Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Kamis, 19 April 2018

Khumus Rikaz Dan Barang Tambang



RIKAZ DAN BARANG TAMBANG

Rikaz diambil dari lafazh (rakaza - yarkuzu), yang maknanya adalah tersembunyi. Hal ini semakna dengan firman Allah Swt.:

“Atau kamu dengar suara mereka yang samar-samar?” (QS. Maryam: 98)

Makna (rikzan) dalam ayat di atas adalah suara yang tersembunyi.

Rikaz adalah apa yang terkandung di dalam perut bumi, yang bukan merupakan harta yang dibutuhkan oleh suatu komunitas (jama'ah). Dengan kata lain, harta tersebut bukan merupakan hak seluruh kaum muslimin, sebagaimana yang terdapat di dalam pembahasan-pembahasan fikih, maka orang yang menggalinya berhak memiliki 4/5, sedangkan 1/5-nya harus dia keluarkan.
Kalau harta temuan hasil penggalian tersebut merupakan harta yang dibutuhkan oleh suatu komunitas (jama'ah) atau merupakan hak seluruh kaum muslimin, maka harta galian tersebut merupakan hak milik umum (collective property) yang masuk dalam Baitul Mal pos harta milik umum dan dikelola oleh Imam/Khalifah.

Yang menentukan adalah, apabila harta yang tersimpan di dalam tanah tersebut asalnya karena tindakan seseorang, serta jumlahnya terbatas, tidak sampai mencapai jumlah yang biasa dibutuhkan oleh suatu komunitas (jama'ah), maka harta tersebut termasuk rikaz.
Apabila, harta tersebut asli (dari dasar tanah, bukan karena tindakan manusia) serta dibutuhkan oleh suatu komunitas (jama'ah), maka harta tersebut tidak termasuk dalam katagori rikaz, dan harta tersebut menjadi hak milik umum (collective property).
Apabila harta tersebut asli, namun tidak dibutuhkan oleh suatu komunitas (jama'ah), semisal ada seorang pemukul batu yang berhasil menggali batu bangunan dari sana, ataupun yang lain, maka harta tersebut tidak termasuk rikaz, juga tidak termasuk hak milik umum, melainkan termasuk hak milik individu (private property).
Sedangkan kepemilikan atas rikaz dan pengeluaran khumus yaitu 1/5 dari rikaz tersebut telah ditetapkan berdasarkan hadits.
Imam An-Nasa'i telah meriwayatkan dari Amru Bin Syu'aib, dari bapaknya, dari kakeknya yang mengatakan: Rasulullah SAW ditanya tentang luqathah (barang temuan), maka beliau SAW bersabda:

"Barang yang ada di jalan (yang dilewati) atau kampung yang ramai itu tidak termasuk luqhatah, sehingga diumumkan selama satu tahun. Apabila -selama satu tahun itu- pemiliknya datang untuk memintanya, maka berikanlah barang tersebut kepadanya. Apabila tidak ada, maka barang itu adalah milikmu. Adapun barang yang ditemukan pada jalan yang biasanya tidak dilalui atau kampung yang tidak berpenghuni maka padanya, serta di dalam rikaz terdapat khumus."
(HASAN. Diriwayatkan oleh an-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab al-Ma'din (no.2494, V/44)

Lafazh ma’din (barang tambang) makna bahasanya adalah tinggal di satu tempat, sebagaimana firman Allah Swt.:

“Bagi mereka Surga ‘Adn.” (QS. Al-Kahfi: 31)

Karena Surga tersebut merupakan tempat tinggal dan kekekalan.

Barang tambang dapat dipilah menjadi dua, yaitu barang tambang yang terbatas jumlahnya dalam suatu jumlah, yang tidak termasuk berjumlah besar, menurut ukuran individu, serta barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
Barang tambang yang terbatas jumlahnya adalah termasuk milik pribadi (private property) serta boleh dimiliki secara pribadi, dan terhadap barang tambang tersebut diberlakukan hukum rikaz, yang di dalamnya terdapat 1/5 harta (yang harus dikeluarkan).

Sedangkan barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan, maka barang tambang tersebut adalah milik umum (collective property), dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.
Imam At-Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Abyadh Bin Hamal, bahwa ia telah meminta kepada Rasulullah SAW untuk mengelola tambang garamnya. Lalu Rasulullah memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang laki-laki dari majelis tersebut bertanya:

"Wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir." Rasulullah kemudian bersabda: "Tariklah tambang tersebut darinya."

Ma'u al-'iddu adalah air yang tidak terbatas jumlahnya. Hadits tersebut menyerupakan garam dengan air yang mengalir, karena jumlahnya tidak terbatas. Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah SAW memberikan tambang garam kepada Abyadh Bin Hamal, ini menunjukkan kebolehan memberikan tambang garam. Tatkala beliau mengetahui, bahwa tambang tersebut merupakan tambang yang mengalir, yang tidak bisa habis, maka beliau mencabut pemberiannya dan melarang dimiliki oleh pribadi, karena tambang tersebut milik umum.

Mayoritas ulama berpendapat bahwa khumus rikaz itu wajib dikeluarkan oleh orang yang menemukannya; baik muslim, kafir dzimmi, orang dewasa, anak kecil, berakal maupun gila. Hanya saja wali anak kecil dan orang gila mewakili keduanya dalam mengeluarkan seperlima tersebut.

Ibnul Mundzir berkata, “Saya mengumpulkan pendapat seluruh ahli ilmu yang saya ketahui, bahwa kafir dzimmi wajib mengeluarkan seperlima dari rikaz. Ini adalah pendapat Malik, penduduk Madinah, ats-Tsauri, al-Auza’i, penduduk Irak…”

Imam asy-Syafi’i berkata, “Seperlima itu tidak wajib, kecuali bagi orang yang terkena kewajiban zakat. Karena seperlima ini adalah zakat.”

Menurut Imam asy-Syafi’i seperlima itu diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat.

Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad berpendapat bahwa orang-orang yang berhak menerima seperlima tersebut adalah orang-orang yang berhak menerima fai’.

Mengenai pendapat ‘Umar bin Khaththab, diriwayatkan oleh asy-Sya’bi, bahwa seseorang pernah menemukan seribu dinar yang terpendam di daerah luar Madinah. Lalu harta tersebut dibawanya menghadap ‘Umar bin al-Khaththab ra. Maka beliau mengambil seperlima dari harta tersebut, yaitu dua ratus dinar, dan memberikan sisanya kepada orang tadi. Selanjutnya ‘Umar ra. membagikan dua ratus dinar tadi kepada kaum muslimin yang hadir, dan masih tersisa sebagian. Kemudian 'Umar berkata, “Ke manakah pemilik dinar ini?” Orang itu pun kembali menghadap 'Umar. Maka berkatalah ‘Umar kepadanya, “Ambillah uang ini untukmu!”
(Lihat: Talkhiisul Habiir (II/193)

Disebutkan dalam al-Mughni, “Jika seperlima itu adalah zakat, tentulah akan dikhususkan kepada orang-orang yang berhak menerima zakat dan sisanya tidak dikembalikan kepada orang yang mendapatkannya. Ditambah lagi, seperlima itu juga wajib atas kafir dzimmi, sedangkan zakat tidak wajib.”

Sumber pemasukan tetap Baitul Mal adalah fai', ghanimah, anfal, kharaj, jizyah, dan pemasukan dari hak milik umum dengan berbagai macam bentuknya, pemasukan dari hak milik negara, usyur, khumus, rikaz, tambang, serta harta zakat.

Pemasukan harta dari hak milik umum, termasuk tambang yang jumlahnya melimpah, diletakkan pada bagian khusus Baitul Mal, dan tidak boleh dicampuradukkan dengan yang lain. Sebab harta tersebut menjadi hak milik seluruh kaum muslimin, yang diberikan oleh khalifah sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin yang menjadi pandangan dan ijtihadnya berdasarkan hukum-hukum syara'.
Harta khumus, merupakan hak Baitul Mal, dibelanjakan untuk urusan negara dan urusan umat, serta delapan ashnaf, dan apa saja yang menjadi pandangan negara Islam.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan:
Taqiyuddin An-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi Fil Islam (terjemahan), Darul Ummah, Beirut
Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam