agar seluruh pasukan
lengkap dan bersatu menghadapi musuh. Sebagian di antara mereka memenuhi seruan
Yusuf, dan sebagian besar enggan memenuhinya dengan alasan sibuk mempertahankan
wilayah sendiri.
Antara Badajoz
dan Coria di Padang Datar Zallaqah
Pasukan
bergerak ke arah barat laut, dengan pasukan perintis diisi satuan-satuan
kekuatan Sevilla di bawah komando Mu'tamid bin Ubbad dan pasukan garis belakang
diisi prajurit Murabithun dipimpin Yusuf bin Tasyafin.
Mereka
terus bergerak hingga tiba di sebuah padang datar yang terletak di antara kota
Badajoz dan Coria, yang dikenal sebagai padang datar Zallaqah yang dilalui
sungai Tagus.
Berita-berita
pergerakan pasukan ini sampai ke telinga raja Alfanso VI, raja Castilla. Ia
langsung menghentikan pengepungan terhadap wilayah Zaragoza, memanggil seluruh
pasukan dan kelompoknya dari mana-mana, serta meminta bantuan kepada para
sekutunya dari kalangan raja-raja dan pemimpin Nasrani di balik pegunungan
Pyrenia. Para pasukan berkuda, prajurit, dan berbagai kelompok berdatangan dari
Perancis, Italia, dan lain sebagainya.
Bersama
pasukan besarnya, Alfonso VI mengarah ke selatan untuk menghadapi
pasukan-pasukan muslimin.
Para ahli
sejarah memperkirakan jumlah pasukan Alfonso sekitar 80.000 personel, sementara
kekuatan pasukan Islam sekitar 48.000 personel.
Alfonso
bersama seluruh kekuatannya tiba di tepi sungai Tagus yang memisahkannya dengan
perkemahan pasukan muslimin.
Tiga hari
berlalu...!
Kemudian,
Yusuf bin Tasyafin mengirim surat kepada Alfonso -sesuai sunah- menawarkannya
masuk Islam, membayar jizyah, atau perang. Juga disebutkan dalam isi surat:
“Kami
mendengar hai Afdonesy -Alfonso- bahwa kau menyeru untuk bersatu melawan kami,
dan kau berharap memiliki perahu-perahu untuk menyeberangi lautan ke tempat
kami. Kami telah menyeberangi lautan ke tempatmu, dan Allah telah mempertemukan
kita di tempat ini. Kau akan mengetahui akibat seruanmu itu. Dan seruan
orang-orang kafir tidak lain berada dalam kesesatan.”
Tipu Muslihat
yang Terbongkar
Alfonso
berusaha menipu kaum muslimin dalam penentuan hari peperangan. Ia mengirim
surat kepada Mu'tamid bin Ubbad pada hari kamis. Dalam suratnya, ia mengatakan,
“Besok hari Jumat, dan hari Jumat adalah hari raya kaum muslimin. Kami tidak
memerangi pada hari-hari raya kaum muslimin, dan hari Sabtu adalah hari raya
kaum Yahudi, di antara pasukan kami terdapat banyak kaum Yahudi, dan hari
Minggu adalah hari raya kami. Untuk itu, kita menunda peperangan hingga hari
Senin.”
Surat
Alfonso ini tipu muslihat yang terbongkar, karena ia bermaksud untuk
berkhianat. Yusuf dan Mu'tamid mengetahui hal itu. Pasukan perintis mendatangi
keduanya pada malam hari. Mereka memberitahukan persiapan di tenda pasukan
Nasrani, terdengar suara gaduh, dan suara gemerincing senjata. Akhirnya, para
pasukan muslimin bersiap-siap menghadapi serangan tiba-tiba.
Perang
Belum juga
Subuh hari Jumat tanggal 12 Rajab 479 H terbit, datang serangan yang sudah
diperkirakan pasukan muslimin yang sudah bersiap untuk menghadapinya.
Para ahli
sejarah menggambarkan peristiwa-peristiwa peperangan ini. Mereka menuturkan
bahwa pasukan Nasrani bergerak dan memulai peperangan. Kedua pasukan bertempur
dalam serangan umum. Pasukan perintis dari Castilla dan Aragon yang dipimpin
panglima Albert Hanes menyerang pasukan perintis kaum muslimin yang diisi
sejumlah kekuatan Andalusia dan dipimpin oleh Mu'tamid bin Ubbad.
Serangan
yang dilancarkan pasukan perintis Nasrani sangat kuat hingga menggeser pasukan
perintis kaum muslimin dari posisinya. Komposisi pasukan muslimin kacau hingga
sebagian besar di antaranya mundur ke arah Badajoz. Tidak ada yang tegar
menghadapi pasukan Nasrani yang menyerang selain Mu'tamid dan pasukan berkuda
Sevilla. Mereka melancarkan serangan terhadap pasukan Nasrani dengan kuat.
Pemimpin pasukan Andalusia yang pemberani itu terkena luka, dan sebagian besar
di antara mereka berpencar dari sekelilingnya. Banyak di antara pasukan
Andalusia terbunuh dan hampir saja mereka kalah tanpa ada seorangpun yang maju
untuk menyelamatkan mereka.
Di saat
yang sama, Alfonso menyerang pasukan perintis Murabithun yang dipimpin Dawud
bin Aisyah. Pasukan Alfonso juga berhasil menggeser pasukan perintis Murabithun
dari posisinya.
Di
saat-saat sulit itulah Yusuf bin Tasyafin mendorong prajurit-prajurit Barbar
yang dipimpin komandan perang terbaik mereka, Sair bin Abu Bakar, untuk
menyelamatkan dua pasukan sekaligus; pasukan Andalusia dan pasukan Murabithun.
Dengan seluruh kekuatan pasukan, Sair bin Abu Bakar menembus jantung pertahanan
pasukan Nasrani dengan sangat kuat hingga rona muka peperangan dengan cepat
berubah. Pasukan Andalusia dan Murabithun kembali tegar, pasukan yang melarikan
diri kembali ke barisan masing-masing, dan peperangan berkobar di sisi ini
secara menawan hingga memperkuat kubu pasukan muslimin.
Pada saat
itu, Alfonso maju menyerang hingga sampai di hadapan perkemahan pasukan
Murabithun. Alfonso menerobos parit pelindung. Namun, pada saat yang sama,
Yusuf menggunakan strategi inovatif. Ia bergerak menuju perkemahan pasukan
Nasrani dan menyerang dengan kuat. Perkemahan dijaga sejumlah pasukan yang
tidak kuat, hingga Yusuf berhasil menumpas mereka, melompat menerjang ke
pasukan garis belakang Castilla dan melukai mereka dari belakang.
Genderang-genderang ditabuh di sekitar pasukan hingga gemanya membelah ruang
angkasa. Api besar dinyalakan di tempat pasukan Castilla hingga jilatan api
membumbung tinggi ke udara.
Begitu
Alfonso mengetahui kejadian yang menimpa tendanya, ia segera kembali untuk
menyelamatkan tempatnya, lalu ia berhadapan dengan pasukan baris belakang
Murabithun. Pertempuran besar terjadi di antara pasukan kekaisaran, hingga
barisan pasukan Castilla terkoyak. Si raja Nasrani ini baru bisa sampai ke
tempatnya setelah melalui sejumlah kerugian besar. Saat itulah perang
dilanjutkan. Yusuf menyerang dan bergerak ke sana-kemari dengan kudanya,
mendorong pasukan untuk teguh dan mati syahid. Gema gendering bedug di
sekitarnya memekakkan telinga.
Pasukan-pasukan
Spanyol belum pernah mendengar suara gaduh yang mengguncang tanah seperti ini.
Serangan
pasukan Murabithun kian sengit di bawah komando Sair bin Abu Bakar terhadap
pasukan perintis Castilla yang dipimpin oleh Albert Hanes. Keberanian seluruh
pasukan Andalusia kembali.
Serangan
terakhir yang mematikan terjadi ketika Yusuf mendorong pasukan penjaga,
khususnya yang disebut singa-singa penjaga, yang berkekuatan 4000 prajurit ke
inti pertempuran, hingga salah satu di antara prajurit ini berhasil mencapai
Alfonso lalu menikamnya dengan sangkur tepat di bagian paha hingga tembus.
Matahari
hampir terbenam. Alfonso dan bala tentaranya tahu bahwa mereka akan mati jika
terus berperang. Saat itu, ia mundur bersama beberapa pasukannya dan berlindung
di salah satu perbukitan terdekat hingga malam tiba. Di dalam kegelapan malam,
mereka melarikan diri, dan berakhir sudah pertempuran Zallaqah (pertempuran
Sagrajas).
Seiring
berakhirnya pertempuran ini, wibawa para amir kelompok-kelompok Andalusia
kembali. Kekuatan mereka kembali kokoh, baik di kota-kota maupun di
wilayah-wilayah mereka.
Menuju Maroko
Para amir
kelompok-kelompok Andalusia meminta Yusuf untuk terus bergerak mengejar musuh,
membersihkan berbagai negeri dari kotoran, serangan, dan ancaman mereka. Yusuf
meminta sedikit waktu kepada mereka.
Di saat
seperti itu, ia mendengar berita kematian anaknya, Abu Bakar, di Maroko yang ia
angkat untuk memimpin negeri tersebut selama kepergiannya. Berita ini terasa
berat baginya, lalu ia memutuskan untuk segera kembali Maroko agar tidak
terjadi kekosongan kekuasaan di sana.
Ia meminta
maaf kepada para amir kelompok-kelompok Andalusia. Setelah itu, kembali ke
Maroko untuk merenungkan persoalannya di sana, serta melindungi wilayah
tersebut dari ketamakan dan perpecahan.
Ia
mempertahankan tiga ribu pasukannya untuk tetap bersama Mu'tamid bin Ubbad,
penguasa Sevilla sebagai pasukan bantuan.
Kembali
Menyeberang
Yusuf bin
Tasyafin menghabiskan waktu hampir dua tahun di Maroko sambil mengecek segala
persoalan berbagai negeri setempat dari ujung ke ujung. Ia mengunjungi setiap
wilayah dan kota, meneliti kondisinya dan memastikan segala sesuatu di sana
berjalan dengan baik.
Di
sela-sela itu, Andalusia kembali menjadi pentas pertikaian para amir
kelompok-kelompok di sana, hingga mendorong Alfonso VI, raja Castilla, untuk
menyerang dan menguasai sebagian kota dan Wilayah mereka, serta mewajibkan
mereka membayar jizyah.
Khususnya
wilayah-wilayah yang terletak di antara Murcia dan Lorca. Di sana, Alfonso
mendirikan sebuah benteng besar di atas tembok-tembok dan menara, menghimpun
ribuan prajurit di dalam benteng tersebut untuk ia jadikan basis militer yang
menggentarkan para musuh dan memaksa mereka untuk patuh. Benteng ini dikenal
sebagai benteng Aledo, yang disebut orang Arab sebagai benteng Laith.
Situasi
ini tidak menguntungkan bagi Mu'tamid bin Ubbad, penguasa Sevilla. Kemudian, ia
menuju Maroko untuk menemui Yusuf, menyampaikan persoalan ini kepadanya dan
meminta bantuannya.
Surat-surat
para fuqaha, orang-orang penting, dan orang-orang tulus dari kalangan penduduk
Andalusia tidak pernah berhenti berdatangan kepada Yusuf untuk meminta bantuan
dan memintanya datang.
Sehingga
mau tidak mau, amir harus memenuhi permintaan mereka, dan berjanji kepada
mereka.
Selanjutnya,
ia mempersiapkan diri dan seluruh kekuatannya untuk menyeberang menuju
Jaziratul Khadhra' pada bulan Rabiul Awal 481 H. Di sana, Mu'tamid bin Ubbad
menyambut kedatangannya, memberikan bantuan kepadanya, dan bergabung bersamanya
dengan seluruh kekuatannya.
Dari
Jaziratul Khadhra', Yusuf mengirim surat kepada para amir daerah-daerah
Andalusia, memberitahukan kedatangannya untuk membantu mereka, sekaligus
meminta mereka untuk sejalan dan bergabung bersamanya agar bersatu padu untuk
menyerang, menghabisi, dan melenyapkan musuh mereka, Alfonso. Setelah itu, satu
persatu di antara mereka datang bersama kekuatan dan pasukan masing-masing.
Selanjutnya,
Pasukan Islam bergerak menuju benteng Aledo yang menjadi halangan utama. Mereka
berencana untuk menguasai benteng tersebut, sehingga memungkinkan bagi mereka
untuk memerdekakan sejumlah kota yang ada di sekitarnya. Setelah sampai di
sana, mereka mengepung benteng tersebut dengan ketat, mencegah segala bantuan
dan perlengkapan, melemparinya dengan berbagai alat perang, dan menyerangnya
dari sejumlah sisi-sisi benteng satu persatu. Namun, semua usaha ini tidak
membuahkan hasil, karena benteng tetap kokoh, kuat, dan tangguh.
Pengepungan
berlangsung selama 4 bulan, tapi tanpa hasil...!
Gagal dan
Kembali
Selama
itu, Yusuf menghadapi berbagai perselisihan para amir daerah-daerah Andalusia,
dan aksi saling tuding yang mereka lakukan. Yusuf merasa bahwa situasi dan
kekuatannya rentan menjadi sasaran serangan musuh dan lenyap kapan saja.
Setiap
kali masuk tenda pada malam hari, pasti ada seorang amir yang mengadu kepadanya
dan memfitnah rekannya. Masing-masing ingin berkuasa sendiri, sampai-sampai
pengkhianatan muncul di salah satu barisan mereka. Inilah situasi yang membuat
Yusuf merasa putus asa dan menyesali petualangannya kali ini.
Akhirnya,
Yusuf bin Tasyafin memutuskan untuk kembali ke Maroko dan membiarkan segala
sesuatunya mengalir begitu saja.
Namun,
dalam dirinya, Yusuf bin Tasyafin memutuskan sesuatu.
Menggabungkan
Andalusia ke Maroko...!
Karena
tanpa upaya ini, situasi tidak akan membaik.
Inti
kerusakan harus dilenyapkan, daerah-daerah kecil ini harus dikuasai, dan
seluruh negeri harus dipersatukan. Sebab, jika ia biarkan Andalusia begitu saja
tanpa melakukan upaya yang sudah ia tekadkan, tentu sama saja membuat Andalusia
menjadi santapan empuk bagi Alfonso si serakah itu, dan menyia-nyiakan negeri
tersebut setelah tanahnya dibasahi oleh darah para syuhada yang berbakti,
selanjutnya para pemimpin tulus mengurus negeri ini dan menjadikannya sebagai
permata peradaban dan ilmu pengetahuan.
Lantas,
bagaimana seorang Murabith dengan idealisme dan kepahlawanan seperti Yusuf bisa
lepas tangan!?
Kali ini,
ia tidak menunggu permintaan, surat, ataupun undangan, karena jiwa dan dorongan
positif berkobar di dalam dirinya dan mendorongnya untuk segera melakukan
tindakan serius.
Yusuf
tidak menentukan keputusan secara spontan, tapi ia mempelajari secara mendalam
dari berbagai sisi; keagamaan, strategi, dan militer, juga bermusyawarah dengan
para komandan, pemimpin, dan fuqaha.
Para amir
di wilayah Andalusia kembali mencari muka, bersekutu, dan bekerja sama kembali
dengan Alfonso. Inilah yang membuat Yusuf sedih. Untuk itu, musuh yang akan
dihadapi Yusuf berskala luas dan kuat.
Dengan
kekuatan pasukan Murabithun, Yusuf menyeberang pada tahun 483 H dengan niat
menyerang Andalusia secara keseluruhan, melenyapkan para pengkhianat di sana,
lalu mengarahkan fokus pada musuh bebuyutan dan lawan tangguh, Alfonso VI.
Itulah
yang terjadi.
Terlebih
dahulu Yusuf bergerak menuju Toledo, lalu membuat manuver di sana. Hanya saja,
kota ini terlalu kokoh. Yusuf pun meninggalkan kota ini setelah mengguncang
seluruh unsur penopangnya.
Setelah
itu, ia bergerak menuju Granada yang dipimpin Abdullah bin Balqin, salah satu
amir di Andalusia, dan yang memiliki hubungan kuat dengan Alfonso VI.
Saat
mengetahui kedatangan Yusuf, Ibnu Balqin mempersiapkan pasukan untuk
mempertahankan Granada dengan persiapan yang belum pernah dilakukan sebelumnya.
Ia juga mengirim surat kepada sekutunya, Alfonso VI untuk meminta bantuan. Akan
tetapi, Yusuf berhasil menguasai Granada setelah melalui perjuangan pahit,
mengeluarkan seluruh harta simpanan kota ini, dan Ibnu Balqin meminta jaminan
aman. Yusuf bersedia memberinya jaminan aman hanya untuk ia, istri, dan anaknya
saja.
Runtuhnya
Granada menebarkan rasa takut di hati para amir di Andalusia lainnya. Mu'tamid
bin Ubbad berusaha untuk mencari muka di hadapan Yusuf. Ia mengunjungi Yusuf di
Granada seraya menyampaikan ucapan selamat kepadanya. Yusuf menyambutnya dengan
sikap kasar dan keras, karena Yusuf tahu pasti persekutuan antara Ibnu Ubbad
dengan Alfonso VI, sehingga Yusuf merasa tidak senang padanya.
Yusuf
merasa posisinya sudah kuat untuk menghadapi daerah-daerah Andalusia lainnya.
Yusuf meninggalkan pasukannya di bawah komando panglima tiada duanya, Sair bin
Abu Bakar, untuk meneruskan penaklukan di sana-sini, sementara Yusuf kembali ke
Maroko, basis kewilayahannya, dan mengirimkan kekuatan-kekuatan tempur yang
diperlukan dari seberang.
Pasukan-pasukan
Yusuf mengarungi sejumlah peperangan, menaklukkan berbagai negeri, dan
memperluas kekuasaan di Cordoba, Ronda, Jaen, Sevilla, dan wilayah-wilayah
lain, hingga kemenangan nyata tercapai. Bahkan, sebagian besar wilayah di
Guadalquivir tunduk pada sultan yang orang Murabithun ini. Peristiwa ini
terjadi pada tahun 484 H.
Ibnu Ubbad
dan para ajudannya dikirim ke Maroko sebagai tawanan, menuju daerah Aghmat
(salah satu kota di Maroko). Ibnu Balqin juga dikirim ke Maroko sebagai
tawanan.
Pada tahun
berikutnya (485 H), pasukan Murabithun menguasai Xativa, Segura, dan Denia
(kota-kota di Spanyol). Mereka terus bergerak ke arah Valencia hingga menguasai
pemerintahan Santa Maria pada bulan Rajab 495 H.
Hanya
dalam hitungan beberapa tahun, Spanyol muslim (Andalusia) beralih ke tangan si
sultan. Sultan daerah-daerah Andalusia runtuh. Namun hanya untuk sementara
waktu saja.
Yusuf
menyeberang ke Andalusia pada tahun 495 H, dan kembali menuju Toledo. Di sana,
ia berhadapan dengan kekuatan Castilla di bawah komando Alfonso VI. Yusuf
berhasil mengalahkan mereka. Setelah itu Yusuf bergerak menuju Cordoba lalu
memasuki kota tersebut, mengumpulkan para pembesar, pemimpin, komandan, dan
fuqaha. Yusuf mengambil sumpah pada mereka bahwa yang akan menjadi sultan
Maroko dan Andalusia sepeninggalnya nanti adalah anaknya, Ali bin Yusuf.
Yusuf bin
Tasyafin Meninggal Dunia
Di
akhir-akhir tahun 498 H, syekh mujahid penakluk ini jatuh sakit. Ia menetap di
istananya di Marrakesh. Ia terus sakit hingga selama setahun lamanya, sampai
kematian tiba dan ia pun pulang ke sisi Rabb Yang Mahamulia.
Semoga
Allah merahmati Yusuf bin Tasyafin -si Murabithun, panglima dan amir. Semoga
Allah memberikan balasan terbaik untuk jihad, keikhlasan, dan pengorbanannya.
Bacaan:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar