Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 02 April 2018

Dalil Zakat Fitrah



BAB IV

ZAKAT FITHRAH

Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan karena berbuka dari bulan Ramadhan. (Penerjemahan zakaatul fithr dengan “zakat fithrah” sedikit kurang tepat. Tetapi di Indonesia, nama inilah yang terlanjur tersebar. Mungkin hal ini didasari oleh anggapan masyarakat bahwa makna hari raya Idul Fithri adalah kembali kepada kesucian (fithrah). Sementara anggapan ini kurang tepat. Makna 'Idul Fithri yang lebih tepat adalah kembali berbuka, setelah sebulan lamanya diwajibkan berpuasa. Sehingga terjemahan yang lebih pas dalam hal ini adalah zakat fithri, seperti halnya 'Idul Fithri, mengikuti bahasa aslinya. Wallaahu a'lam.-ed.)

Zakat tersebut wajib atas setiap individu muslim, kecil, besar, laki-laki, wanita, merdeka, maupun budak.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar ra., bahwa beliau berkata:

“Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fithrah dengan satu sha' kurma atau satu sha’ gandum, baik atas budak, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil, maupun dewasa, dari kalangan kaum muslimin.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah bab Fardh Shadaqatil Fithri (II/161) dan bab Shadaqatul FithralalAbd wa Ghairih minal Muslimiin (II/161)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab Zakaatul Fithri 'alal Muslimiin minat Tamr wasy Sya'iir (II/677-678, no. 12-14, 16)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Kam Yu-adda fi Shadaqatil Fithr (II/263-266, no.1611-1613)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil Fithr (I/584, no. 1826)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah bab Fardhu Zakaatil Fithri 'alal Muslimiin dunal Mua'aahadiin (V/48, no.2503, 2504)
Ad-Daarimi: Kitab az-Zakaah bab Zakaatil Fithri (I/392)
Malik dalam al-Muwaththa': Kitab az-Zakaah bab Makiilah Zakaatil Fithr (I/284, no.52)
Ahmad dalam al-Musnad (II/102, 137)

HIKMAH ZAKAT FITHRAH

Zakat fithrah diwajibkan pada bulan Sya’ban dari tahun kedua Hijriyyah. Tujuannya untuk menyucikan orang yang berpuasa dari segala pelanggaran yang mungkin terjadi saat puasa, baik berupa melakukan perbuatan yang sia-sia, atau perkataan yang keji, sekaligus untuk membantu orang-orang yang fakir.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan ad-Daraquthni, dari Ibnu ‘Abbas ra., bahwa ia berkata:

“Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan yang keji sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Id, maka ia merupakan zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat ‘Id, maka ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).”
(HASAN. Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-zakaah bab Zakaatil Fithri (II/262, no.1609)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Shadaqatil Fithri (I/585, no.1827)
Ad-Daraquthni: Kitab az-Zakaah, bab Zakaatil Fithri (II/138, no.1)

KEPADA SIAPAKAH ZAKAT FITHRAH DIWAJIBKAN?

Zakat fithrah diwajibkan atas seorang muslim yang merdeka, serta memiliki satu sha' bahan makanan pokok yang lebih dari kebutuhan diri dan tanggungannya untuk sehari semalam. (Ini adalah madzhab Malik, asy-Syafi’i dan Ahmad. Asy-Syaukani berkata, “Inilah pendapat yang benar. Sedangkan menurut Hanafiyyah disyaratkan harus mencapai nishab.”)

(Telah disebutkan sebelumnya bahwa satu sha' setara dengan empat mudd. Sedangkan satu mudd nabawi kira-kira setara dengan 0,688 liter. Sehingga satu sha' kira-kira setara dengan 2,752 liter. Satu sha' diperkirakan setara dengan 2,04 kg jika dihitung dengan gandum yang berkualitas baik. Untuk beras, maka dikonversi terlebih dahulu menurut massa jenisnya. Lihat al-Fiqhul Islami wa Adillatuh (I/142-143) dan Majaalisy Syahr Ramadhan (hal.143). Wallaahu a'lam.-ed.)

Zakat fithrah wajib dikeluarkan untuk dirinya dan diri orang yang wajib dinafkahi olehnya, seperti isteri, anak.

UKURAN ZAKAT FITHRAH

Yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fithrah adalah satu sha’ gandum, kurma, beras, jagung, keju atau makanan pokok lainnya.
(Satu sha' adalah empat mudd. Sedangkan satu mudd adalah setangkup telapak tangan orang yang sedang, atau sama dengan satu sepertiga qadah atau dua qadah)

Abu Sa’id al-Khudri ra. berkata:

“Ketika Rasulullah Saw. masih bersama kami, kami mengeluarkan zakat fithrah atas setiap anak kecil, dewasa, orang merdeka, dan hamba sahaya, sebanyak satu sha' makanan, satu sha' keju, satu sha' gandum, satu sha' kurma, satu sha' kismis. Kami tetap melakukan hal itu sampai datanglah Mu’awiyah untuk melakukan haji atau ‘umrah. Lalu ia berkata di atas mimbar. Di antara yang ia ucapkan di hadapan orang-orang adalah, “Aku memandang bahwa dua mudd samra’ (gandum) Syam setara dengan satu sha' kurma. (Dua mudd sama dengan setengah sha'). Maka orang-orang pun mengambil perkataannya tersebut.” Abu Sa’id melanjutkan, “Tetapi aku tetap mengeluarkan zakat seperti yang aku lakukan sebelumnya, selama aku hidup.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari secara ringkas dan lengkap: Kitab az-Zakaah bab Sha' minaz Zabiib (II/161-162)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab Zakaatul Fithrialal Muslimiin minat Tamr wasy Sya'iir (II/678-679, no.18-19)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Kam Yu-adda fish Shadaqatil Fithri (II/267 no.1616)
At-Tirrnidzi: Kitab az-Zakaah, bab Maa Jaa-a fish Shadaqatil Fithri (III/50, no.673) Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah bab Shadaqatil Fithri (I/585, no.1829)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab at-Tamru fish Zakaatil Fithri (V/ 51, no.2513)
Ad-Daarimi: Kitab az-Zakaab bab Fi Zakaatil Fithr (I/392)

At-Tirmidzi berkata, “Sebagian ahli ilmu mengamalkan hadits tersebut. Mereka berpendapat bahwa ukuran zakat fithrah untuk segala sesuatu adalah satu sha'. Ini adalah pendapat asy-Syafi’i dan Ishaq.”

KAPANKAH ZAKAT FITHRAH DIWAJIBKAN?

Para ulama fiqih sepakat bahwa zakat fithrah diwajibkan pada akhir bulan Ramadhan, tetapi mereka berbeda pendapat tentang batasan waktunya.

Sufyan ats-Tsauri, Ahmad, asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lama, dan salah satu riwayat al-Imam Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari di malam hari raya. Alasannya, itulah waktu berbuka dari bulan Ramadhan.

Abu Hanifah, al-Laits, asy-Syafi’i dalam pendapatnya yang lama dan riwayat kedua dari Malik menyatakan bahwa waktu wajibnya adalah ketika terbitnya fajar di hari raya.

Faedah perbedaan pendapat dalam masalah ini, jika seorang bayi dilahirkan sebelum fajar hari raya dan setelah matahari terbenam, apakah ia terkena zakat fithrah atau tidak?

Menurut pendapat pertama, ia tidak terkena zakat fithrah, karena dia lahir setelah lewatnya waktu wajib zakat fithrah menurut mereka. Sedangkan menurut pendapat kedua, ia terkena zakat fithrah, karena ia dilahirkan sebelum waktu wajib zakat fithrah menurut mereka.

Mendahulukan pembayaran zakat fithrah sebelum tiba waktu wajibnya:

Mayoritas ulama fiqih berpendapat bahwa boleh hukumnya menyegerakan pembayaran zakat fithrah ketika satu atau dua hari sebelum hari raya.

Ibnu ‘Umar ra. berkata:

“Rasulullah Saw. memerintahkan kami agar zakat fithrah itu dibayarkan sebelum orang-orang keluar menuju shalat.”

(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah bab Fardhu Shadaqatil Fithri (II/161) dan bab ash-Shadaqah Qablal ‘Iid (II/162)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab al-Amru bi Ikhraaji Zakaatil Fithri Qablash Shalah (II/679, no.22-23)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah bab al-Waqtul ladzi Yustahabbu an Tu-‘adda Shadaqatil Fithri fiihi (IV/54, no.2521)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah bab Taqdiimuha Qablash Shalah (III/53, no.677)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah bab Mataa Tu-'adda (II/263, no.1610)

Nafi’ berkata, “Ibnu ‘Umar dahulu menunaikan zakat fithrah satu atau dua hari sebelum hari raya.”

Para ulama berbeda pendapat jika zakat fithrah dibayarkan sebelum itu.

Menurut Abu Hanifah boleh membayar zakat fithrah sebelum bulan Ramadhan.

Asy-Syafi’i berkata, “Boleh membayarnya di awal bulan.”

Malik berkata -sekaligus merupakan pendapat yang masyhur dalam madzhab Imam Ahmad-, “Boleh membayarnya ketika satu atau dua hari sebelum hari raya.”

Para ulama sepakat bahwa kewajiban zakat fithrah tidak gugur meskipun sudah lewat dari waktunya. Ia tetap merupakan hutang yang menjadi tanggungan orang yang bersangkutan sehingga dia membayarnya, meskipun di akhir umurnya.

Disebutkan dalam hadits sebelumnya:

“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithrah sebelum shalat ‘Id, maka ia merupakan zakat yang diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat Id, maka ia termasuk salah satu sedekah (yang sunnah).”

ORANG-ORANG YANG BERHAK MENERIMA ZAKAT FITHRAH

Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat fithrah adalah orang-orang yang berhak mendapatkan zakat secara umum. Maksudnya, zakat fithrah dibagikan kepada delapan golongan yang disebutkan di dalam firman Allah Swt.:

Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin… ” (TQS. At-Taubah: 60)

Hanya saja orang-orang fakir adalah golongan yang paling berhak mendapatkan zakat fithrah. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits terdahulu:

“Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan yang keji; sekaligus sebagai makanan bagi orang-orang miskin.”

Juga berdasarkan riwayat al-Baihaqi dan ad-Daraquthni, dari Ibnu ‘Umar ra., beliau berkata:

“Rasulullah saw. mewajibkan zakat fithrah.” Beliau juga berkata, “Jadikanlah mereka kaya (berkecukupan) pada hari ini!”
(DHA’IF. HR. Ad-Daraquthni: Kitab Zakaatil Fithr (II/152-153, no.67)

Di dalam riwayat al-Baihaqi, beliau berkata:

“Cukupilah mereka agar mereka tidak berkeliling (untuk minta-minta) hari ini!”
(HR. Al-Baihaqi: Kitab az-Zakaah bab Waqtu Ikhraaji Zakaatil Fithri (IV/175)

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam