Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 04 April 2018

Dalil Siapa Orang-Orang Yang Diharamkan Menerima Zakat



BAB III

Orang-Orang Yang Diharamkan Menerima Zakat

Sebelumnya telah kami jelaskan tentang golongan-golongan yang berhak menerima zakat. Pada kesempatan ini kami akan jelaskan siapa saja yang tidak halal dan tidak berhak menerima zakat. Mereka adalah:

ORANG-ORANG KAFIR DAN ATHEIS

Ini adalah perkara yang disepakati oleh para ulama fiqih. Disebutkan dalam hadits:

“(Zakat itu) diambil dari orang-orang kaya pada kalangan mereka dan diberikan kepada orang-orang miskin dari kalangan mereka.”

Maksudnya, orang-orang kaya dari kalangan kaum muslimin dan orang-orang fakir dari kalangan kaum muslimin, bukan selain mereka.

Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama yang kami ketahui sepakat bahwa kafir dzimmi tidak berhak mendapatkan zakat sedikitpun kecuali para mu-allaf; sebagaimana telah dijelaskan.”

Namun mereka bisa mendapatkan sedekah sunnah. (Maksudnya, boleh memberikan shadaqah sunnah kepada kafir dzimmi)
Disebutkan dalam al-Qur-an:

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan.” (TQS. Al-Insaan: 8)

Di dalam hadits juga disebutkan:

“Ikatlah jalinan silaturahmi dengan ibumu!” (Padahal ibunya itu adalah seorang wanita musyrik)
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab al-Adab, bab Shilatil Mar-ah Ummaha wa Laha Zauj (VIII/5) dan Kitab al-Hibah wa Fadhluha, bab al-Hadiyyah lil Musyrikiin...(III/215) dan kitab al-Jizyah wal Muwaada'ah bab Haddatsana Abdaan... (IV/126)
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Fahdlun Nafaqah was Shadaqah 'alal Aqrabiin... (II/696, no.49-50)
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab ash-Shadaqah 'ala Ahlidz Dzimmah (II/307, no.1668)
Ahmad dalam al-Musnad (VI/344, 347)

BANI HASYIM

Mereka adalah keluarga 'Ali, 'Uqail, Ja’far, al-‘Abbas dan al-Harits ra. Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa Bani Hasyim tidak halal menerima zakat wajib.”

Nabi Saw. bersabda:

“Sesungguhnya shadaqah (yang wajib/zakat) itu tidak layak bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena itu adalah kotoran-kotoran manusia.”
Diriwayatkan oleh Muslim.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., bahwa beliau berkata:

“Al-Hasan pernah mengambil sebiji kurma dari kurma shadaqah (yang wajib/zakat) (lalu memasukkan kurma itu ke mulutnya), maka Nabi Saw. berkata, ‘Ekh, ekh! -agar dia mengeluarkannya. Tidakkah engkau tahu bahwa kita tidak memakan shadaqah (yang wajib/zakat).”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab az-Zakaah, bab Ma Yudzkaru fish Shadaqah lin Nabiyyi Saw. (II/157) dan kitab al-Jihaad bab Man Takallama bil Faarisiyyah war Rathaanah...(IV/90)
Muslim: Kitab az-Zakaah bab Tahrimuz Zakaah 'ala Rasulillaah Saw. wa 'alaa Aalihi… (II/751 no.161)
Ad-Darimi: Kitab az-Zakaah, bab as-Shadaqah La Tahillu Lin Nabiyyi walaa li Ahli Baitihi (I/386-387)
Ahmad dalam al-Musnad (II/409, 444, 476)

Tentang Bani al-Muththalib, Asy-Syafi'i berpendapat bahwa mereka juga tidak boleh mengambil zakat seperti halnya Bani Hasyim. Berdasarkan riwayat asy-Syafi’i, Ahmad, dan al-Bukhari, dari Jubair bin Muth’im ra., ia berkata, “Tatkala peristiwa Khaibar, Rasulullah Saw. memberikan bagian kerabat kepada Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib, sementara beliau tidak memberikannya kepada Bani Naufal dan Bani ‘Abdi Samsy. Maka aku pun pergi bersama ‘Utsman untuk menemui Nabi Saw., lalu kami bertanya, “Wahai Rasulullah, mereka adalah Bani Hasyim, kami tidak mengingkari keutamaan mereka karena Allah telah menjadikanmu berasal dari kalangan mereka, tetapi bagaimana dengan saudara-saudara kami dari Bani al-Muththalib, engkau memberi mereka, sementara engkau tidak memberi kami, padahal kekerabatan kami adalah satu?” Maka Rasulullah Saw. menjawab: “Kami dan Bani al-Muththalib tidak pernah berpisah, baik pada zaman Jahiliyyah maupun pada masa Islam. Kami dan mereka adalah satu.” Lalu beliau menganyam jari-jari kedua tangan beliau.”
(Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab Fardhil Khumus, bab Wa minad Dalil 'annal Khumus lil Imaam... (IV/111)
Abu Dawud: Kitab al-Kharaj wal Imaarah wal Fai’ bab fii Bayaani Mawaadhi’ Qismil Khumus wa Sahmi Dzil Qurbaa (III/383-384, no.2980)

Ibnu Hazm berkata, “Maka benarlah bahwa tidak boleh membedakan hukum di antara mereka (Bani Hasyim dan Bani al-Muththalib), karena mereka adalah satu kesatuan, dengan nash sabda Rasulullah Saw. Sah juga untuk dikatakan bahwa mereka (Bani al-Muthalib) termasuk keluarga Muhammad, dan jika mereka termasuk keluarga Muhammad Saw., maka zakat itu haram bagi mereka.”

Sebagaimana Rasulullah Saw. mengharamkan zakat bagi Bani Hasyim, maka beliau pun mengharamkannya bagi mawali mereka (budak yang telah mereka bebaskan).

Diriwayatkan dari Abu Rafi’ bekas budak yang dimerdekakan oleh Rasulullah Saw. (ia berkata), “Nabi Saw. pernah mengutus seseorang dari Bani Makhzum untuk mengambil zakat, lalu ia berkata kepada Abu Rafi', “Temanilah aku, sehingga engkau juga mendapat sebagian zakat. Abu Rafi’ berkata, "Tidak, hingga aku mendatangi Rasulullah Saw. dan bertanya kepadanya. Akhirnya ia pun pergi menemui Nabi Saw. dan menanyakan hal ini. Maka Nabi Saw. bersabda:

“Shadaqah (yang wajib/zakat) itu tidak halal bagi kami, sedangkan mawali suatu kaum termasuk dari kaum itu sendiri.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud: Kitab az-Zakaah, bab ash-Shadaqah 'alaa Bani Hasyim (II/298, no.1650)
At-Tirmidzi: Kitab az-Zakaah, bab Ma jaa-a fii Karaahiyatish Shadaqah lin Nabiyyi Saw. wa Ahli Baitihi wa Mawaaliihi (III/37, no.657). Abu 'Isa berkata, “Hadits hasan shahih.”
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Maulal Qaum Minhum (V/107, no.2612)
Ahmad dalam al-Musnad (VI/10, 390)

Ibnu Qudamah berkata, “Mengenai keluarga Nabi Saw., maka mayoritas Hanafiyyah berpendapat dan inilah pendapat yang sah dari Syafi’iyyah, begitu juga Hanabilah dan mayoritas Zaidiyyah, mereka berkata, “Keluarga Nabi Saw. boleh mengambil sedekah sunnah, berbeda dengan zakat.”
Mereka melanjutkan, “Karena yang diharamkan bagi mereka adalah kotoran-kotoran manusia. Itu adalah zakat, bukan sedekah sunnah.”

ORANG TUA DAN ANAK

Para ulama fiqih sepakat bahwa tidak boleh memberikan zakat kepada bapak, kakek, ibu, nenek, anak dan cucu. Sebab, hukumnya wajib untuk memberi nafkah kepada ayah dan seterusnya ke atas, begitu juga kepada anak dan seterusnya ke bawah, jika mereka dalam keadaan fakir. Jika zakat itu diberikan kepada mereka, maka dia telah mengambil kesempatan untuk terhindar dari kewajiban memberi nafkah.

Ini jika mereka dalam keadaan fakir. Jika mereka dalam keadaan kaya, tetapi mereka secara sukarela berperang di jalan Allah, maka ia juga bisa memberikan zakat kepada mereka dari bagian sabilillaah, sebagaimana bolehnya memberi zakat kepada mereka dari bagian ghaarimuun (orang yang berhutang). Karena tidak wajib baginya untuk membayar hutang mereka. Mereka juga bisa diberi zakat dari bagian amil, jika mereka masuk dalam kategori tersebut.

ISTERI

Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa seorang suami tidak boleh memberikan zakat kepada isterinya.”

Sebab, hukumnya wajib bagi suami tadi untuk menafkahi isterinya, maka isteri tidak lagi membutuhkan zakat darinya. Kasusnya sama dengan kedua orangtua. Kecuali jika si isteri memiliki hutang, maka dia boleh diberi zakat oleh suaminya dari bagian ghaarimuun untuk melunasi hutang tersebut.

MENUNAIKAN ZAKAT UNTUK AMALAN IBADAH LAINNYA

Tidak boleh menunaikan zakat untuk amalan yang mendekatkan diri kepada Allah, selain dari delapan asnaf yang telah disebutkan dalam firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin... ” (TQS. At-Taubah: 60)

Maka tidak boleh memberikan zakat dalam rangka membangun masjid, jembatan, memperbaiki jalan, menjamu tamu, mengkafani mayit, dan yang semisalnya.

Abu Dawud berkata, “Aku pernah mendengar Imam Ahmad ditanya, “Bisakah mayit dikafani dengan uang zakat?” Beliau menjawab, “Tidak, bahkan tidak dibenarkan melunasi hutang orang yang meninggal dengan zakat?” Beliau juga berkata, “Yang boleh dibayar dengan zakat hanyalah hutang orang yang masih hidup, bukan hutang orang yang sudah meninggal, karena orang yang meninggal tidak dinamakan ghaarim.” Beliau lalu ditanya lagi, “Bagaimana jika zakat itu diberikan kepada keluarganya?” Beliau berkata, “Jika diberikan kepada keluarganya maka dibolehkan.”

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam