MENGQADHA
PUASA
Pertama:
Mengqadla Puasa Diri Sendiri
I. Mengqadha Puasa yang
Difardhukan
Mencakup orang yang
sakit, musafir (orang yang melakukan perjalanan), wanita haid, wanita yang
sedang nifas, orang yang muntah dengan sengaja, orang yang berbuka sebelum
terbenamnya matahari karena menyangka bahwa matahari telah terbenam, orang gila
(al-majnun) dan orang yang pingsan -di mana keduanya sadar atau siuman di siang
hari bulan Ramadhan-, wanita hamil dan wanita menyusui -jika keduanya
mengkhawatirkan dirinya, atau mengkhawatirkan anaknya lalu keduanya berbuka-,
anak kecil dan orang kafir ketika keduanya masuk ke wilayah taklif (pembebanan
hukum) pada siang hari bulan Ramadhan.
1. Mengqadha Puasa Bagi Orang
Sakit dan Musafir
Orang yang sakit dan
yang melakukan perjalanan (al-musafir) wajib mengqadla puasa fardhu yang luput
darinya. Hukum ini telah disepakati semua ahli fikih dan tidak diperselisihkan
lagi. Dalilnya adalah:
“Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa, (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu.
Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain, dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya
(jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang
miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.” (TQS. al-Baqarah [2]: 183-184)
Firman Allah Swt.:
“Maka barangsiapa di
antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajib
baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang
lain.”
Menunjukkan bahwa
orang yang sakit dan yang melakukan perjalanan, wajib mengqadha puasa yang
luput darinya pada hari-hari yang lain. Kami telah menunjukkan letak perbedaan
di antara para ahli fikih dalam menafsirkan satu bagian dari ayat ini dalam
pembahasan “Dalil-Dalil dari Mereka yang Mengatakan Wajibnya Berbuka Ketika
Dalam Perjalanan” pada bab “Berpuasa di Perjalanan.”
2. Mengqadha Puasa Bagi
Perempuan yang Haid dan Nifas
Wanita haid dan wanita
yang sedang nifas harus mengqadla puasa yang luput dari keduanya karena
mengalami masa haid dan nifas. Hukum ini pun telah disepakati dan tidak
diselisihi oleh seorang ahli fikih pun. Ibnu Qudamah menyatakan dalam kitab al-Mughni: ahli ilmu bersepakat bahwa wanita
haid dan yang sedang nifas itu tidak boleh berpuasa, keduanya harus berbuka
pada bulan Ramadhan dan mengqadhanya, dan keduanya jika tetap berpuasa (dalam
kondisi haid atau nifas) maka puasa itu tidak menggugurkannya dari kewajiban
mengqadha.
Dalil-dalilnya adalah
sebagai berikut:
a. Dari
Mu'adzah, ia berkata:
“Aku bertanya kepada
Aisyah. Mengapa wanita yang haid itu harus mengqadha puasa tetapi tidak
diperintahkan mengqadha shalat. Aisyah bertanya: “Apakah engkau seorang
Haruriyah (seorang yang meyakini ide Khawarij)?” Aku berkata: “Aku bukan
golongan Haruriyah, tetapi aku sekedar bertanya.” Aisyah berkata: “Kami terkena
hal itu juga, lalu kami diperintahkan untuk mengqadha puasa, tetapi kami tidak
diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Muslim [763], Bukhari, Abu Dawud,
an-Nasai dan Tirmidzi)
Hadits ini telah kami
sebutkan dalam pembahasan “Puasa Wanita Haid dan Nifas” pada bab “Puasa
Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum.”
b. Dari
Aisyah ra.:
“Kami mengalami haid
di sisi Nabi Saw., lalu beliau Saw. memerintahkan kami untuk mengqadha puasa.”
(HR. Ibnu Majah [1670])
Tirmidzi meriwayatkan
hadits ini dengan redaksi:
“Kami mengalami haid
di masa Rasulullah Saw. kemudian kembali suci, lalu beliau Saw. memerintahkan
kami untuk mengqadha puasa tetapi beliau Saw. tidak memerintahkan kami untuk
mengqadha shalat.”
Hadits ini pun telah
kami sebutkan dalam pembahasan “Puasa Wanita Haid dan Nifas” pada bab “Puasa
Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum.”
5. Qadha Puasa Bagi Orang Gila
dan Orang yang Pingsan yang Sadar atau Siuman di Siang Hari Bulan Ramadhan
Orang gila, dan yang
semisalnya adalah orang yang pingsan, jika telah melewati malam lalu dia tidak
sadar juga, dan dia belum sempat mengakadkan niat berpuasa di malam hari,
hingga masuk di siang hari lalu dia sadar, maka orang tersebut harus menahan
diri (dari segala yang membatalkan puasa) di sisa harinya itu, dan mengqadhanya
satu hari sebagai penggantinya.
Hal ini telah dibahas
secara lengkap dalam topik “Tidak Ada Puasa Bagi Orang Yang Gila Dan Pingsan”
dalam bab “Puasa Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum” sehingga kami tidak
perlu mengulangnya lagi.
6. Qadha Puasa Bagi Wanita Hamil
dan Wanita Menyusui Jika Keduanya Berbuka
Masalah ini telah
diterangkan dalam pembahasan “Puasa Wanita Hamil dan Wanita Menyusui” pada bab
“Puasa Ramadhan: Hukum-Hukumnya Secara Umum.”
7. Qadha Puasa Bagi Anak Kecil
dan Orang Kafir Jika Memasuki Wilayah Taklif (Pembebanan Hukum) di Siang Hari
Bulan Ramadhan
Anak kecil jika baligh
di siang hari bulan Ramadhan, dan orang kafir jika masuk Islam di siang hari
bulan Ramadhan, maka keduanya memasuki wilayah orang yang terbebani hukum
(wilayat al-mukallaf), sehingga pada saat itu keduanya harus menahan diri
(al-imsak) dari segala sesuatu yang membatalkan puasa di sisa siangnya, dan
mengqadlanya satu hari sebagai penggantinya. Inilah pendapat Abu Hanifah,
ats-Tsauri, al-Auza'i, dan al-Hasan bin Shalih al-Anbari.
Dalam masalah ini
tidak ada nash khusus, sehingga kita tinggal melihat nash-nash yang bersifat
umum saja. Nash-nash yang bersifat umum (an-nushush al-’ammah) menetapkan bahwa
taklif syar'i itu dibebankan kepada anak kecil jika dia telah baligh, dan orang
kafir jika dia telah masuk Islam. Karena puasa itu termasuk salah satu hukum
yang dibebankan kepada mukallaf, maka anak kecil dan orang kafir wajib berpuasa
ketika mereka baligh dan telah masuk Islam. Dan karena taklif puasa ini dimulai
pada sebagian siang bulan Ramadhan, dan anak kecil serta orang kafir itu tidak
berniat berpuasa pada malam harinya -sedangkan niat itu sendiri merupakan
syarat yang harus dilakukan agar puasa tersebut diterima-, maka yang wajib bagi
keduanya adalah berpuasa satu hari sebagai penggantinya.
Inilah orang-orang
yang diwajibkan mengqadha puasa fardhu.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Tuntunan Puasa
Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul
Izzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar