Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 07 Juni 2018

Siapa Saja Orang yang Wajib Qadha Puasa Fardhu



MENGQADHA PUASA

Pertama: Mengqadla Puasa Diri Sendiri

I. Mengqadha Puasa yang Difardhukan

Mencakup orang yang sakit, musafir (orang yang melakukan perjalanan), wanita haid, wanita yang sedang nifas, orang yang muntah dengan sengaja, orang yang berbuka sebelum terbenamnya matahari karena menyangka bahwa matahari telah terbenam, orang gila (al-majnun) dan orang yang pingsan -di mana keduanya sadar atau siuman di siang hari bulan Ramadhan-, wanita hamil dan wanita menyusui -jika keduanya mengkhawatirkan dirinya, atau mengkhawatirkan anaknya lalu keduanya berbuka-, anak kecil dan orang kafir ketika keduanya masuk ke wilayah taklif (pembebanan hukum) pada siang hari bulan Ramadhan.

1. Mengqadha Puasa Bagi Orang Sakit dan Musafir

Orang yang sakit dan yang melakukan perjalanan (al-musafir) wajib mengqadla puasa fardhu yang luput darinya. Hukum ini telah disepakati semua ahli fikih dan tidak diperselisihkan lagi. Dalilnya adalah:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain, dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (TQS. al-Baqarah [2]: 183-184)

Firman Allah Swt.:

“Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain.”

Menunjukkan bahwa orang yang sakit dan yang melakukan perjalanan, wajib mengqadha puasa yang luput darinya pada hari-hari yang lain. Kami telah menunjukkan letak perbedaan di antara para ahli fikih dalam menafsirkan satu bagian dari ayat ini dalam pembahasan “Dalil-Dalil dari Mereka yang Mengatakan Wajibnya Berbuka Ketika Dalam Perjalanan” pada bab “Berpuasa di Perjalanan.”

2. Mengqadha Puasa Bagi Perempuan yang Haid dan Nifas

Wanita haid dan wanita yang sedang nifas harus mengqadla puasa yang luput dari keduanya karena mengalami masa haid dan nifas. Hukum ini pun telah disepakati dan tidak diselisihi oleh seorang ahli fikih pun. Ibnu Qudamah menyatakan dalam kitab al-Mughni: ahli ilmu bersepakat bahwa wanita haid dan yang sedang nifas itu tidak boleh berpuasa, keduanya harus berbuka pada bulan Ramadhan dan mengqadhanya, dan keduanya jika tetap berpuasa (dalam kondisi haid atau nifas) maka puasa itu tidak menggugurkannya dari kewajiban mengqadha.
Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

a. Dari Mu'adzah, ia berkata:

“Aku bertanya kepada Aisyah. Mengapa wanita yang haid itu harus mengqadha puasa tetapi tidak diperintahkan mengqadha shalat. Aisyah bertanya: “Apakah engkau seorang Haruriyah (seorang yang meyakini ide Khawarij)?” Aku berkata: “Aku bukan golongan Haruriyah, tetapi aku sekedar bertanya.” Aisyah berkata: “Kami terkena hal itu juga, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi kami tidak diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Muslim [763], Bukhari, Abu Dawud, an-Nasai dan Tirmidzi)

Hadits ini telah kami sebutkan dalam pembahasan “Puasa Wanita Haid dan Nifas” pada bab “Puasa Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum.”

b. Dari Aisyah ra.:

“Kami mengalami haid di sisi Nabi Saw., lalu beliau Saw. memerintahkan kami untuk mengqadha puasa.” (HR. Ibnu Majah [1670])

Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Kami mengalami haid di masa Rasulullah Saw. kemudian kembali suci, lalu beliau Saw. memerintahkan kami untuk mengqadha puasa tetapi beliau Saw. tidak memerintahkan kami untuk mengqadha shalat.”

Hadits ini pun telah kami sebutkan dalam pembahasan “Puasa Wanita Haid dan Nifas” pada bab “Puasa Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum.”






5. Qadha Puasa Bagi Orang Gila dan Orang yang Pingsan yang Sadar atau Siuman di Siang Hari Bulan Ramadhan

Orang gila, dan yang semisalnya adalah orang yang pingsan, jika telah melewati malam lalu dia tidak sadar juga, dan dia belum sempat mengakadkan niat berpuasa di malam hari, hingga masuk di siang hari lalu dia sadar, maka orang tersebut harus menahan diri (dari segala yang membatalkan puasa) di sisa harinya itu, dan mengqadhanya satu hari sebagai penggantinya.
Hal ini telah dibahas secara lengkap dalam topik “Tidak Ada Puasa Bagi Orang Yang Gila Dan Pingsan” dalam bab “Puasa Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum” sehingga kami tidak perlu mengulangnya lagi.

6. Qadha Puasa Bagi Wanita Hamil dan Wanita Menyusui Jika Keduanya Berbuka

Masalah ini telah diterangkan dalam pembahasan “Puasa Wanita Hamil dan Wanita Menyusui” pada bab “Puasa Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum.”

7. Qadha Puasa Bagi Anak Kecil dan Orang Kafir Jika Memasuki Wilayah Taklif (Pembebanan Hukum) di Siang Hari Bulan Ramadhan

Anak kecil jika baligh di siang hari bulan Ramadhan, dan orang kafir jika masuk Islam di siang hari bulan Ramadhan, maka keduanya memasuki wilayah orang yang terbebani hukum (wilayat al-mukallaf), sehingga pada saat itu keduanya harus menahan diri (al-imsak) dari segala sesuatu yang membatalkan puasa di sisa siangnya, dan mengqadlanya satu hari sebagai penggantinya. Inilah pendapat Abu Hanifah, ats-Tsauri, al-Auza'i, dan al-Hasan bin Shalih al-Anbari.

Dalam masalah ini tidak ada nash khusus, sehingga kita tinggal melihat nash-nash yang bersifat umum saja. Nash-nash yang bersifat umum (an-nushush al-’ammah) menetapkan bahwa taklif syar'i itu dibebankan kepada anak kecil jika dia telah baligh, dan orang kafir jika dia telah masuk Islam. Karena puasa itu termasuk salah satu hukum yang dibebankan kepada mukallaf, maka anak kecil dan orang kafir wajib berpuasa ketika mereka baligh dan telah masuk Islam. Dan karena taklif puasa ini dimulai pada sebagian siang bulan Ramadhan, dan anak kecil serta orang kafir itu tidak berniat berpuasa pada malam harinya -sedangkan niat itu sendiri merupakan syarat yang harus dilakukan agar puasa tersebut diterima-, maka yang wajib bagi keduanya adalah berpuasa satu hari sebagai penggantinya.

Inilah orang-orang yang diwajibkan mengqadha puasa fardhu.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam