Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Jumat, 22 Juni 2018

Rezim Anti Islam [Islamofobia]



Aneh, jika yang berkumpul dan mengeluarkan pendapat adalah umat Islam, negara seperti kebakaran jenggot dan mengeluarkan pernyataan seperti orang yang tak mengerti aturan.

Maka, begitu rencana reuni 212 menyebar, para pejabat negara mulai mengeluarkan pernyataan nyinyir. Demikian pula dengan para Ahoker yang sepertinya sangat kepanasan dengan adanya aksi tersebut.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mempertanyakan tujuan digelarnya reuni akbar alumni 212. Menurutnya, tuntutan Aksi Bela Islam 212 tahun 2016 sudah selesai karena terkait dengan penistaan agama dan kontestasi pemilihan gubernur DKI Jakarta 2017. ”Sebenarnya hal-hal yang bersifat temporer itu sudah selesai," kata Wiranto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (29/11/2017).

Dan yang lebih konyol lagi, mantan Ketua Umum DPP Hanura itu mengatakan, reuni 212 bisa mengganggu aktivitas masyarakat. Apalagi jika acara tersebut mengerahkan massa dalam jumlah yang banyak.

"Kami sayangkan bahwa akan mengganggu aktivitas masyarakat. Masyarakat dari daerah kan butuh biaya, butuh waktu dan mengganggu aktivitas mereka di daerah. Mungkin pekerjaannya dia tinggalkan, penghasilannya akan kurang," katanya.

Seirama denqan Wiranto, tudingan yang lain dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Ia menuding reuni akbar 212 bermuatan politis. Bak seorang pengamat politik, ia mengatakan, reuni 212 berkaitan dengan momentum politik jelang Pilkada Serentak 2018 dan Pemilu 2019. "Ini juga enggak akan jauh-jauh dari politik, tetapi politik 2018-2019," ujar Tito di Jakarta, sehari setelah Wiranto bicara.

Satu lagi menteri Jokowi yang tak mau ketinggalan berkomentar. Ia adalah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Ia mempertanyakan tujuan dan maksud reuni 212 tersebut. Ia beralasan masyarakat perlu mendapatkan penjelasan terkait dengan tujuan yang ingin dicapai dari reuni 212 tersebut. Sebab kalau tidak mendapatkan penjelasan yang cukup, tentu akan menimbulkan pemahaman atau penafsiran yang amat sangat beragam. Apalagi tahun depan memasuki tahun politik.

Suara nyinyir juga muncul dari para pendukung Jokowi khususnya di dunia maya. Dendam kekalahan Ahok tampaknya betul-betul melatarbelakangi sikap mereka. Serangan mereka dilakukan dengan pernyataan-pernyataan yang buruk.

Tanpa dikomando, pernyataan nyinyir para pejabat Jokowi itu langsung ditanggapi warganet. Mereka pun mengeluarkan meme, atau langsung menanggapinya dengan tulisan, bahkan menampilkan beberapa aksi reuni termasuk reuni Relawan Jokowi di acara perkawinan anak Jokowi yang super mewah yang tak pernah dipermasalahkan padahal jelas-jelas reuni itu untuk kepentingan politik Pilpres 2019.

Media Nyinyir

Rupanya sikap nyinyir itu tak hanya muncul dari kalangan pejabat negara. Media massa yang seharusnya bisa lebih jernih dan fair memandang persoalan ternyata ikut-ikutan bersikap selayaknya pejabat yang anti Islam.

Sikap ini tampak sekali dia tunjukkan oleh MetroTV dan Media Indonesia. Media milik Surya Paloh yang notabene adalah Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan pendukung berat Jokowi ini betul-betul menyakiti umat Islam.

Kedua media yang baru saja menerima penghargaan dari Kemenag RI sebagai media yang dinilai aktif dalam memajukan pendidikan Islam membuat narasi keji dalam program acara ”Editorial Media Indonesia”.

Dalam program Editorial Media Indonesia tentang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang tersaji dalam bentuk video tersebut, teriring narasi yang secara provokatif menuding dan menyudutkan rencana Reuni Akbar 212.

Video berjudul Meneladani Toleransi Sang Nabi ini diunggah di laman MetroTV di kanal Editorial Media Indonesia pada Jumat, 1 Desember 2017. Dalam salah satu kalimat narasmya dimulai pada menit 3:16, Editorial MetroTV menyinggung agenda Reuni Alumni 212 dengan menyebut sebagai perayaan intoleransi.

”Celakanya intoleransi itu dipraktekkan untuk kekuasan politik dengan mengatasnamakan agama. Lebih celaka lagi, mereka berencana berkumpul merayakan intoleransi itu dengan gegap gempita, huh. Ini tentu bisa membuat korban intoleransi semakin terluka. Ketika pihak yang terluka disuruh move on, supaya lukanya lekas pulih, pihak sebelah justru menari di atas luka itu dengan merayakan kemenangan mereka secara gegap gempita,” kata narator.

Kontan itu menimbulkan reaksi keras warganet. Mereka menilai ini adalah serangan langsung MetroTV dan Media Indonesia kepada alumni 212 yang notabene adalah kaum Muslim. Serangan balikpun marak di dunia maya.

Suara nyinyir pun disampaikan CNN Indonesia. Mereka menuding peserta mengibarkan bendera HTl -organisasi yang katanya dilarang oleh pemerintah. Bahkan media massa milik kelompok TransMedia itu menyebut HTI juga hadir dalam aksi itu dengan membawa satu unit mobil komando.

Seperti halnya MetroTV dan Media Indonesia, warganet langsung bereaksi terhadap pemberitaan yang memojokkan itu. Mereka menyerang balik CNN termasuk mengunggah yang penulis berita tersebut.

Pasca reuni, media massa mainstream pun seolah menutup mata akan adanya kegiatan itu. Sebagian media nasional besar yang berpihak kepada penguasa tak memuat acara itu.

Cara Pandang Keliru

Meski umat Islam berhasil mengadakan acara Aksi Bela lslam tahun lalu dengan aman, tertib, dan tidak melanggar hukum, bahkan Presiden Jokowi sendiri hadir di acara tersebut, ternyata cara pandang pemerintah terhadap umat Islam belum berubah hingga tahun ini.

Kaum Muslim, mayoritas penduduk negeri ini, dipandang sebagai ancaman rezim penguasa. Padahal semua yang dilakukan oleh kaum Muslim tak melanggar hukum.

Sikap anti Islam rezim sekarang ini semakin tampak, saat alat-alat negara seperti kepolisian digunakan untuk kepentingan kekuasaan. Muncul penegakan hukum yang tidak adil. Tajam ke Muslim, tumpul ke pendukung penguasa.

Bila ditelusur ke belakang, cara pandang pemerintah yang keliru ini, muncul dari cara pandang yang mengadopsi cara berpikir penjajah kapitalis-liberal yang sekuler. Bagi mereka umat lslam yang bersatu, penegakan syariah Islam dan khilafah adalah ancaman, mengancam kepentingan kelanggengan kekuasaan penjajahan mereka.

Cara pandang inilah yang banyak dianut oleh penguasa-penguasa boneka mereka di dunia Islam. Karena itu, alih-alih penguasa negeri Islam berpihak kepada kaum Muslim dan Islam, yang terjadi sikap represif dan keji terhadap rakyatnya sendiri.

Maka, tak salah bila muncul di tengah masyarakat suara untuk segera mengganti rezim yang berkuasa sekarang sekaligus mengganti sistem yang diterapkannya. Sebab, pemimpin dan sistemnya itu terbukti gagal menyejahterakan umat dan memuliakan kaum Muslim.

Bacaan: Tabloid Media Umat edisi 210

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam