Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 18 April 2018

Zakat Binatang Ternak: Unta, Sapi (Dan Kerbau), Kambing



ZAKAT BINATANG TERNAK: Unta, Sapi (Dan Kerbau), Kambing

Banyak hadits shahih menjelaskan tentang wajibnya zakat pada unta, sapi, dan kambing.
(Sebagaimana dijelaskan dalam riwayat:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab fi Zakaatis Saa-imah (II/224, 225, no.1568 dan II/221, no.1567)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah bab Ma Jaa-a fi Zakaatil Ibil wal Ghanam (III/8, no.621). Beliau berkata: “Hadits hasan. Seluruh ahli fiqh mengamalkan hadits ini.”
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil Ibil (I/573, no.1798)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah bab Zakaatil Ibil (V/19 dan 21, no.2447) dan bab Zakaatil Baqar (V/26, no.2453)
Malik dalam Muwaththa’: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatul Masyiah (I/257-258, no.23)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ghanam (I/381) dan bab Zakaatil Ibil (I/382)

Kewajiban zakat unta, sapi, kambing disyaratkan dengan syarat-syarat berikut ini:
1. Mencapai nishab.
2. Genap satu tahun (sampai haulnya).
3. Unta, sapi, kambing tersebut bersifat saa-imah, yaitu digembalakan pada rerumputan bebas pada mayoritas tahun zakat. (Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Ahmad. Menurut Imam asy-Syafi'i, jika unta, sapi, kambing diberikan makanan di kandangnya, dengan ukuran yang ia bisa hidup tanpanya, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Jika tidak demikian, maka tidak ada kewajiban zakat. Unta, sapi, kambing tersebut mampu bertahan untuk tidak makan hanya dalam dua hari, tidak lebih dari itu)

Mayoritas ulama menyetujui syarat-syarat di atas. Tidak ada yang menyelisihinya kecuali Malik dan al-Laits. Keduanya mewajibkan zakat atas unta, sapi, kambing secara umum, baik yang saa-imah atau bukan; dipekerjakan (untuk angkutan dan selainnya) atau tidak dipekerjakan.

Banyak hadits membatasi kewajiban zakat untuk unta, sapi, kambing yang saa-imah.
(Dijelaskan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatis Saa-imah (II/221, no.1567)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Ma Jaa-a fi Zakaatil Ghanam (III/8, no.621)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil Ibil (I/573, no.1798)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ibil (V/19, no.2447)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ghanam (I/ 381) dan bab Zakaatil Ibil (I/382)
Pengertiannya, unta, sapi, kambing yang tidak saa-imah tidak dikenai kewajiban zakat.

Ibnu ‘Abdil Barr berkata, “Aku tidak mengetahui seorangpun dari para ahli fiqh di berbagai negeri berpendapat seperti halnya Malik dan al-Laits.”

ZAKAT UNTA

Unta wajib dizakati jika mencapai lima ekor. Jika sudah mencapai lima ekor unta saa-imah dan genap satu tahun, maka zakatnya adalah seekor syaah (kambing). (Syaah adalah domba yang usianya lebih dari satu tahun atau kambing yang usianya sudah setahun)
Jika mencapai sepuluh ekor, maka zakat yang dikeluarkan adalah dua ekor kambing. Demikianlah seterusnya, setiap bertambah lima ekor, maka ditambah dengan satu ekor kambing.

Jika unta tersebut mencapai dua puluh lima ekor, maka zakat yang dikeluarkan adalah bintu makhadh (unta betina yang usianya setahun beranjak dua tahun), atau ibnu labun (unta jantan yang usianya dua tahun beranjak tiga tahun).
(Unta jantan tidak diambil dalam zakat jika dalam nishab terdapat unta betina. Kecuali ibnu labun, jika tidak terdapat bintu makhadh. Jika semua unta adalah jantan, maka boleh mengambil yang jantan)

Jika jumlahnya mencapai tiga puluh enam, maka zakat yang dikeluarkan adalah bintu labun (unta betina yang usianya dua tahun beranjak tiga tahun).

Jika unta berjumlah empat puluh ekor, maka zakat yang dikeluarkan adalah hiqqah (unta betina yang berumur tiga tahun beranjak empat tahun).

Jika unta berjumlah enam puluh satu ekor, maka zakat yang dikeluarkan adalah jadza’ah (unta betina yang berumur empat tahun beranjak lima tahun).

Jika unta berjumlah tujuh puluh enam ekor, maka zakat yang dikeluarkan adalah dua bintu labun.

Jika unta berjumlah sembilan puluh satu sampai seratus dua puluh ekor, maka zakat yang dikeluarkan adalah dua hiqqah.

Lebih dari itu, maka untuk setiap empat puluh ekor dikeluarkan satu bintu labun, dan untuk setiap lima puluh dikeluarkan satu hiqqah.

Jika umur unta yang akan dikeluarkan tidak sesuai dengan yang semestinya, misalnya si pemilik wajib mengeluarkan jadza’ah sementara ia tidak memilikinya, dan yang ia miliki adalah hiqqah, maka dia boleh mengeluarkan hiqqah ditambah dengan dua ekor domba, jika memungkinkan, atau ditambah dengan dua puluh dirham.

Jika wajib mengeluarkan satu hiqqah, sementara ia tidak memilikinya, dan yang ia miliki adalah jadza’ah, maka ia bisa mengeluarkan jadza’ah, dan petugas zakat memberinya dua puluh dirham atau dua ekor domba.

Jika wajib mengeluarkan satu hiqqah, sementara ia tidak memilikinya, dan yang ia miliki adalah bintu labun, maka ia bisa mengeluarkan bintu labun, ditambah dengan dua ekor domba, jika memungkinkan, atau ditambah dengan dua puluh dirham.

Jika wajib mengeluarkan satu bintu labun, sementara ia tidak memilikinya, dan yang ia miliki adalah hiqqah, maka ia boleh mengeluarkan hiqqah, dan petugas zakat memberinya dua puluh dirham, atau dua ekor domba.

Jika wajib mengeluarkan satu bintu labun, sementara ia tidak memilikinya, dan yang ia miliki adalah bintu makhadh, maka ia bisa mengeluarkan bintu labun, ditambah dengan dua ekor domba, jika memungkinkan atau dua puluh dirham.

Jika wajib mengeluarkan satu bintu makhadh, sementara ia tidak memilikinya dan yang ia miliki adalah ibnu labun, maka ia boleh mengeluarkan ibnu labun tanpa ada tambahan apa-apa.

(Asy-Syaukani berkata, “Semua ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat itu terkait dengan materi yang dizakati. Sekiranya yang diwajibkan adalah nilainya (harganya), niscaya seluruh penyebutan ini tidak ada artinya. Sebab, sesungguhnya nilai sesuatu itu berubah-ubah tergantung waktu dan tempat.”)

Inilah kewajiban zakat unta yang diamalkan oleh Abu Bakar ash-Shiddiq ra. di hadapan para Sahabat, tanpa ada seorangpun yang menyelisihinya.

Diriwayatkan dari az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, beliau berkata:

“Rasulullah Saw. pernah menuliskan (ketentuan) zakat, dan beliau belum sempat mengeluarkannya kepada para petugasnya sehingga beliau wafat. Kemudian setelah itu Abu Bakar mengeluarkan ketentuan tersebut, lalu mengamalkannya hingga wafat. Selanjutnya ‘Umar juga mengeluarkan hal itu dan mengamalkannya. Pada saat ‘Umar wafat, hal itu disandingkan dengan wasiatnya.”
(Diriwayatkan oleh:
Ahmad: Di dalam al-Musnad (II/15)
Ad-Darimi, dengan lafazh yang hampir sama: Kitab az-Zakaah bab Zakaatil Ibil (I/382)

ZAKAT SAPI (Termasuk Kerbau)

Kewajiban zakat atas sapi jika mencapai tiga puluh ekor sapi yang saa-imah. Jika sudah mencapai tiga puluh ekor sapi yang saa-imah dan genap satu tahun, maka pemiliknya wajib mengeluarkan tabii’ (seekor sapi jantan berusia satu tahun) atau tabii’ah (seekor sapi betina berusia satu tahun). Tidak ada kewajiban lain atasnya hingga mencapai empat puluh ekor.

Jika ia telah memiliki sapi sebanyak empat puluh ekor, maka ia wajib mengeluarkan musinnah (sapi betina yang berusia dua tahun).
(Menurut Hanafiyyah, zakatnya boleh berupa sapi betina yang berusia dua tahun atau sapi jantan yang berusia dua tahun. Sedangkan ulama yang lain berpendapat bahwa orang yang memiliki empat puluh ekor sapi zakatnya wajib berupa sapi betina yang berumur dua tahun (tidak boleh yang jantan). Kecuali jika pemiliknya hanya memiliki sapi jantan, maka ia bisa mengeluarkan zakat dengan yang jantan, demikian kesepakatan para ulama)
Tidak ada kewajiban lainnya hingga ia memiliki enam puluh ekor.

Jika ia memiliki enam puluh ekor, maka yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah dua ekor tabii’.

Bagi seseorang yang memiliki tujuh puluh ekor, maka wajib zakatnya berupa seekor musinnah dan seekor tabii’.

Untuk delapan puluh ekor, zakatnya adalah dua ekor musinnah.
Untuk sembilan puluh ekor, zakatnya adalah tiga tabii’.
Untuk seratus ekor, zakatnya adalah musinnah dan dua ekor tabii’.

Untuk seratus sepuluh ekor sapi, zakatnya adalah dua musinnah dan seekor tabii’.

Untuk seratus dua puluh ekor, zakatnya adalah tiga musinnah atau empat tabii’.

Lebih dari itu, maka untuk setiap tiga puluh ekor zakatnya adalah seekor tabii'; dan untuk setiap empat puluh ekor, zakatnya adalah satu musinnah.

ZAKAT KAMBING (Termasuk Domba)

(Termasuk domba dan kambing, karena keduanya sejenis, sehingga satu sama lain digabungkan menurut ijma', sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Mundzir)

Kewajiban zakat atas kambing jika mencapai empat puluh ekor.

Jika terdapat empat puluh sampai seratus dua puluh ekor kambing yang saa-imah dan genap satu tahun dimiliki, maka zakatnya adalah seekor kambing.

Jika terdapat seratus dua puluh satu sampai dua ratus ekor, maka zakatnya adalah dua ekor kambing.

Jika terdapat dua ratus satu sampai tiga ratus ekor, maka zakatnya adalah tiga ekor kambing.

Lebih dari tiga ratus ekor, maka untuk setiap seratus ekor zakatnya adalah seekor kambing. Untuk domba dan kambing, diambil yang sudah berumur satu tahun atau lebih.

Dibolehkan mengeluarkan jenis yang jantan untuk zakat, jika kambing yang ada seluruhnya jantan, menurut kesepakatan para ulama. Namun jika yang dimiliki adalah betina, atau jantan campur betina, maka pemiliknya boleh membayar zakat dengan yang jantan menurut Hanafiyyah, sementara menurut ulama yang lain, pemilik tersebut wajib membayar zakat dengan yang betina.

Hukum Auqash:
Auqash adalah bentuk jamak dari kata waqash, yaitu bilangan yang berada antara dua kewajiban zakat. Hal ini tidak ada zakatnya, demikian kesepakatan ulama.

Nabi Saw. bersabda tentang zakat unta:

“Jika (unta) mencapai dua puluh lima ekor, maka (zakatnya) adalah bintu makhadh. Lalu jika mencapai tiga puluh enam sampai empat puluh lima, maka (zakatnya) adalah bintu labun.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud, dengan lafazh yang hampir sama: Kitab az-Zakaah, bab Fii Zakaatis Saa-imah (no.1568, II/224-225)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a fi Zakaatil Ibil wal Ghanam (no.621, III/8)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil Ibil (no.1798, I/573)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ibil (V/19, no.2447)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ibil (I/382)

Mengenai zakat sapi, Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika mencapai tiga puluh ekor, maka (zakatnya) adalah seekor sapi yang berumur satu tahun, baik jantan atau betina, sehingga mencapai empat puluh ekor. Kemudian jika mencapai empat puluh ekor, maka (zakatnya) adalah seekor sapi betina yang berumur dua tahun.”
(HASAN SHAHIH. HR. An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatul Baqar (V/26 no.2453)

Mengenai zakat kambing, Rasulullah Saw. bersabda:

“Untuk kambing saa-imah, jika mencapai empat puluh sampai seratus dua puluh ekor, maka (zakatnya) adalah seekor kambing.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Fii Zakaatis Saa-imah (II/221 no.1567)
At Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a fii Zakaatil Ibil wal Ghanam (III/8, no.621)
Malik dalam al-Muwaththa’ Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil Masyii-ah (I/257-258, no.23)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Fii Zakaatil Ibil wal Ghanam (I/381)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ibil (V/21 no.2447)

Bilangan antara dua puluh lima dengan tiga puluh enam unta adalah waqash, tidak ada kewajiban zakatnya.
Bilangan yang antara tiga puluh dan empat puluh sapi juga merupakan waqash. Hal yang sama juga berlaku untuk kambing.

Sewaktu mengambil zakat, petugas penarik zakat wajib memelihara hak-hak pemilik harta. Tidak boleh mengambil harta pilihan dan sangat berharga kecuali jika mereka mengizinkannya. Sebagaimana halnya menjaga hak orang fakir juga diwajibkan.

Maka tidak dibenarkan mengambil hewan yang memiliki cacatnya, sementara cacat tersebut dianggap sebagai suatu kekurangan di mata orang yang berpengalaman tentang hewan. Kecuali jika semua hewan dimiliki memang memiliki aib, maka zakatnya diambil dari tengah-tengah hewan tersebut.

Disebutkan dalam suratnya Abu Bakar ra. (tentang zakat):

“Janganlah diambil untuk zakat hewan yang sudah tua dan giginya telah rontok, yang buta matanya atau hewan pejantan.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh al-Bukhari: Kitab az-Zakaah, bab Laa Tu’-khadzh fish Shadaqah Harimatun… (al-Fat-h III/376)

Diriwayatkan dari Sufyan bin ‘Abdillah ats-Tsaqafi, bahwa ‘Umar ra. melarang petugas zakat untuk mengambil hewan yang mandul, hewan yang dipelihara untuk diperas susunya, hewan yang sudah datang waktu melahirkan dan hewan yang dipersiapkan sebagai pejantan.

Diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Mu’awiyah al-Ghadhiri, bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Ada tiga perkara, barangsiapa melakukannya, niscaya ia akan merasakan kelezatan iman: yaitu orang-orang yang beribadah hanya kepada Allah dan (bersaksi) bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah, memberi zakat hartanya dengan penuh kerelaan hati, sehingga mendorongnya untuk melakukan perbuatan tersebut setiap tahun. Tidak (memberikan zakat) dengan hewan tua yang sudah rontok giginya, yang berkudis, yang sakit, yang kecil sekaligus jelek dan yang sedikit susunya. Namun (hendaklah kalian memberikan) pertengahan harta kalian, karena sesungguhnya Allah tidak meminta harta terbaik yang kalian miliki. Tetapi juga tidak memerintahkan kalian (untuk mengeluarkan zakat) dari harta kalian yang jelek.”
(SHAHIH. HR. Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatis Saa-imah (II/240, no.1582) Al-Mundziri berkata, “Beliau meriwayatkannya secara munqathi' (terputus sanadnya). Abul Qasim al-Baghawi menyebutkan hadits ini dalam Mu'jamush Shahabah secara musnad (bersambung sampai kepada Nabi Saw.). Abul Qasim ath-Thabrani dan selainnya juga meriwayatkannya secara musnad.”

Tidak ada kewajiban zakat untuk hewan ternak selain unta, sapi (termasuk kerbau), dan kambing (termasuk domba). Oleh sebab itu, tidak ada kewajiban zakat untuk kuda, bighal (peranakan antara kuda dan keledai), ataupun keledai, kecuali jika terkena zakat barang dagangan usaha bisnis jual-beli (yaitu hewan tersebut merupakan barang dagangannya).

Diriwayatkan dari ‘Ali ra., bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Aku telah memaafkan kalian dari kuda dan hamba sahaya maka tidak ada kewajiban zakat pada keduanya.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud, tanpa lafazh: “…Maka tidak ada zakat pada keduanya.”
Kitab az-Zakaah, bab Zakaatis Saa-imah (no.1574, II/232)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a Fii Zakaatidz Dzahab wal Wariq (no.620, III/7). Beliau berkata: “Aku bertanya kepada Muhammad bin Isma'il al-Bukhari tentang hadits ini, lalu beliau menjawab, “Kedua hadits ini menurutku shahih.” Maksudnya, Abu Ishaq telah meriwayatkannya dari Ashim dan dari al-Harits.”
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Wariq (no.1790, I/570)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Wariq (no.2477, V/37)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Fii Zakaatil Wariq (I/383)
Ahmad, dengan lafazhnya dan tanpa lafazh: “...Dan tidak ada zakat atas keduanya.” (I/18, 113, 121, 132, 145, 146, 148 dan 192)

ZAKAT UNTA, SAPI, KAMBING YANG BELUM MENCAPAI SATU TAHUN

Barangsiapa memiliki unta, sapi atau kambing yang telah mencapai nishab, lalu beranak di pertengahan tahun, maka ia wajib mengeluarkan zakat dari semuanya, yaitu ketika hewan-hewan yang besar sudah sampai haulnya. Ini pendapat mayoritas ulama, induk dan anak wajib dizakati sebagai satu kesatuan harta.

Hal ini berdasarkan riwayat Malik dan asy-Syafi’i, dari Sufyan bin ‘Abdillah ats-Tsaqafi, bahwa ‘Umar bin al-Khaththab berkata,

“Hendaklah kamu memasukkan anak kambing (dalam perhitungan zakatnya) yang dibawa oleh penggembalanya. Namun janganlah mengambilnya. Dan janganlah kamu mengambil hewan yang mandul, hewan yang dipelihara untuk diperas susunya, hewan yang hendak melahirkan dan kambing pejantan. Hendaklah kamu mengambil hewan yang sudah berumur satu tahun juga yang dua tahun. Itulah pertengahan antara harta yang kecil dan hewan pilihan.”
(Diriwayatkan dalam al-Muwaththa’ karya Imam Malik: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a fiimaa Yu’taddu bih minash Sikhaal fish Shadaqah (no.26, I/265)

Abu Hanifah, asy-Syafi’i dan Abu Tsaur berpendapat bahwa hewan yang dilahirkan (pada pertengahan haul, -ed.) tidak dimasukkan ke dalam perhitungan zakat, kecuali jika unta, sapi atau kambing yang besar sudah mencapai nishab.
Abu Hanifah berkata, “Hewan yang masih kecil digabungkan ke dalam nishab, baik yang dilahirkan dari hewan nishab atau dibeli dari luar, dan dizakati dengan haul nishab.”

Asy-Syafi’i juga mensyaratkan bahwa hewan tersebut merupakan anak dari unta, sapi atau kambing nishab si pemilik yang lahir sebelum datangnya haul.

Adapun tercapainya nishab disebabkan adanya hewan-hewan yang masih kecil, maka hal ini tidak terkena zakat, menurut pendapat Abu Hanifah, Muhammad, Dawud, asy-Sya’bi dan satu riwayat dari Imam Ahmad.

Dalil mereka adalah apa yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, an-Nasa-i, ad-Daraquthni, dan al-Baihaqi, dari Suwaid bin Ghafalah, ia berkata, “Petugas zakat Rasulullah Saw. mendatangi kami. Lalu aku dengar ia berkata, “Pada masaku (ketika dia masih bertugas memungut zakat, -penj.) zakat itu tidak diambil dari hewan yang masih menyusui...”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Fii Zakaatis Saa-imah (II/236, no.1579)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab al-Jam'i bainal Mutafarriq wat Tafriiq bainal Mujtama’ (V/29, no.2457)
Ahmad dalam al-Musnad (IV/315)
Al-Baihaqi: Kitab az-Zakaah, bab Laa Yu’khadz Karaa-im Amwaalin Naas (IV/101)
Ad-Daraquthni: Kitab az-Zakaah, bab Tafsiiril Khalithain wa Maa Jaa-a fiz Zakaah ‘alal Khalithain (II/104, no.5)
Di dalam sanadnya terdapat Hilal bin Khabbab. Lebih dari satu ulama yang mentsiqahkannya, sedangkan sebagian ulama lainnya mempermasalahkannya.

Menurut pendapat Malik dan salah satu riwayat dari Ahmad, wajib hukumnya mengeluarkan zakat dari hewan-hewan yang masih kecil, seperti halnya unta, sapi atau kambing yang sudah besar. Alasannya, sebagaimana hewan-hewan yang masih kecil tersebut sudah diperhitungkan ketika digabungkan dengan unta, sapi atau kambing yang besar, maka ia juga diperhitungkan secara sendiri.

Menurut asy-Syafi'i dan Abu Yusuf, yang wajib (dikeluarkan) atas hewan-hewan yang masih kecil adalah seekor hewan yang masih kecil pula.

Menggabung dan memisahkan hewan ternak

Diriwayatkan dari Suwaid bin Ghafalah:

“Petugas zakat Rasulullah Saw. mendatangi kami. Lalu aku dengar ia berkata, “Sesungguhnya kami tidak mengambil (zakat) dari hewan yang masih menyusui. Tidak juga memisahkan antara yang tercampur dan mencampurkan antara yang terpisah.” Kemudian datanglah seseorang dengan unta yang punuknya besar (merupakan harta pilihan), maka ia pun enggan untuk mengambilnya.”
(HASAN. Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Fi Zakaatis Saa-imah (II/236, no.1579)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah bab al-Jam’i bainal Mutafarriq wat Tafriiq bainal Mujtama’ (V/29, no.2457)
Ahmad dalam al-Musnad (IV/315)

Anas meriwayatkan bahwa Abu Bakar pernah menulis surat kepadanya (yang isinya): “Ini adalah kewajiban zakat yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw. kepada kaum muslimin....” Di dalamnya disebutkan:

“Janganlah digabungkan antara yang terpisah dan janganlah dipisahkan antara yang telah menyatu, disebabkan takut zakat. Jika harta itu menjadi milik dua sekutu, maka zakat itu ditanggung oleh keduanya secara sama.”
(SHAHIH. Diriwatatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah bab La Yujma’ baina Mutafarriq wala Yufarraq baina Mujtama’ (II/145) dan bab Maa Kaana min Khalithain Fainnahuma Yataraaja’aani bis Sawiyyah (II/145)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Ghanam (V/29, no.2455)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Maa Ya’khudzul Mushaddiq minal Ibil (I/576, no.1801) dan bab Shadaqatul Ghanam (I/577, no.1805)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab an-Nahyu ‘anil Farqi bainal Mujtama' wal Jam’u bainal Mutafarriq (I/383)
Ahmad dalam al-Musnad (II/15)

Malik berkata dalam al-Muwaththa’, “Maknanya, misalnya ada tiga orang, masing-masing memiliki empat puluh ekor kambing yang terkena wajib zakat (sebanyak satu ekor). Tetapi kemudian mereka menggabungkan milik mereka, sehingga zakat yang wajib dikeluarkan atas ketiganya hanyalah satu kambing saja. (Ini adalah contoh menggabungkan yang terpisah). Atau ada dua orang yang berserikat memiliki kambing sebanyak dua ratus satu, maka kewajiban zakat keduanya adalah sebanyak tiga ekor. Tetapi kemudian mereka memisahkannya, sehingga masing-masing dari mereka hanya wajib mengeluarkan zakat sebanyak satu ekor.” (Ini adalah contoh memisahkan yang telah menyatu)

Asy-Syafi’i berkata, “Hadits tersebut dari satu sisi ditujukan kepada pemilik harta dan di sisi lain ditujukan kepada orang yang bertugas mengambil zakat. Lalu keduanya diperintahkan agar tidak melakukan hal baru, baik menggabungkan atau memisahkan harta, disebabkan takut zakat. Pemilik harta takut zakat yang dikeluarkannya itu banyak, sehingga dia menggabungkan atau memisahkan hartanya agar menjadi sedikit. Sedangkan petugas zakat takut jika zakat yang diambilnya sedikit, sehingga dia menggabungkan atau memisahkannya agar menjadi banyak. Jadi, makna ucapan, “Disebabkan takut zakat,” adalah takut menjadi banyak atau takut menjadi sedikit. Mengingat ucapan tersebut mengandung dua kemungkinan tersebut, sementara kemungkinan yang satu tidak lebih utama dibandingkan kemungkinan yang lain, maka makna ucapan tersebut dibawa kepada keduanya sekaligus.”

(Misalnya, masing-masing dari dua orang yang berserikat memiliki empat puluh ekor kambing, sehingga jumlah hartanya menjadi delapan puluh ekor kambing, lalu petugas zakat memisahkannya, sehingga dari masing-masing orang diambil zakatnya sebanyak satu ekor kambing. Padahal sebelum itu keduanya hanya diwajibkan satu ekor saja. Atau misalnya seseorang memiliki dua puluh ekor kambing dan orang lain juga memiliki kambing dengan jumlah yang sama. Kemudian harta tersebut disatukan, agar diambil satu kambing sebagai zakat. Padahal sebelum itu keduanya tidak diwajibkan mengeluarkan zakat)

Menurut Hanafiyyah, hadits ini merupakan larangan yang ditujukan kepada pemungut zakat untuk tidak memisahkan harta milik seseorang sehingga menimbulkan banyaknya zakat yang dikeluarkan. Misalnya seseorang memiliki kambing sebanyak seratus dua puluh ekor, lalu semuanya dibagi menjadi tiga bagian, sehingga wajib zakatnya sebanyak tiga ekor. Atau menggabungkan milik seseorang dengan milik orang lain, sehingga hal itu menyebabkan banyaknya zakat yang harus dikeluarkan. Misalnya ada seseorang memiliki seratus satu ekor kambing, dan ada orang lain yang juga memiliki kambing dengan jumlah sama. Lalu pemungut zakat menggabungkannya, agar bisa diambil tiga kambing sebagai zakat, padahal sebelumnya hanya dua ekor kambing yang wajib dikeluarkan.”

Zakat Unta, Sapi, Kambing Milik Serikat

Hanafiyyah berpendapat zakat itu tidak wajib atas harta perserikatan (milik bersama) kecuali jika bagian yang dimiliki oleh masing-masing anggota perserikatan telah mencapai nishab. Karena kaidah yang disepakati adalah zakat itu tidak diperhitungkan kecuali jika dimiliki oleh perorangan.

Malikiyyah berpendapat bahwa kedudukan sejumlah orang (serikat) yang mencampurkan binatang ternak mereka adalah seperti halnya seorang pemilik, dari segi zakat. Zakat dihitung atas harta milik orang per orang jika masing-masing dari dua orang yang mencampurkan hartanya sama-sama telah memiliki harta yang telah mencapai nishab, dengan syarat sama penggembalanya, sama hewan pejantannya, sama kandangnya, dan niat untuk mencampur, juga harta dari masing-masing orang terbedakan dengan milik yang lainnya. Jika tidak demikian, maka kedua orang tadi adalah serikat. Selanjutnya setiap orang yang mencampur merupakan ahli zakat dan pencampuran ini sama sekali tidak ada pengaruhnya kecuali dalam hewan ternak (unta, sapi, kambing).

Zakat harta yang diambil dibebankan secara merata kepada setiap anggota serikat, sesuai persentase harta masing-masing. Seandainya salah seorang anggota yang berserikat itu memiliki harta yang tidak dicampurkan, maka tetap dianggap sebagai harta campuran.

Menurut Syafi'iyyah, harta milik dua orang atau sejumlah orang seperti harta yang satu.
Dalam hal ini mereka mensyaratkan:
1. Orang-orang yang berserikat adalah ahli zakat.
2. Harta yang tercampur mencapai nishab.
3. Sudah berlalu satu tahun penuh (sampai haulnya).
4. Harta yang dimiliki oleh masing-masing anggota tidak terbedakan antara satu dengan lainnya, dari segi kandang, tempat penggembalaan, tempat minum, penggembala, dan tempat memeras susunya.
5. Hendaklah pejantannya sama jika hewan campuran tersebut dari jenis yang sama.

Pendapat Imam Ahmad serupa dengan pernyataan Syafi’iyyah, hanya saja beliau membatasi pengaruh campuran hanya pada hewan ternak (unta, sapi, kambing), tidak kepada selainnya.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir 

Artikel Terkait: Zakat Perdagangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam