Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Minggu, 15 April 2018

Dalil Orang yang Menanggung Utang Mendapat Zakat




Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat itu ada delapan golongan, yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, mu’allaf, hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang yang berjuang (perang) fii sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (TQS. At-Taubah: 60)

GHAARIMUUN (ORANG-ORANG YANG MEMILIKI HUTANG)

Mereka adalah orang-orang yang menanggung hutang dan tidak sanggup membayarnya. Mereka ini terbagi dalam berbagai kelompok. Di antaranya adalah orang yang menanggung hutang untuk mendamaikan perselisihan, seseorang yang menjamin hutang orang lain sehingga ia harus membayarnya sedangkan hutang tersebut menghabiskan hartanya, orang yang berhutang karena kebutuhan atau orang yang berhutang disebabkan maksiat yang ia sudah bertaubat darinya. Semua ini berhak mendapatkan zakat untuk melunasi utangnya.

Dari Anas ra. bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Minta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang; (1) orang yang sangat fakir, (2) orang yang memiliki tanggungan hutang yang berat, dan (3) orang yang menanggung tebusan darah.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Maa Tajuuzu fihil Mas-alah (II/292-294, no.1641)
At-Tirmidzi secara ringkas: Kitab az-Zakaah, bab Maa jaa-a Man Laa Tahillu Lahush Shadaqah (III/34 no.653). Beliau menghasankannya.
Ibnu Majah: Kitab at-Tijaaraat bab Bai’ul Muzaabadah (II/740-741, no.2198)
Ahmad dalam al-Musnad (III/114-126, 127)

(Tebusan darah maksudnya adalah orang yang menanggung diyat kerabatnya atau temannya yang melakukan pembunuhan tanpa haq, di mana diyat tersebut harus dibayar kepada wali korban)

Muslim meriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra., bahwa beliau berkata:

“Pada zaman Rasulullah Saw., ada seseorang yang mendapat musibah pada buah-buahan yang ia beli sehingga hutangnya menumpuk. Lalu Rasulullah Saw. bersabda, “Bersedekahlah kalian kepadanya!” Maka orang-orang pun bersedekah kepadanya. Namun hal itu tidak cukup untuk menutupi hutangnya. Rasulullah Saw. kemudian berkata kepada orang-orang yang memberi hutang, “Ambillah yang bisa kalian dapatkan. Hanya itu yang bisa kalian peroleh.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Muslim: Kitab al-Musaaqaah, bab Istihbaabul Wadh'i minad Daini (no.18, III/ 1191) Abu Dawud: Kitab al-Buyuu' wal Ijaarah, bab Fii Wadh’il Jaa-ihah (no.3469, III/745)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Man Tahillu lahush Shadaqah minal Ghaarimiin wa Ghairihim (no.655, III/35)
Ibnu Majah: Kitab al-Ahkaam, bab al-Ma’dam wal Bai’ 'alaihi li Ghuramaa-ihi (no.2356, II/789)
An-Nasa-i: Kitab al-Buyuu', bab Wadh’il Jawaa-ih (no.4530, VII/265) dan bab ar-Rajul Yabtaa'ul Bai’ Fayuflish wa Yuujadul Mataa’ bi 'Ainihi (no.4678, VII/312)

(Maksudnya, untuk sekarang ini kalian hanya bisa memiliki apa-apa yang kalian dapatkan darinya. Ini sama sekali bukan membatalkan hak orang yang memberi hutang terhadap sisa hutang)

Dari Qabishah bin Mukhariq, dia berkata:

“Aku pernah menanggung hutang (untuk mendamaikan perselisihan), lalu aku mendatangi Rasulullah Saw. untuk minta bantuan kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Tunggulah sampai zakat datang kepadaku, maka kami akan memerintahkan (petugas zakat) agar memberikan sebagiannya kepadamu.” Kemudian beliau Saw. bersabda:
“Wahai Qabishah, sesungguhnya minta-minta itu tidak dihalalkan kecuali untuk tiga kelompok. (1) Seseorang yang menanggung hutang untuk mendamaikan perselisihan, maka meminta itu dihalalkan baginya, sampai ia mendapatkannya, kemudian ia menahan diri (tidak meminta lagi). (2) Seseorang ditimpa musibah yang menghancurkan hartanya, maka halal baginya untuk meminta, sehingga dia mendapatkan sesuatu yang bisa menopang kehidupannya -atau beliau bersabda- sesuatu yang bisa menutupi hajat hidupnya. (3) Seseorang yang ditimpa kefakiran, sehingga tiga orang yang berpengetahuan dari kaumnya berkata, “Fulan telah tertimpa kefakiran.” Maka halal baginya untuk meminta, sehingga dia mendapatkan sesuatu yang bisa menopang kehidupannya -atau beliau bersabda- sesuatu yang bisa menutupi hajat hidupnya. Adapun meminta selain itu, wahai Qabishah, maka merupakan barang haram yang dimakan oleh pelakunya secara haram.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Man Tahillu Lahul Mas-alah (II/722, no.109)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab Maa Tajuuzu fiihil Mas-alah (II/290, no.1640)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab ash-Shadaqah liman Tahammala bi Hamaalatin (V/89-90, no.2580)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab Man Tahillu Lahush Shadaqah (I/396)
Ahmad dalam al-Musnad (V/60) dengan lafazhnya dan dengan lafazh yang hampir sama (III/477)

Hamaalah adalah apa yang ditanggung oleh seorang insan dan harus ia tunaikan karena hutang dalam rangka mendamaikan pertikaian. Dahulu, ketika terjadi pertikaian di kalangan Arab yang menyebabkan adanya hutang diyat atau selainnya, muncullah salah seorang di antara mereka untuk menjadi relawan dan menanggung semua itu, sehingga lenyaplah pertikaian di antara mereka.

Jika mereka tahu bahwa ada salah seorang di antara mereka menanggung hutang tersebut, mereka bersegera untuk membantunya dan memberikan apa yang bisa membebaskan orang yang bersangkutan dari tanggungan tersebut.

Untuk menerima zakat pada keadaan ini tidak disyaratkan bahwa orang yang bersangkutan berada dalam kondisi kurang mampu untuk membayar tanggungan tersebut. Tegasnya, ia tetap boleh menerima zakat meskipun hartanya mencukupi.

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam