Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Rabu, 11 April 2018

Dalil Amil Zakat (Para Pengurus Zakat) Berhak Atas Zakat



Orang-orang yang berhak mendapatkan zakat itu ada delapan golongan, yang Allah sebutkan dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para pengurus zakat, mu’allaf, hamba sahaya, orang-orang yang berhutang, orang yang berjuang (perang) fii sabilillah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (TQS. At-Taubah: 60)

Amil (Para Pengurus) Zakat

Mereka adalah orang-orang yang ditugaskan oleh Imam/Khalifah atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat dari orang-orang kaya. Mereka dinamakan al-Jubaah (para penarik zakat). Termasuk juga orang-orang yang ditugaskan untuk menjaga harta zakat, penggembala zakat yang berupa ternak tertentu, dan para pegawai administrasi zakat.

Mereka harus berasal dari kalangan kaum muslimin dan bukan merupakan orang yang diharamkan menerima zakat yang termasuk keluarga Rasulullah Saw. yaitu Bani Hasyim dan Bani 'Abdul Muththalib.

Diriwayatkan dari al-Muththalib bin Rabi'ah bin al-Harits bin ‘Abdil Muththalib, bahwa ia dan al-Fadhl bin al-‘Abbas menemui Rasulullah Saw. Ia berkata, “Lalu salah seorang dari kami berkata:

“Ya Rasulullah, kami datang menghadapmu untuk menjadikan kami sebagai pengurus shadaqah (zakat), supaya kami bisa mendapatkan sebagian zakat seperti yang didapatkan oleh orang-orang, dan supaya kami bisa menunaikan kepadamu apa yang ditunaikan oleh orang-orang.” Maka Nabi Saw. bersabda, “Sesungguhnya shadaqah (zakat) itu tidak layak bagi Muhammad dan keluarga Muhammad, karena shadaqah (zakat) adalah kotoran-kotoran manusia.”
(SHAHIH. HR. Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Tarku Isti’maal Aalin Nabiyyi Saw. 'alash Shadaqah (II/753, no.167) dan Ahmad dalam al-Musnad (IV/166)

Di dalam lafazh lain:

“Tidak halal untuk Muhammad dan keluarga Muhammad.”
(Diriwayatkan oleh:
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Tarku Isti’maali Adlin Nabiyyi Saw. ‘alash Shadaqah (II/754, no.168)
Abu Dawud: Kitab al-Kharaaj wal Imaarah fii Bayaani Mawadhi’ Qismil Khumus wa Sahm Dzil Qurbaa (III/389, no.2985)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Isti’maali Aalin Nabiyyi Saw. ‘alash Shadaqah (V/105-106, no.2609)
Malik dalam al-Muwaththa: Kitab az-Zakaah, bab Maa Yukrah minash Shadaqah (II/1000, no.13)
Ahmad dalam al-Musnad (IV/166)

Bisa juga para pengurus zakat itu terdiri dari orang-orang kaya.

Diriwayatkan dari Abu Sa'id, bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Zakat itu tidak halal bagi orang kaya, kecuali untuk lima orang: para petugas zakat, seseorang yang membeli (kembali) harta zakat dengan hartanya, orang yang berhutang, orang yang berperang di jalan Allah, atau orang miskin yang diberi zakat, lalu dihadiahkan kepada orang kaya.”
(Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud secara maushul: Kitab az-Zakaah, bab Man Yajuuzu lahu Akhdzush Shadaqah wahuwal Ganiyyu (II/286-287, no.1635)
Ibnu Majah: Kitab az-Zakaah, bab Man Tahillu Lahush Shadaqah (I/590, no.1841)
Al-Hakim: Kitab az-Zakaah, bab Miqdaarul Ghina al-Ladzi Yuharrimus Su-aal (I/407-408) Beliau berkata, “Shahih menurut syarat al-Bukhari dan Muslim, tetapi mereka berdua tidak meriwayatkannya karena mursal-nya Malik bin Anas pada Zaid bin Aslam.” Penshahihan al-Hakim ini disepakati oleh adz-Dzahabi.
Malik dalam al-Muwaththa’ secara mursal: Kitab az-Zakaah, bab Akhdzish Shadaqah wa Man Yajuuzu Lahu Akhdzuha (I/268, no.29)
Ahmad dalam al-Musnad (III/56)

Orang-orang kaya tadi menerima zakat sebagai upah atas pekerjaan mereka.

Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin as-Sa’di, bahwa beliau datang dari Syam dan menemui 'Umar bin al-Khaththab ra. Maka berkatalah ‘Umar kepadanya, “Benarkah berita yang sampai kepadaku bahwa engkau bekerja (sebagai amil zakat) untuk kaum muslimin, lalu engkau diberi upah, tetapi tidak engkau terima?”
Dia menjawab, “Benar. Aku sudah memiliki beberapa ekor kuda dan sejumlah budak. Di samping itu, kondisiku baik-baik saja. Aku ingin amalku itu menjadi shadaqah bagi kaum muslimin.”
‘Umar berkata, “Dulu aku pun menginginkan apa yang engkau inginkan. Nabi Saw. pernah memberi harta kepadaku, maka aku berkata kepada beliau, “Berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkannya daripadaku.” Pada suatu ketika beliau Saw. memberi harta kepadaku, lalu aku berkata, “Berikanlah harta ini kepada orang yang lebih membutuhkannya.” Maka beliau Saw. pun bersabda:

“Apa-apa yang Allah Swt. berikan kepadamu dari harta ini, tanpa meminta dan berlebihan, maka ambillah, milikilah, atau bersedekahlah dengannya. Jika tidak demikian keadaannya, maka jangan. Janganlah engkau memperturutkan hawa nafsumu dalam hal ini.”
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Al-Bukhari: Kitab al-Ahkaam, bab Rizkul Hukkam wal 'Aamiliina ‘alaiha (IX/84)
Muslim: Kitab az-Zakaah, bab Ibahatul Akhdi lima U’tiya min Ghairi Mas-alatin wala Isyrafin (II/723, no.110-111)
An-Nasa-i: Kitab az-Zakaah, bab Man Ataahullaah 'Azza wa Jalla Maalan min Ghairi Mas-alatin (IV/105, no.2608-2609)
Ahmad dalam al-Musnad (I/17, 21 dan II/99)

Diriwayatkan dari al-Mustaurid bin Syaddad, bahwa Nabi Saw. bersabda:

“Barangsiapa yang bertugas untuk kami dan tidak memiliki rumah, maka ambillah rumah atau tidak memiliki isteri, maka menikahlah, atau jika tidak memiliki pembantu, maka ambillah pembantu, atau jika tidak memiliki kendaraan, maka ambillah kendaraan, dan barangsiapa yang mengambil selainnya, maka ia telah berlaku curang."
(SHAHIH. Diriwayatkan oleh:
Abu Dawud, dengan lafazh yang mirip: Kitab al-Kharaaj wal Imaarah wal Fai', bab Fii Arzaaqil 'Ummal (III/354, no.2945)
Ahmad dalam al-Musnad dengan lafazhnya (IV/ 229)

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Bacaan: Syaikh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Kitaab az-Zakaah (terjemahan), Pustaka Ibnu Katsir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam