i. Perang Badar al-Kubra (besar)
1. Sebab terjadinya Perang Badar
al-Kubra
Rasulullah Saw.
mendengar bahwa Abu Sufyan bin Harb kembali dari Syam bersama kafilah kaum
kafir Quraisy dengan jumlah yang besar. Kafilah itu membawa harta benda kaum
kafir Quraisy dan barang dagangan mereka. Kafilah itu dikawal oleh sekitar tiga
puluh atau empat puluh orang dari suku Quraisy, di antaranya, Makhramah bin
Naufal dan Amru bin al-‘Ash.
Rasulullah Saw.
menugaskan kaum muslimin agar menghadang mereka. Beliau bersabda: “Ini kafilah kaum kafir Quraisy. Mereka membawa
harta-benda mereka. Untuk itu, keluarlah kalian untuk menghadang mereka, semoga
Allah membantu kalian membuat mereka lari kocar-kacir.” Orang-orang pun
menerima tugas Rasulullah Saw. itu, meski ada sebagian yang menerimanya dengan
senang hati dan ada juga sebagian yang menerimanya dengan perasaan berat,
sebabnya adalah karena mereka tidak menduga bahwa Rasulullah Saw. akan
melakukan peperangan. Inilah sebab terjadinya perang Badar al-Kubra ini.
2. Tujuan dilakukannya perang
Badar al-Kubra
Tujuannya adalah
melakukan pemblokadean terhadap perekonomian musuh, mengacaukan pikiran pihak
musuh, serta membuat kacau barisannya. Dengan ini tampaklah bagi kita bahwa
perang ini memiliki pengaruh yang besar yang tidak dimiliki oleh perang-perang
pokok yang telah direncanakan Rasulullah Saw. Sebab, perang-perang pokok adalah
perang-perang pembersihan ((juga penaklukan)) yang dilakukan oleh Rasulullah
Saw.
3. Kaum kafir Quraisy mengajak
berperang
Ketika Abu Sufyan
telah mendekati Hijaz, maka dia mencari banyak informasi. Dia bertanya kepada
setiap rombongan (kafilah) yang ditemuinya, sebab dia takut mendapat masalah
seperti yang dialami orang-orang mereka sebelumnya. Akhirnya, dia mendapat
informasi dari sebagian rombongan (kafilah): Muhammad mengajak para sahabatnya
untuk memerangi kamu dan kafilahmu, berhati-hatilah terhadap hal itu!
Abu Sufyan mengupah
Dhamdham bin Amru al-Ghafiri. Abu Sufyan mengutus Dhamdham pergi ke Makkah dan
memintanya agar membawa kaum kafir Quraisy; mengajaknya berperang melawan musuh
yang akan mengambil harta benda mereka; memberitahu mereka bahwa Muhammad dan
para sahabatnya benar-benar telah menghadang Abu Sufyan dan kafilahnya.
Dhamdham bin Amru
pergi dengan kecepatan tinggi menuju Makkah. Namun, ketika dia telah dekat
dengan Makkah, kudanya jatuh tersungkur keluar dari arah yang dituju, dan ia
pun turut jatuh hingga bajunya robek. Kemudian dia menemui orang-orang kafir
Quraisy, sedang wajahnya penuh dengan debu, ia pun berteriak: “Wahai
orang-orang Quraisy: Kafilah.… Kafilah… Harta benda kalian beserta Abu Sufyan
benar-benar telah dihadang oleh Muhammad dan para sahabatnya. Cepat....
Cepat.... Aku tidak yakin kalian akan mendapatkannya kembali.”
Orang-orang kafir
Quraisy bersiap-siap dengan segera. Mereka berkata: “Mungkin Muhammad dan para
sahabatnya mengira bahwa kalian akan seperti kafilah Ibnu al-Hadhrami. Tidak,
demi Allah, Muhammad akan tahu bahwa kami tidak seperti itu!” (Amru bin al-Hadhrami
adalah yang terbunuh oleh pasukan pimpinan Abdullah bin Jahsy) Orang-orang
kafir Quraisy hanya punya dua pilihan: ikut keluar sendiri atau digantikan oleh
orang lain.
Kaum kafir Quraisy
semua setuju, sehingga tidak satu pun di antara pembesar mereka yang tidak
ikut, kecuali Abu Lahab bin Abdul Muththalib, dia tidak ikut namun digantikan
oleh al-‘Ashi bin Hisyam bin al-Mughirah. Adapun Umayyah bin Khalaf, maka ia
benar-benar telah mengumpulkan banyak kayu bakar. Ia orang tua yang mulia,
badannya besar dan kekar. Lalu, dengan membawa anglo yang di dalamnya telah
menyala api, ia mendatangi Uqbah bin Abi Muith yang sedang duduk di masjid
bersama-sama kaumnya. Dan ia pun berkata, ketika anglo telah ditaruh di hadapan
Uqbah bin Abi Muith: Wahai Aba Ali, kamu ingin dibakar, sungguh kamu
benar-benar perempuan. Uqbah bin Abi Muith berkata: Semoga kamu dan apa yang
kamu bawa dijauhkan oleh Allah dari setiap kebaikan. Kemudian ia menyiapkan
diri untuk pergi bersama-sama dengan orang-orang kafir Quraisy.
4. Rasulullah Saw. keluar
menghadapi orang-orang kafir Quraisy
Rasulullah Saw. keluar
setelah beberapa hari memasuki bulan Ramadhan. Beliau keluar bersama para
sahabat yang jumlahnya mencapai 330 orang. Beliau mengangkat Amru bin Umi
Maktum untuk menjadi imam shalat dan mengangkat Abu Lubabah untuk mengurusi
urusan (pemerintahan) di Madinah.
Beliau menyerahkan
al-liwa’ (bendera) kepada Mush'ab bin Umair. Sedang di hadapan beliau Saw.
terdapat dua rayah (panji) yang keduanya
berwarna hitam, salah satunya dipegang Ali bin Abi Thalib, yang disebut dengan
al-'Uqob, sedang yang satunya lagi dipegang oleh sebagian kaum Anshar.
Ketika itu unta yang
tersedia untuk para sahabat Rasulullah Saw. sebanyak 70 ekor, sehingga ada di
antara kaum muslimin yang tidak mendapatkannya, akhirnya mereka bergantian
menungganginya, sebab tidak satupun unta-unta itu yang dikhususkan kepada salah
seorang saja di antara mereka.
Beliau juga menetapkan
pasukan-pasukan pengintai yang selalu berada di sisi Rasulullah Saw. dan selalu
berada di samping jalan yang akan dilaluinya, agar musuh tidak dapat dengan
tiba-tiba melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Ketika mendekati
Badar, Rasulullah Saw. mengutus Basbas bin Amru dan Adi bin Abi az-Zaghba’ ke
Badar guna mengintai tempat tersebut sebelum beliau sampai ke sana.
5. Rasulullah Saw. mengetahui
sejauh mana kesediaan para sahabat untuk berkorban
Sampai kepada
Rasulullah Saw. berita tentang keluarnya orang-orang kafir Quraisy dengan
jumlah besar untuk memerangi kaum muslimin, serta menyelamatkan harta bendanya
dari tangan kaum muslimin. Rasulullah Saw. ingin mengetahui kadar kesiapan para
sahabatnya baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar untuk berkorban.
Khususnya kaum Anshar Mengingat mereka telah membai’at Rasulullah Saw. untuk
senantiasa menjaga dan melindunginya, sebagaimana mereka menjaga dan melindungi
anak-anak dan istn-istri mereka, selama Rasulullah Saw. berada bersama mereka.
Rasulullah Saw.
mengumpulkan orang-orang dan beritahukannya tentang keluarnya orang-orang kafir
Quraisy untuk menyerang mereka. Rasulullah Saw. meminta pendapat mereka tentang
soal menghadapi orang-orang kafir Quraisy. Abu Bakar ash-Shiddiq di antara kaum
Muhajirin berdiri, lalu berbicara dengan perkataan yang sangat bagus.
Kemudian, Miqdad bin
Amru berdiri dan berkata:
“Wahai Rasulullah,
jalankan apa yang Allah perintahkan kepadamu, sebab kami senantiasa bersamamu.
Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu seperti apa yang telah dikatakan
oleb Bani Israil kepada Musa: “Maka pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah
kalian berdua (saja), sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS.
al-Maidah [5]: 24) Akan tetapi, pergilah kamu bersama Tuhanmu, lalu
berperanglah kalian berdua, sesungguhnya kami akan turut berperang bersama
kalian. Demi Dzat yang telah mengutus kamu dengan membawa kebenaran, kalau saja
kamu mengajak kami pergi ke Bark al-Ghimad niscaya kami akan sabar pergi
bersamamu tanpa peduli apapun hingga sampai di sana.” (Bark al-Ghimad adalah
suatu tempat di Yaman)
Rasulullah Saw.
bersabda kepadanya: “Baik,” dan beliau memanggilnya. Kemudian Rasulullah Saw.
bersabda, “Wahai manusia, sampaikan kepadaku pendapat kalian.” Kepada
Rasulullah Saw. Sa’ad bin Mu’adz pemimpin kaum Anshar berkata “Demi Allah,
sepertinya kamu menginginkan kami, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda:
“Benar.” Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Sungguh kami benar-benar beriman kepadamu,
percaya kepadamu, bersaksi bahwa apa yang kamu bawa adalah al-haq (kebenaran),
karena itu kami memberimu janji dan pernyataan untuk selalu mendengar dan
mentaati apa yang kamu perintah. Maka dari itu, laksanakan apa yang kamu
inginkan, kami akan selalu bersamamu. Demi Dzat yang telah mengutus kamu dengan
membawa kebenaran, kalau saja kamu membawa kami mendatangi lautan, lalu kamu
menyelaminya, maka kami pun akan menyelaminya bersamamu, tidak akan ada satupun
dari kami yang akan berpaling, kami tidak merasa kamu pertemukan dengan musub
besok, sesungguhnya kami benar-benar sabar dan ikhlas dalam menghadapi peperangan
itu. Bawalah kami menuju berkah Allah.”
Rasulullah Saw. senang
dengan ucapan Sa’ad bin Mu’adz ini. Bahkan hal itu menambah semangatnya.
Kemudian Rasulullah Saw. bersabda “Pergilah dan bergembiralah, sesungguhnya
Allah telah berjanji kepadaku salah satu dari dua kelompok.” Demi Allah,
sepertinya aku sekarang sedang melihat pergulatan suatu kaum!”
(Kelompok pertama
adalah kelompok kafilah kaum kafir Quraisy yang sedang membawa banyak sekali
barang-barang dagangan. Dalam kelompok pertama ini ada Abu Sufyan dan Abu Amru
bin Ash. Sedang kelompok yang kedua adalah kelompok yang berhasil dihimpun Abu
Jahal untuk berperang. Mereka adalah kelompok yang memiliki kekuatan senjata
dan jumlahnya pun besar)
6. Mencari berita terkait kaum
kafir Quraisy
Sebelum memasuki
peperangan, Rasulullah Saw. terlebih dahulu melakukan pengintaian terhadap
musuhnya guna mengetahui jumlahnya, peralatannya, logistiknya, tempat
berkumpulnya, dan sebagainya. Untuk itu, Rasulullah Saw. berhenti di dekat
Badar. Kemudian, beliau dengan ditemani Abu Bakar ash-Shiddiq menunggang kuda
hingga bertemu dengan salah seorang Arab yang telah lanjut usia. Rasulullah
Saw. menanyakan orang tersebut tentang kaum kafir Quraisy, Muhammad dan para
sahabatnya, serta berita apa saja yang telah sampai kepadanya tentang mereka.
Orang tersebut berkata: “Aku tidak akan memberi tahu kalian berdua, sebelum
kalian memberi tahu aku, dari mana kalian datang.” Rasulullah Saw. berkata:
“Jika kamu memberi tahu kami, maka kami akan memberi tahu kamu.” “O… begitu,
baiklah,” jawab orang tersebut. Kemudian, orang tersebut berkata: “Telah sampai
berita kepadaku bahwa Muhammad dan para sahabatnya keluar pada hari ini, ini.
Jika berita yang sampai kepadaku itu benar, maka mereka telah sampai di tempat
ini, ini, yakni tempat Rasulullah Saw. berada. Telah sampai berita kepadaku
bahwa kaum kafir Quraisy keluar pada hari ini, ini. Jika berita yang sampai
kepadaku itu benar, maka mereka telah sampai di tempat ini, ini, yakni tempat
kaum kafir Quraisy berada.”
Setelah selesai
memberi tahu, orang tersebut bertanya: “Kalian berdua dari mana?” “Kami dari
mata air,” jawab Rasulullah Saw. Kemudian, Rasulullah Saw. meninggalkannya.
“Dari mata air mana? Apakah dari mata air al-Iraq?” tanya orang tersebut yang
masih penasaran.
Dari sini kami tahu
nilai kesungguhan Rasulullah Saw. dalam menjaga kerahasiaan informasi-informasi
yang bersifat militer. Beliau membolehkan tauriyah (mengatakan sesuatu di luar
yang dimaksudkan, pent.) demi tetap
menjaga rahasia ini. Selanjutnya, Rasulullah Saw. kembali pada para sahabatnya.
Ketika sore tiba,
Rasulullah Saw. mengutus Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi
Waqqash dengan ditemani sekelompok sahabat menuju mata air al-Badr untuk
mencari berita di sana. Mereka mendapatkan unta milik orang Quraisy yang dibawa
(Aslam) budak Bani al-Hajjaj dan Aridh Abu Yasar budak Bani Ash bin Sa’id.
Mereka mendatangi keduanya, lalu menanyakannya, sedangkan Rasulullah Saw.
berdiri menunaikan shalat. Kedua orang itu berkata: “Kami pelayan yang memberi
minum kaum kafir Quraisy. Mereka menyuruh kami mencari air yang akan mereka
minum.”
Mereka tidak senang
dengan apa yang disampaikan oleh mereka berdua. Mereka ingin agar keduanya
mengaku suruhan Abu Sufyan. Mereka pun memukuli keduanya. Ketika keduanya sudah
tidak tahan lagi dipukuli, maka keduanya berkata: “Kami orang suruhan Abu Sufyan.”
Lalu kedua orang itu mereka lepaskan.
Rasulullah Saw. ruku’
dan sujud dua kali, lalu salam. Rasulullah Saw. bersabda: “Ketika keduanya
berkata jujur, kalian pukuli. Dan ketika keduanya berkata dusta, kalian
lepaskan. Keduanya berkata jujur, keduanya suruhan kaum kafir Quraisy. Beri
tahu aku tentang keberadaan kaum kafir Quraisy.” Keduanya berkata: “Demi Allah,
mereka berada di balik bukit pasir yang kelihatan dari al-‘Udwah al-Qushwa
(lembah yang jauh) ini.” “Berapa jumlah mereka?” tanya Rasulullah Saw. “Kami
tidak tahu,” jawab mereka.
Rasulullah Saw.
bertanya: “Berapa binatang yang mereka sembelih setiap hari?” Keduanya berkata:
“Terkadang sembilan, dan terkadang sepuluh.” Rasulullah Saw. berkata: “Jumlah
mereka kurang lebih 1.500 orang.” Kemudian Rasulullah Saw. bertanya lagi pada
keduanya: “Siapa saja di antara pembesar kaum kafir Quraisy yang turut bersama
mereka?” Keduanya berkata: “'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu
al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Huwailid, Harits bin Amir
bin Naufal, Thu'aimah Adi bin Naufal, Nadhar bin Harits, Zam’ah bin Aswad, Abu
Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nubaih dan Munabbih keduanya putra
Hajjaj, Suhail bin Amru, dan Amru bin Abdu Wuddi.”
Kemudian, Rasulullah
Saw. menghadap pada para sahabat dan berkata: “Ini orang-orang Makkah. Mereka
akan memberi kalian harta benda mereka yang sangat berharga.”
Adapun Basbas bin Amru
dan Adi bin Abi az-Zaghba' yang keduanya diutus oleh Rasulullah Saw. untuk
mengintai lokasi yang akan ditempati sementara kaum muslimin, keduanya telah
sampai di Badar. Keduanya istirahat di atas gundukan tanah di dekat mata air. Lalu
keduanya pergi menuju air untuk minum. Sedang Majdi bin Amru al-Juhani ada di
mata air.
Adi dan Basbas
mendengar dua orang budak perempuan yang ada di samping orang-orang di sekitar
mata air, salah satu dari dua budak perempuan itu menagih agar utangnya segera
dilunasi. Budak perempuan Madinah itu berkata pada temannya: “Sungguh, kafilah
akan tiba besok atau lusa. Aku akan bekerja untuk mereka, lalu hutangku
kepadamu akan aku lunasi.” Majdi berkata: “Kamu benar.” Lalu, ia meninggalkan
keduanya.
Adi dan Basbas telah
mendengar semuanya, lalu keduanya menaiki unta mereka, kemudian merekapun pergi
pulang kembali menemui Rasulullah Saw. guna menyampaikan apa yang berhasil
mereka dengar.
7. Abu Sufyan menasehati kaum
kafir Quraisy agar kembali setelah barang dagangan mereka berhasil diselamatkan
Abu Sufyan bin Harb
terus berjalan sambil selalu mengingatkan kafilahnya agar waspada hingga
akhirnya mereka sampai di mata air. Abu Sufyan bertanya kepada Majdi bin Amru,
“Apakah kamu merasakan ada seseorang?” Majdi menjawab, “Aku tidak melihat
seorangpun yang aku curigai, kecuali aku melihat dua orang musafir yang
beristirahat di atas gundukan tanah di dekat mata air ini. Kemudian keduanya
mengisi air ke dalam kantong air milik mereka berdua, lalu keduanya pergi.”
Abu Sufyan mendekati
tempat kedua orang tersebut istirahat, lalu ia mengambil sebagian kotoran hewan
yang ditinggalkan oleh unta kedua orang tersebut. Abu Sufyan membelah kotoran
itu, ternyata di dalamnya ada benih. Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, ini adalah
makanan hewan Yatsrib.” Kemudian, Abu Sufyan kembali dengan cepat menemui
teman-temannya.
Abu Sufyan berusaha
tidak meninggalkan bekas untanya dari jalan. Abu Sufyan membawa untanya ke tepi
pantai dan meninggalkan Badar melalui arah kiri. Ketika, Abu Sufyan yakin bahwa
kafilahnya benar-benar selamat, maka ia berkata kepada kaum kafir Quraisy,
“Sungguh kalian keluar ini tidak lain hanyalah untuk menyelamatkan kafilah
kalian, orang-orang kalian dan harta benda kalian. Sekarang, Allah benar-benar
telah menyelamatkan semuanya. Untuk itu, pulanglah kalian.” Abu Jahal bin
Hisyam berkata, “Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum kami sampai di
Badar -di Badar terdapat musim di antara musim-musim bagi bangsa Arab yang
diadakan setiap tahun dengan membuat pasar untuk mereka berkumpul- lalu kami
tinggal di sana selama tiga hari. Di sana kami akan menyembelih binatang,
menyantap makanan, minum khamer, mendengar musik yang didendangkan para
penyanyi serta kami akan menyampaikan kepada semua bangsa Arab tentang
perjalanan kami dan banyaknya massa kami, sehingga mereka senantiasa
menghormati kami sesudah itu. Untuk itu, kalian harus terus pergi ke Badar.”
Bandingkan antara
tujuan kaum musyrikin
keluar dan bagaimana mereka sangat tidak konsisten atas rencana yang telah
mereka buat dengan tujuan kaum muslimin keluar dan bagaimana mereka sangat
konsisten terhadap rencana yang telah mereka buat, seperti yang telah kami
jelaskan.
8. Kaum muslimin menentukan
wilayah perang untuk menghadapi kaum kafir Quraisy
Kaum kafir Quraisy
terus berjalan hingga mereka sampai di al-Udwah al-Qushwa melalui lembah.
Bersamaan dengan itu Allah menurunkan hujan. Akhirnya lembah itu berlumpur.
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya mendapatkan tanah yang tidak berlumpur,
sehingga perjalanan mereka tidak terhambat. Sedang, kaum kafir
Quraisy terjebak di tanah berlumpur, sehingga perjalanan mereka terhambat.
Rasulullah Saw. dengan
segera pergi menuju mata air. Ketika Rasulullah Saw. tiba di dekat mata air
yang termasuk bagian dari daerah Badar, maka beliau pun berhenti. Hubab Mundzir
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tempat adalah tempat yang telah ditentukan
oleh Allah, sehingga kami tidak boleh maju dan tidak pula mundur walaupun
sejengkal, atau ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipudaya?”
Rasulullah Saw. menjawab, “Tidak, tetapi ini hanya sekedar pendapat, strategi
perang dan tipu daya.” Hubab bin Mundzir berkata, “Wahai Rasulullah, tempat ini
kurang strategis, suruhlah orang-orang berjalan lagi hingga sampai dekat mata
air tempat orang banyak berkumpul, selanjutnya kami menempatinya. Kemudian kami
gali tempat-tempat air (mata air buatan) di belakangnya. Setelah itu, kami buat
kolam yang kami isi penuh dengan air. Lalu di kolam buatan ini kami perangi
mereka. Dengan demikian, kami mudah mendapatkan air minum, sedang mereka sulit
mendapatkan air minum.”
Rasulullah Saw.
-seorang Rasul dan pemimpin besar- wajar saja mengambil pendapat salah seorang
anak buahnya yang dianggap ahli dalam masalah teknis semacam ini. Rasulullah
Saw. bersabda, “Saya sangat senang dengan pendapat ini.”
Rasulullah Saw. dan
para sahabat yang bersamanya bangkit, lalu mereka berjalan, sehingga ketika
mereka tiba dan berada di mata air tempat orang banyak berkumpul mereka
berhenti. Kemudian Rasulullah Saw. memerintah membuat tempat-tempat air (mata
air buatan) yang lain. Mereka pun menggali dan membuat kolam di samping air
tempat mereka berada. Kolam itu mereka isi penuh dengan air kemudian, kolam itu
mereka lempari dengan berbagai macam wadah. (Sehingga tampak seperti kolam yang
sebenarnya).
Para Sahabat Membuat Tenda untuk
Rasulullah Saw.
Sa’ad bin Mu’adz
berkata, “Wahai Nabi Allah, mengapa tidak kami buatkan untukmu tenda yang akan
kamu tempati serta kami siapkan di sisimu binatang-binatang tungganganmu, baru
kemudian kami hadapi musuh kami. Jika Allah memuliakan kami dan memenangkan kami
atas musuh kami, maka itu yang kami inginkan. Jika yang terjadi sebaliknya,
maka kamu duduk di atas binatang tungganganmu, lalu orang-orang di belakang
kami akan menyusulmu. Orang-orang itu tidak akan meninggalkanmu, sebab tidak
ada yang kami cintai melebihi cinta kami kepadamu. Kalau kamu sudah bertekad
bulat untuk berperang, niscaya mereka tidak akan meninggalkanmu. Allah akan
menolongmu dengan orang-orang itu. Mereka semua ikhlas dan tulus hati turut
berjihad bersamamu.”
Rasulullah Saw.
memujinya dengan baik, serta mendo’akan kebaikan kepadanya. Kemudian,
Rasulullah Saw. dibuatkan tenda, dan Rasulullah Saw. pun menempatinya.
Ketika waktu pagi
tiba, kaum kafir Quraisy meneruskan perjalanannya. Pada saat Rasulullah Saw.
melihat mereka yang sedang turun dari al-'Aqonqol -yaitu bukit pasir tempat
mereka datang menuju lembah- beliau berdo’a, “Ya
Allah, ini kaum kafir Quraisy benar-benar telah datang dengan kesombongan dan
keangkuhannya, mereka membantah dan mendustakan Nabi-Mu. Ya Allah, aku ingin
kemenangan yang Kamu janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkan mereka besok!”
Ketika kaum kafir
Quraisy telah berhenti, maka ada sekelompok dari mereka yang terus maju, hingga
mereka sampai di kolam Rasulullah Saw., di antara mereka itu adalah Hakim bin
Hizam. Rasulullah Saw. bersabda, “Panggil mereka.” Pada saat itu, tidak seorangpun
dari mereka yang telah minum, kecuali terbunuh. Namun, Hakim bin Hizam tidak
terbunuh. Setelah itu, Hakim bin Hizam masuk Islam. Bahkan ia menjadi muslim
yang baik. Sehingga, ketika ia menghadapi sesuatu yang serius dan perlu
bersumpah, maka ia berkata, “Tidak, demi Dzat yang telah menyelamatkan aku dari
peristiwa yang terjadi di Badar.”
9. Kaum kafir Quraisy melakukan
pengintaian
Ketika suasana mereka
telah terasa tenang kembali, maka mereka mengutus ‘Umaira bin Wahhab al-Jumahi.
Mereka berkata, “Carilah kepastian untuk kami tentang keberadaan para sahabat
Muhammad.” Kemudian, ia pun berkeliling dengan menunggang kudanya mengitari
perkemahan, lalu ia kembali lagi kepada mereka. Ia berkata, “Jumlah mereka
kurang lebib 300 orang. Namun, itu kesimpulan sementara. Kita selidiki lagi,
apakah ada di antara mereka yang bersembunyi, atau ada indikasi bahwa mereka
akan mendapatkan bantuan.” Kemudian ia pun berjalan lagi di lembah hingga jauh,
namun ia tidak menemukan sesuatu apapun, lalu ia pun kembali lagi kepada
mereka. Ia berkata, “Aku tidak menemukan sesuatu apapun. Akan tetapi, wahai
orang-orang Quraisy, aku benar-benar melihat banyak unta yang sedang membawa
mayit-mayit, aku juga melihat nawadhih (binatang-binatang untuk kendaraan dan
angkutan) Yatsrib yang terus maju sambil membawa orang-orang yang tidak membawa
alat pelindung kecuali pedang. Demi Allah, aku tidak melihat seorangpun dari
mereka yang terbunuh, sebaliknya banyak di antara orang-orang kalian yang
terbunuh. Apabila senjata mereka menimpa kalian, maka adakah kehidupan yang
lebih baik setelah itu. Sekarang apa pendapat kalian?”
10. Perselisihan para pemimpin
Quraisy
Ketika Hakim bin Hizam
mendengar semua itu, maka ia berjalan menemui orang-orang. Ia mendatangi ‘Utbah
bin Rabi'ah, lalu berkata, “Wahai Abu Walid, kamu adalah pembesar dan pemimpin
kaum Quraisy, tidak hanya itu, bahkan kamu orang yang mereka taati, apakah kamu
masih menginginkan kebaikan yang lebih lama?” ‘Utbah berkata, “Mengapa begitu,
wahai Hakim?” Hakim berkata, “Kamu ajak orang-orang kembali dan kamu selamatkan
mereka. Demi Allah, perang ini sedikitpun tidak menguntungkan bagi kaum
Quraisy. Ingat! Sasaran Muhammad tidak lain, kecuali kaum Quraisy, yaitu
saudara-saudara kita dan sepupu-sepupu kita.” Kepada Hakim, ‘Utbah berkata,
“Wahai Hakim, kamu benar. Untuk itu, kamu harus meyakinkan Amru bin Hisyam (Abu
Jahal) dan Amir bin al-Hadhrami.” Sedang ‘Amru adalah saudara Amir yang dibunuh
oleh salah seorang pasukan Abdullah bin Jahsy.
Selanjutnya, ‘Utbah
bin Rabi’ah berdiri sambil berpidato, “Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah,
kalian tidak akan dapat berbuat banyak dengan menyerang Muhammad dan para
sahabatnya. Jika itu terjadi, sedang kalian masih melihat, maka kalian akan
melihat pemandangan yang menyedihkan. Sebab, yang terbunuh adalah anak paman
kalian, anak bibi kalian, dan anak salah seorang di antara keluarga kalian.
Untuk itu, pulanglah, serta lupakan Muhammad dan bangsa Arab yang lainnya. Jika
semua itu menimpa kalian, itukah yang kalian inginkan? Jika yang kalian
inginkan sebaliknya, maka menjauhlah.”
Hakim pergi menemui
Amru bin Hisyam -Abu Jahal- menawarkan hal itu. Abu Jahal marah, lalu berkata,
“Demi Allah, tidak, kami tidak akan kembali sampai Allah memutuskan siapa di
antara kami dan Muhammad yang menang. Apa yang dikatakan ‘Utbah itu tidak benar.
Dia tahu sendiri bahwa jumlah pasukan Muhammad sedikit, kurang lebih 100 orang,
namun di antara mereka ada anaknya. Sungguh, karenanyalah dia menakut-nakuti
kalian.”
Kemudian, Abu Jahal
pergi menemui Amir bin al-Hadhrami, lalu berkata, “Ini sekutumu, dia ingin
membawa orang-orang pulang. Ingat! ini saat yang tepat untuk kamu membalas
dendam. Sekarang berdirilah, mintalah kepada orang-orang Quraisy untuk menepati
janji mereka. Katakan pada mereka, kita bertetangga, sekaligus bersekutu.
Ingatkan mereka bahwa saudaramu telah dibunuh.”
Kemudian, Amir bin
al-Hadhrami berdiri, dan mulailah dia berkata dengan suara keras, “Demi
Allah... Demi Allah.” Sambil meratapi saudaranya -Amru bin al-Hadhrami- dia
mengobarkan api peperangan, dan memberi semangat orang-orang yang ada.
Orang-orang pun percaya dengan kejahatan Muhammad dan para sahabatnya
ditimpakan kepadanya. Dan tidak lupa, dia juga menjelek-jelekkan pendapat yang
diserukan ‘Utbah kepada mereka.
12. Mengubur kaum musyrikin yang
terbunuh
Setelah perang usai,
Rasulullah Saw. memerintahkan agar jenazah kaum musyrikin yang terbunuh
dikumpulkan. Dengan dikumpulkannya jenazah mereka, maka Rasulullah Saw. tahu
siapa saja di antara mereka yang telah meninggal dan siapa saja yang masih
hidup. Kemudian, Rasulullah Saw. memerintahkan agar jenazah mereka dilempar ke
dalam lubang yang telah dibuat untuk mereka.
Hanya saja setelah
semuanya dilempar ada sesuatu yang aneh dengan Umayyah bin Khalaf, di mana alat
pelindung dadanya tampak menggelembung. Melihat itu para sahabat mendekatinya
dan menggerakkannya, lalu berguguran dagingnya. Kemudian, para sahabat membiarkannya
tetap di tempatnya. Selanjutnya mereka menutupinya dengan debu dan batu krikil.
Selesai semuanya
dilempar ke dalam lubang, maka Rasulullah Saw. berdiri. Di tengah malam para
sahabat mendengar Rasululah Saw. berkata, “Wahai
penghuni lubang, wahai ‘Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi’ah, wahai
Umayyah bin Khalaf, wahai Abu Jahal -dan banyak lagi yang beliau sebut
namanya di antara mereka yang ada dalam lubang-
apakah kalian telah mendapatkan bahwa apa yang telah dijanjikan Tuhan kalian
itu benar? Sesungguhnya, aku benar-benar telah mendapatkan apa yang telah
dijanjikan Tuhan kepadaku itu benar.”
Mendengar itu kaum
muslimin berkata, “Wahai Rasulullah Saw. apakah engkau memanggil orang-orang
yang telah menjadi bangkai?” Rasulullah Saw. bersabda, “Tidakkah kalian mendengar aku berkata kepada mereka -mereka pun seperti
itu- hanya saja mereka tidak dapat menjawab seruanku.” Demikian itulah
keberadaan tempat kembali musuh-musuh Allah. Kapanpun dan di manapun tempat
kembali mereka ya seperti itu.
13. Membagi harta rampasan
perang (ghanimah)
di antara kaum muslimin
Kemudian, Rasulullah
Saw. memerintahkan agar semua harta rampasan yang dikuasai oleh para pasukan
dikumpulkan. Kaum muslimin berselisih mengenai harta rampasan perang itu. Pihak
yang merasa mengumpulkan berkata, “Harta rampasan perang ini adalah hak kami.”
Pihak yang memerangi dan berhasil membunuh musuh berkata, “Demi Allah, kalaulah
tidak ada kami, tentu kalian tidak akan mendapatkannya. Kami telah bekerja
keras melawan mereka daripada kalian, sehingga kalian mendapatkan apa yang
kalian dapat saat ini.” Sedang pihak yang menjaga Rasulullah Saw. karena takut
musuh berhasil mencapai Rasulullah Saw. berkata, “Demi Allah, kamilah yang
lebih berhak atas harta rampasan perang itu daripada kalian. Ketika kami
menjaga Rasulullah Saw. kami telah melihat harta itu tidak dibawa oleh
siapapun, sehingga ketika itu kami dapat menguasainya jika saja kami mau, hanya
saja kami lebih mengutamakan penjagaan terhadap Rasulullah Saw. daripada harta
itu. Kami benar-benar takut bahwa musuh dapat menerobosnya, sehingga kami tetap
berjaga di sisi Rasulullah Saw. Dengan demikian, kamilah yang lebih berhak atas
harta rampasan perang itu daripada kalian.”
Tidaklah heran jika
sebagian sahabat yang miskin sangat antusias ingin memiliki harta rampasan
perang itu. Memang kondisi mereka benar-benar fakir (kekurangan). Karenanya,
Rasulullah Saw. sangat merasa simpatik terhadap mereka. Untuk itu, Rasulullah
Saw. berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya mereka tidak memiliki alas kaki, maka
berilah mereka alas kaki… Ya Allah, sesungguhnya mereka itu telanjang, maka
berilah mereka pakaian.” Masing-masing dari mereka yakin bahwa mereka menuntut
dengan cara yang hak bukan dengan cara batil.
Ketika di antara
mereka yang fakir sangat antusias untuk memiliki harta adalah agar mereka bisa
menyamai mereka yang kaya dalam berinfaq (menafkahkan harta) di jalan Allah.
Dari sini kami melihat bahwa sebagian dari mereka mendatangi Rasulullah Saw.
sambil gelisah berkata, “Wahai Rasulullah Saw. mereka yang hartanya melimpah
juga pergi berperang, mereka mendirikan shalat sebagaimana kami shalat, mereka
menjalankan puasa sebagaimana kami puasa, mereka bersedekah dengan harta mereka
yang melimpah...” Mereka mencintai harta untuk membantu mereka dalam mewujudkan
ridha Allah azza wa jalla.
Rasulullah Saw. terus
berjalan, sehingga, ketika beliau telah melewati Madhik (jalan sempit)
ash-Shofra’ dan telah melintasi bukit pasir yang ada di antara al-Madhik dan
an-Naziyah (tebing), maka di sinilah Rasulullah Saw. membagi harta rampasan
perang yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dari tangan kaum musyrikin
dengan sama banyak.
Rasulullah Saw. tidak
membagi harta rampasan perang itu di daerah tempat mereka berperang tidak lain
agar tidak menjadi karakter. Kalau saja beliau membaginya di daerah tempat
mereka berperang, niscaya mereka akan disibukkan olehnya daripada menjalankan kewajiban.
Sehingga dampaknya benar-benar menguntungkan pihak musuh.
14. Kabar gembira tentang
kemenangan
Setelah Rasulullah
Saw. memperoleh kemenangan, maka Rasulullah Saw. mengirim orang untuk
menyampaikan kabar gembira kemenangan pada penduduk Madinah. Ketika Rasulullah
Saw. dan para sahabatnya tiba di Madinah al-Munawwarah, maka kaum muslimin
menyambutnya dengan memberi selamat atas kemenangan yang Allah karuniakan
kepada Rasulullah Saw. dan kaum muslimin yang bersamanya.
Salamah bin Salamah
berkata kepada mereka, “Hadiah ucapan selamat apa yang akan kalian berikan
kepada kami? Demi Allah, kami tidak bertemu kecuali dengan orang-orang tua yang
botak. Jika saja kami bertemu, misalnya saja unta yang diikat, maka kami sembelih
dia.” Rasulullah Saw. tersenyum, lalu berkata, “Wahai Ibnu Akhi, mereka semua
rakyat biasa.”
Bacaan: Prof. Dr. Muh.
Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis
Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar