Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Sabtu, 19 Mei 2018

Berapa Lama Waktu I’tikaf



Jangka Waktu Beri’tikaf

Para imam dan ahli fikih bersepakat bahwa tidak ada batas waktu maksimal untuk iktikaf, tetapi mereka berbeda pendapat terkait batas waktu minimalnya.
Hanafiyah berpendapat bahwa waktu minimal i'tikaf adalah sehari.
Malikiyah berkata: sehari semalam.
As-Syafi'i, Ahmad dan Ishaq bin Rahuwaih berkata: waktu minimal adalah waktu yang bisa disebut berdiam diri, tidak disyaratkan duduk di dalamnya. Pendapat terakhir inilah yang benar, sedangkan yang selainnya merupakan penetapan hukum dan pembatasan tanpa dalil syariat, karena tidak ada satu nash pun yang menetapkan jangka waktu i'tikaf, lama ataupun singkatnya, sehingga perkara tersebut tetap dalam kemutlakannya tanpa ada taqyid apapun.

Apa yang disebutkan dalam beberapa hadits bahwa Rasulullah Saw. telah beri'tikaf sepuluh hari bulan Ramadhan, atau Syawal, atau telah beri'tikaf dua puluh hari, semua itu tidak lebih sebagai realita terindera yang tidak mengharuskan kita menetapinya, serta tidak layak dijadikan sebagai taqyid.

Bukhari [2032], Abu Dawud, an-Nasai, dan ad-Daruquthni telah meriwayatkan dari Ibnu Umar ra.:

“Bahwa Umar bertanya kepada Nabi saw. Dia berkata: “Aku pernah bernadzar di masa jahiliyah akan beri’tikaf satu malam di Masjidil Haram.” Beliau Saw. berkata: “Penuhilah nadzarmu.”

Dalam riwayat Bukhari yang kedua [2042] dari jalur yang sama disebutkan dengan lafadz:

“Maka Nabi Saw. berkata kepadanya: “Penuhilah nadzarmu.” Umar pun kemudian beri’tikaf semalam.”

Ini menjadi dalil shahih yang membantah pendapat Hanafiyah bahwa batas minimal waktu i'tikaf itu sehari (yauman), di mana sehari itu (al-yaum) adalah terdiri dari waktu siang (an-nahar) dan malam (al-lail). Sekaligus membantah pendapat Malikiyah yang mengatakan waktu minimal i’tikaf itu satu hari satu malam. Walaupun begitu kami katakan bahwa nash ini tidak berfungsi menetapkan batas minimal waktu i'tikaf selama semalam. Nash tersebut semata-mata sekedar menceritakan sesuatu yang lain sebagai realita terindera saja.
Ibnu Abi Syaibah [4/501] telah meriwayatkan dari Ya'la bin Umayyah ra. bahwa dia berkata pada temannya:

“Berangkatlah engkau bersama kami ke masjid, kita beri'tikaf di sana sesaat.”

Abdurrazaq [8006] dan Ibnu Hazm meriwayatkan darinya:

“Sesungguhnya aku berdiam diri di masjid sesaat, aku tidak berdiam diri kecuali untuk beri'tikaf.”

ini merupakan atsar yang layak didengar.

Karena itu saya katakan: i'tikaf itu tidak ditentukan batas waktunya. Jadi, i'tikaf boleh dilakukan sebulan, dua bulan, dan juga sah dilakukan sejam atau dua jam. Jika demikian halnya, maka i'tikaf sah dimulai di waktu pagi, waktu zhuhur atau setelah shalat ashar, juga sah dilakukan setelah shalat isya atau setelah shalat subuh, tanpa masalah dan tanpa halangan apapun dari syariat.
Kita tidak perlu berpegang pada pendapat kelompok yang mengatakan bahwa waktu i'tikaf itu harus dimulai sebelum terbenamnya matahari saja, atau pendapat yang lain bahwa waktu i'tikaf itu harus dimulai setelah shalat subuh saja.
I'tikaf sebagaimana telah kami definisikan sebelumnya adalah: “Berdiam diri di masjid sejenak dalam kondisi (shifat) yang dikhususkan, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. (at-taqarrub ilallah)." Ini adalah definisi yang jelas, yang memutlakkan jangka waktu i'tikaf tanpa taqyid apapun.

Di sini saya akan mengutip pernyataan Ibnu Hazm dalam kitab al-Muhalla: Abu Hanifah berkata: i'tikaf tidak boleh dilakukan kurang dari satu hari. Malik berkata: tidak ada i'tikaf yang dilakukan kurang dari satu hari satu malam kemudian kembali pulang, dan dia berkata: tidak ada i'tikaf yang kurang dari sepuluh malam. Juga dinyatakannya: tidak ada i'tikaf yang kurang dari tujuh malam, dari satu Jum’at ke Jum’at berikutnya. Semua ini adalah pendapat yang tidak berdalil. Benarlah perkataan Ibnu Hazm, bahwa semua pendapat ini adalah pendapat yang tidak berdalil.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Tuntunan Puasa Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam