Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 04 April 2018

Dalil Siapa Pihak yang Bertugas Mengambil Dan Membagikan Zakat



Siapakah yang Bertugas Untuk Membagikan Zakat?

Dahulu Rasulullah Saw. mengutus para wakilnya untuk mengumpulkan zakat, sekaligus membagikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Begitu juga yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar dan Khalifah 'Umar. Tidak ada bedanya antara harta yang tampak atau tersembunyi. (Harta yang tampak seperti pertanian tertentu, peternakan tertentu. Harta yang tidak nampak seperti barang dagangan, emas, perak, (uang), dan rikaz)

Pada zaman Khalifah ‘Utsman ra., hal ini tetap berlaku sampai beliau melihat banyaknya harta yang tersembunyi. Lalu beliau merasa bahwa memonitor dan memeriksa hal tersebut akan menimbulkan mudharat kepada para pemilik harta, sehingga beliau menyerahkan pembayaran zakat kepada mereka sendiri.

Kemudian para ulama fiqih sepakat bahwa pemilik harta boleh membagikan zakatnya sendiri, jika zakat tersebut termasuk harta yang tersembunyi.

Hal ini berdasarkan perkataan as-Sa-ib bin Yazid, “Aku pernah mendengar ‘Utsman bin ‘Affan ra. khutbah di atas mimbar Rasulullah Saw. Beliau berkata, “Ini adalah bulan pembayaran zakat kalian, barangsiapa memiliki hutang, maka tunaikanlah hutangnya, sehingga harta-harta kalian bersih, kemudian hendaklah kalian membayar zakat darinya.” (Sanadnya shahih, riwayat al-Baihaqi: Kitab az-Zakaah bab ad-Dainu ma’ash Shadaqah (IV/148)

(Lihat pembahasan masalah ini dalam Zaadul Ma'aad (II/10), di mana penulis berkata, “Oleh sebab itu, Nabi Saw. mengirim para penarik zakat ke daerah pedalaman, bukan sebaliknya... Di antara petunjuk beliau adalah hanya mengirimkan para penarik zakat kepada pemilik harta yang tampak, yaitu peternakan (tertentu), pertanian (tertentu), hasil tani, dan tsimar."
Lihat pula Tamaamul Minnah (382)

An-Nawawi berkata, “Tidak ada perbedaan pendapat dalam masalah ini. Ulama madzhab kami telah menukil adanya kesepakatan kaum muslimin dalam masalah ini.”

Pendapat yang dipilih dalam madzhab asy-Syafi’i, yang lebih utama adalah menyerahkannya kepada seorang Imam/Khalifah, jika ia adil.

Menurut Hanabilah, yang lebih utama adalah membagi-bagikannya sendiri.

Tetapi jika harta itu tampak, maka Khalifah dan wakilnya adalah pihak yang memiliki wewenang untuk mengambil dan membagi-bagikan zakat, menurut pendapat Malik dan Hanafiyyah.

Sedangkan asy-Syafi’i dan Hanabilah berpendapat bahwa harta yang tampak itu hukumnya sama dengan harta yang tersembunyi.

Diriwayatkan dari Anas, ia berkata:

“Ya Rasulullah, apakah cukup bagiku untuk menunaikan zakat kepada utusanmu. Dan apakah dengannya aku sudah terbebas dari zakat di hadapan Allah dan Rasul-Nya?” Maka Rasulullah Saw. menjawab, “Benar, jika engkau menunaikannya kepada utusanku, maka engkau telah terbebas darinya. Engkau mendapat pahala, sedangkan orang-orang yang menyelewengkannya mendapatkan dosa.” (HR. Ahmad dalam al-Musnad (III/136). Hadits ini dha’if)

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra., bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Sesungguhnya akan timbul egoisme dan perkara-perkara yang kalian ingkari.” Para Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, lalu apakah yang engkau perintahkan kepada kami?” Rasul Saw. menjawab, “Laksanakanlah kewajiban yang dibebankan kepada kalian dan mohonlah kepada Allah atas apa yang menjadi hak kalian.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab al-Manaaqib, bab ‘Alaamaatin Nubuwwah fil Islaam (IV/241) dan kitab al-Fitan bab Qaulin Nabi Saw.: “Kalian akan melihat perkara-perkara yang kalian ingkari sesudahku...”
Muslim, dengan maknanya: Kitab az-Zakaah, bab I'thaa-il Mu-allafah Quluubuhum (II/734-735, no.132)
At-Tirmidzi: Kitab al-Fitan, bab fil Atsarah wama Jaa-a fiih (IV/482, no.2190)
An-Nasa-i, dengan maknanya: Kitab Aadaabil Qudhaah, bab Tark Isti'maal Man Yahrish 'alal Qadhaa’ (VIII/224-225, no.5282)
Ahmad dalam al-Musnad (I/384, 386, dan 387) dengan lafazhnya, dan (V/304) dengan maknanya)

Diriwayatkan dari Wa-il bin Hujr ra., beliau berkata:

“Aku pernah mendengar Rasulullah Saw. ketika seseorang bertanya kepadanya, “Bagaimana pendapatmu jika kami dipimpin oleh para pemimpin (Imam/Khalifah dan wakilnya) yang tidak memberikan hak kami dan menuntut hak mereka?” Maka Rasulullah Saw. bersabda, “Dengarkan dan taati! Kewajiban mereka adalah apa yang dibebankan kepada mereka, dan kewajiban kalian adalah apa yang dibebankan kepada kalian.” (SHAHIH. HR. Muslim: Kitab al-Imaarah, bab fii Thaa'atil Umaraa’ wa in Mana'ul Huquuq (III/1474-1475, no.49-50)

Asy-Syaukani berkata, “Hadits-hadits yang disebutkan dalam bab ini dijadikan dalil oleh mayoritas ulama bahwa zakat itu boleh diserahkan kepada para pemimpin (Imam/Khalifah dan wakilnya) yang zhalim, dan hal tersebut sah.”

Adapun memberikan zakat bagi para pemerintah sekarang ini, maka Syaikh Rasyid Ridha berkata, “Namun tidak ada lagi pemerintahan Islam bagi kaum muslimin sekarang ini, yaitu yang menegakkan dakwah Islamiyyah, membela Islam, memberlakukan jihad yang diwajibkan secara individu ataupun kifayah, menegakkan aturan Allah dan mengambil zakat wajib sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah serta memberikannya kepada orang yang berhak menerimanya. Tetapi kenyataannya, semua negara itu tunduk di bawah kekuasaan asing dan yang lain tunduk di bawah kekuasaan para pemerintah yang murtad atau ingkar.
Di antara negeri-negeri yang tunduk ke dunia Barat terdapat para pemimpin dari kaum muslimin yang sebatas KTP. Negeri asing hanya menjadikan mereka sebagai alat untuk menundukkan rakyat mereka atas nama Islam, bahkan sampai dalam perkara-perkara yang menghancurkan Islam. Mereka berbuat sesuka hati dengan kekuasaan mereka… Pemerintahan yang seperti ini tidak berhak mendapatkan (menarik) zakat sedikitpun, apapun julukan yang mereka miliki dan apapun agama resmi yang mereka peluk.”

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir

Artikel Terkait: Zakat Perdagangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam