Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 12 Agustus 2019

Apakah LIPI Melempar Isu Radikalisme Untuk Mendiskreditkan Islam dan Kaum Muslimin?



Halaqah Kriminal?

Tampak LIPI mengikuti para politisi dan peneliti Barat yang melemparkan isu radikalisme untuk mendiskreditkan Islam dan kaum Muslimin.

Cap Islam sebagai sumber terorisme tampaknya sudah melekat pada rezim ini, termasuk kalangan intelektual pendukung rezim. Mereka tak peduli bahwa aksi terorisme yang terjadi selama ini faktanya dilakukan pula oleh kalangan kaflr, agama selain Islam.

Sebaliknya, sebagian intelektual justru secara sadar membangun narasi fobia Islam yang secara masif dan sistematis. Sasarannya adalah masyarakat awam.

lnilah yang tampak dalam modul Pencegahan Terorisme di Indonesia yang diterbitkan oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan BNPT (Badan Nasional PenanggulanganTerorisme).

Dalam buku itu tercantum penjelasan Pola Penyebaran Ide Kekerasan adalah melalui; (1) Pengajian, pertemuan (halaqah), dan Iain-Iain. Lebih lanjut LIPI menjelaskan; "Penyebaran pola lama yaitu melalui halaqah dan pengajian dengan duduk melingkar dan liqa’, yaitu pertemuan untuk mengaji."

Pernyataan LIPI tersebut mengundang beberapa pertanyaan sekaligus kritik besar; pertama, apakah LIPI sudah menelusuri dengan benar arti halaqah dari khasanah keislaman? Kedua, apa metodologi yang dipakai oleh LIPI sampai menyimpulkan bahwa halaqah adalah salah satu metode penyebaran ide kekerasan, bahkan terorisme? Ketiga, pertanyaan yang paling mendasar dan penting adalah apa makna radikalisme yang sering digunakan dalam berbagai bahasan dan kajian, termasuk oleh LIPI?

Bagi siapa saja yang memahami khasanah keislaman akan paham istilah halaqah memiliki makna yang sudah populer dalam pendidikan dan pengkajian ilmu-ilmu keislaman. Secara bahasa kalimat halaqah min al-nas artinya kumpulan orang yang duduk berbentuk lingkaran (A.W. Munawwir, 1997: 290). Lafadz halaqah telah digunakan dalam sejumlah nash misalnya dalam hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, Nabi SAW. bersabda: 

Jika kalian melewati taman surga maka singgahIah.” Sahabat bertanya, ”Apakah itu taman surga?” Beliau menjawab, ”Halaqah-halaqah zikir.”

Menurut istilah, halaqah diberi definisi sebagai proses belajar-mengajar yang dilaksanakan murid-murid dengan melingkari guru yang bersangkutan. Biasanya duduk di Iantai serta berlangsung secara kontinu untuk mendengarkan seorang guru membacakan dan menerangkan kitab karangannya atau memberi komentar atas karya orang Iain. (Hanun Asrohah, 1999: 49)

Halaqah adalah model pengajaran Islam yang telah dilakukan sejak awal kenabian, di mana Nabi SAW mengumpulkan para sahabat di kediaman Arqam bin Abil Arqam untuk mengajarkan Islam. Selanjutnya di Madinah, para sahabat melakukan halaqah-halaqah bersama Nabi SAW seperti di Masjid Nabawi dengan waktu-waktu yang dipilih. lbnu Mas'ud meriwayatkan:

Nabi SAW membuat seIa-sela (lingkaran) dalam ceramah pada hari-hari tertentu demi menghindari kebosanan. (HR. Bukhari)

Selanjutnya halaqah banyak dilakukan oleh para sahabat dan para ulama generasi berikutnya sebagai metode pengkajian Islam, bahkan sampai hari ini seperti yang biasa terlihat di masjid-masjid besar semisal Masjid Nabawi. Di dunia pesantren di tanah air, halaqah biasa disebut bandongan, kyai duduk di tengah dan para santri melingkarinya untuk menyimak kajian.

Karena itu patut dipertanyakan metodologi yang dipakai oleh LIPI dalam melakukan penelitian tersebut sehingga menyimpulkan halaqah menjadi salah satu penyebaran ajaran kekerasan. Tampak LIPI mengabaikan fakta bahasa, sejarah dan akar ajaran Islam mengenai halaqah.

Penggunaan istilah halaqah oleh LIPI dan BNPT sebagai pola penyebaran kekerasan mengandung kebohongan pada publik sekaligus menciptakan stigma terhadap halaqah dan mengandung penistaan terhadap salah satu ajaran Islam.

Apa yang dilakukan LIPI adalah generalisasi terhadap kegiatan perhalaqahan. Hanya karena ada sekelompok orang yang menyebarkan paham terorisme yang menyimpang, kemudian LIPI menyimpulkan bila halaqah adalah sarana pembibitan radikalisme dan terorisme. Padahal dalam aktivitas halaqah beragam hal dikaji seperti kajian akidah, ibadah, muamalah, hingga zikir.

Selain itu, LIPI juga sepertinya sengaja melakukan simplikasi pembahasan. Tidak melakukan kajian mendalam tentang pengertian halaqah, esensinya
dalam pendidikan ajaran Islam dan akar sejarahnya. Tahu-tahu menyimpulkan halaqah adalah cara penyebaran paham terorisme.

LIPI juga tidak menjelaskan dengan utuh dan jernih tentang paham radikalisme yang dituduhkan. Pernyataan seperti ini lagi-lagi mengaburkan ajaran Islam yang sebenamya. Tampak LIPI mengikuti para politisi dan peneliti Barat yang melemparkan isu radikalisme untuk mendeskreditkan Islam dan kaum Muslimin. Kelihatan betul kalau modul itu disusun untuk membangun narasi fobia Islam sehingga umat Muslim memusulhi agenda-agenda halaqah sekaligus ajaran Islam.

Dipertanyakan

Mengapa istilah radikalisme hanya dilujukan pada kelompok-kelompok yang mengusung syariah Islam seperti FPI dan HTI? Bila tolok ukurannya adalah sikap intoleran, mengapa kelompok-kelompok Iain yang menyerang ulama, mempersekusi para ustadz dan membubarkan pengajian jamaah lain tidak disebut sebagai kaum radikalis yang intoleran? Apakah karena mereka mengusung NKRI dan Pancasila Ialu halal melakukan anarkisme dan persekusi, dan tidak bisa dikategorikan sebagai kaum radikal?

Seharusnya para peneliti di LIPI menjelaskan apakah kebijakan war on terrorism yang diadopsi pemerintah sudah tepat ataukah berubah menjadi monsterisasi terhadap ajaran Islam, dan represif bahkan brutal. Berulangkali terjadi korban salah tangkap yang berujung kematian, namun sepertinya luput dari kajian kaum intelektual.

Dan mengapa hampir di seluruh dunia aksi terorisme selalu diidentikkan dengan kaum Muslimin, sementara bila aksi kekerasan bahkan penembakkan yang dilakukan oleh non-Muslim seperti warga kulit putih hanya dikatakan sebagai aksi ‘pria bersenjata'? Atau mengapa kelompok separatisme Papua sampai hari ini tidak ditempatkan sebagai kelompok teroris meski sudah membunuh banyak warga dan aparat, tapi hanya dilabeli sebagai 'kelompok bersenjata'?

Begitupula apakah isu radikalisme yang berkembang menjadi fobia Islam itu menguntungkan ataukah merugikan kaum Muslimin, dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam? Kaum intelektual bisa melakukan kajian ilmiah terhadap ajaran Islam secara komprehensif. Termasuk mengkaji apakah syariat Islam dan khilafah itu mengancam kemanusiaan atau justru melindungi umat manusia?

Patut disayangkan bila institusi ilmiah seperti LIPI justru membuat modul yang jauh dari bobot ilmiah dan netral. Alih-alih memberikan edukasi yang positif dan menenangkan, LIPI justru mengaburkan persoalan yang sebenarnya dan melakukan kecerobohan fatal dalam modul tersebut. Para peneliti yang harusnya berada di garda terdepan dalam meluruskan masalah, malah berpihak pada kebijakan yang represif dan mengkriminalisasi ajaran lslam.[] iw/ls

Sumber: Tabloid Media Umat edisi 247

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam