Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 25 Desember 2017

Perang Badar al-Kubra – Sirah Nabawiyah



i. Perang Badar al-Kubra (besar)

1. Sebab terjadinya Perang Badar al-Kubra

Rasulullah Saw. mendengar bahwa Abu Sufyan bin Harb kembali dari Syam bersama kafilah kaum kafir Quraisy dengan jumlah yang besar. Kafilah itu membawa harta benda kaum kafir Quraisy dan barang dagangan mereka. Kafilah itu dikawal oleh sekitar tiga puluh atau empat puluh orang dari suku Quraisy, di antaranya, Makhramah bin Naufal dan Amru bin al-‘Ash.
Rasulullah Saw. menugaskan kaum muslimin agar menghadang mereka. Beliau bersabda: “Ini kafilah kaum kafir Quraisy. Mereka membawa harta-benda mereka. Untuk itu, keluarlah kalian untuk menghadang mereka, semoga Allah membantu kalian membuat mereka lari kocar-kacir.” Orang-orang pun menerima tugas Rasulullah Saw. itu, meski ada sebagian yang menerimanya dengan senang hati dan ada juga sebagian yang menerimanya dengan perasaan berat, sebabnya adalah karena mereka tidak menduga bahwa Rasulullah Saw. akan melakukan peperangan. Inilah sebab terjadinya perang Badar al-Kubra ini.

2. Tujuan dilakukannya perang Badar al-Kubra

Tujuannya adalah melakukan pemblokadean terhadap perekonomian musuh, mengacaukan pikiran pihak musuh, serta membuat kacau barisannya. Dengan ini tampaklah bagi kita bahwa perang ini memiliki pengaruh yang besar yang tidak dimiliki oleh perang-perang pokok yang telah direncanakan Rasulullah Saw. Sebab, perang-perang pokok adalah perang-perang pembersihan ((juga penaklukan)) yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.

3. Kaum kafir Quraisy mengajak berperang

Ketika Abu Sufyan telah mendekati Hijaz, maka dia mencari banyak informasi. Dia bertanya kepada setiap rombongan (kafilah) yang ditemuinya, sebab dia takut mendapat masalah seperti yang dialami orang-orang mereka sebelumnya. Akhirnya, dia mendapat informasi dari sebagian rombongan (kafilah): Muhammad mengajak para sahabatnya untuk memerangi kamu dan kafilahmu, berhati-hatilah terhadap hal itu!
Abu Sufyan mengupah Dhamdham bin Amru al-Ghafiri. Abu Sufyan mengutus Dhamdham pergi ke Makkah dan memintanya agar membawa kaum kafir Quraisy; mengajaknya berperang melawan musuh yang akan mengambil harta benda mereka; memberitahu mereka bahwa Muhammad dan para sahabatnya benar-benar telah menghadang Abu Sufyan dan kafilahnya.
Dhamdham bin Amru pergi dengan kecepatan tinggi menuju Makkah. Namun, ketika dia telah dekat dengan Makkah, kudanya jatuh tersungkur keluar dari arah yang dituju, dan ia pun turut jatuh hingga bajunya robek. Kemudian dia menemui orang-orang kafir Quraisy, sedang wajahnya penuh dengan debu, ia pun berteriak: “Wahai orang-orang Quraisy: Kafilah.… Kafilah… Harta benda kalian beserta Abu Sufyan benar-benar telah dihadang oleh Muhammad dan para sahabatnya. Cepat.... Cepat.... Aku tidak yakin kalian akan mendapatkannya kembali.”
Orang-orang kafir Quraisy bersiap-siap dengan segera. Mereka berkata: “Mungkin Muhammad dan para sahabatnya mengira bahwa kalian akan seperti kafilah Ibnu al-Hadhrami. Tidak, demi Allah, Muhammad akan tahu bahwa kami tidak seperti itu!” (Amru bin al-Hadhrami adalah yang terbunuh oleh pasukan pimpinan Abdullah bin Jahsy) Orang-orang kafir Quraisy hanya punya dua pilihan: ikut keluar sendiri atau digantikan oleh orang lain.
Kaum kafir Quraisy semua setuju, sehingga tidak satu pun di antara pembesar mereka yang tidak ikut, kecuali Abu Lahab bin Abdul Muththalib, dia tidak ikut namun digantikan oleh al-‘Ashi bin Hisyam bin al-Mughirah. Adapun Umayyah bin Khalaf, maka ia benar-benar telah mengumpulkan banyak kayu bakar. Ia orang tua yang mulia, badannya besar dan kekar. Lalu, dengan membawa anglo yang di dalamnya telah menyala api, ia mendatangi Uqbah bin Abi Muith yang sedang duduk di masjid bersama-sama kaumnya. Dan ia pun berkata, ketika anglo telah ditaruh di hadapan Uqbah bin Abi Muith: Wahai Aba Ali, kamu ingin dibakar, sungguh kamu benar-benar perempuan. Uqbah bin Abi Muith berkata: Semoga kamu dan apa yang kamu bawa dijauhkan oleh Allah dari setiap kebaikan. Kemudian ia menyiapkan diri untuk pergi bersama-sama dengan orang-orang kafir Quraisy.

4. Rasulullah Saw. keluar menghadapi orang-orang kafir Quraisy

Rasulullah Saw. keluar setelah beberapa hari memasuki bulan Ramadhan. Beliau keluar bersama para sahabat yang jumlahnya mencapai 330 orang. Beliau mengangkat Amru bin Umi Maktum untuk menjadi imam shalat dan mengangkat Abu Lubabah untuk mengurusi urusan (pemerintahan) di Madinah.
Beliau menyerahkan al-liwa’ (bendera) kepada Mush'ab bin Umair. Sedang di hadapan beliau Saw. terdapat dua rayah (panji) yang keduanya berwarna hitam, salah satunya dipegang Ali bin Abi Thalib, yang disebut dengan al-'Uqob, sedang yang satunya lagi dipegang oleh sebagian kaum Anshar.
Ketika itu unta yang tersedia untuk para sahabat Rasulullah Saw. sebanyak 70 ekor, sehingga ada di antara kaum muslimin yang tidak mendapatkannya, akhirnya mereka bergantian menungganginya, sebab tidak satupun unta-unta itu yang dikhususkan kepada salah seorang saja di antara mereka.
Beliau juga menetapkan pasukan-pasukan pengintai yang selalu berada di sisi Rasulullah Saw. dan selalu berada di samping jalan yang akan dilaluinya, agar musuh tidak dapat dengan tiba-tiba melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.
Ketika mendekati Badar, Rasulullah Saw. mengutus Basbas bin Amru dan Adi bin Abi az-Zaghba’ ke Badar guna mengintai tempat tersebut sebelum beliau sampai ke sana.

5. Rasulullah Saw. mengetahui sejauh mana kesediaan para sahabat untuk berkorban

Sampai kepada Rasulullah Saw. berita tentang keluarnya orang-orang kafir Quraisy dengan jumlah besar untuk memerangi kaum muslimin, serta menyelamatkan harta bendanya dari tangan kaum muslimin. Rasulullah Saw. ingin mengetahui kadar kesiapan para sahabatnya baik dari kaum Muhajirin maupun dari kaum Anshar untuk berkorban. Khususnya kaum Anshar Mengingat mereka telah membai’at Rasulullah Saw. untuk senantiasa menjaga dan melindunginya, sebagaimana mereka menjaga dan melindungi anak-anak dan istn-istri mereka, selama Rasulullah Saw. berada bersama mereka.
Rasulullah Saw. mengumpulkan orang-orang dan beritahukannya tentang keluarnya orang-orang kafir Quraisy untuk menyerang mereka. Rasulullah Saw. meminta pendapat mereka tentang soal menghadapi orang-orang kafir Quraisy. Abu Bakar ash-Shiddiq di antara kaum Muhajirin berdiri, lalu berbicara dengan perkataan yang sangat bagus.
Kemudian, Miqdad bin Amru berdiri dan berkata:
“Wahai Rasulullah, jalankan apa yang Allah perintahkan kepadamu, sebab kami senantiasa bersamamu. Demi Allah, kami tidak akan berkata kepadamu seperti apa yang telah dikatakan oleb Bani Israil kepada Musa: “Maka pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kalian berdua (saja), sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja.” (QS. al-Maidah [5]: 24) Akan tetapi, pergilah kamu bersama Tuhanmu, lalu berperanglah kalian berdua, sesungguhnya kami akan turut berperang bersama kalian. Demi Dzat yang telah mengutus kamu dengan membawa kebenaran, kalau saja kamu mengajak kami pergi ke Bark al-Ghimad niscaya kami akan sabar pergi bersamamu tanpa peduli apapun hingga sampai di sana.” (Bark al-Ghimad adalah suatu tempat di Yaman)
Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: “Baik,” dan beliau memanggilnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda, “Wahai manusia, sampaikan kepadaku pendapat kalian.” Kepada Rasulullah Saw. Sa’ad bin Mu’adz pemimpin kaum Anshar berkata “Demi Allah, sepertinya kamu menginginkan kami, wahai Rasulullah?” Rasulullah Saw. bersabda: “Benar.” Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Sungguh kami benar-benar beriman kepadamu, percaya kepadamu, bersaksi bahwa apa yang kamu bawa adalah al-haq (kebenaran), karena itu kami memberimu janji dan pernyataan untuk selalu mendengar dan mentaati apa yang kamu perintah. Maka dari itu, laksanakan apa yang kamu inginkan, kami akan selalu bersamamu. Demi Dzat yang telah mengutus kamu dengan membawa kebenaran, kalau saja kamu membawa kami mendatangi lautan, lalu kamu menyelaminya, maka kami pun akan menyelaminya bersamamu, tidak akan ada satupun dari kami yang akan berpaling, kami tidak merasa kamu pertemukan dengan musub besok, sesungguhnya kami benar-benar sabar dan ikhlas dalam menghadapi peperangan itu. Bawalah kami menuju berkah Allah.”
Rasulullah Saw. senang dengan ucapan Sa’ad bin Mu’adz ini. Bahkan hal itu menambah semangatnya. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda “Pergilah dan bergembiralah, sesungguhnya Allah telah berjanji kepadaku salah satu dari dua kelompok.” Demi Allah, sepertinya aku sekarang sedang melihat pergulatan suatu kaum!”

(Kelompok pertama adalah kelompok kafilah kaum kafir Quraisy yang sedang membawa banyak sekali barang-barang dagangan. Dalam kelompok pertama ini ada Abu Sufyan dan Abu Amru bin Ash. Sedang kelompok yang kedua adalah kelompok yang berhasil dihimpun Abu Jahal untuk berperang. Mereka adalah kelompok yang memiliki kekuatan senjata dan jumlahnya pun besar)

6. Mencari berita terkait kaum kafir Quraisy

Sebelum memasuki peperangan, Rasulullah Saw. terlebih dahulu melakukan pengintaian terhadap musuhnya guna mengetahui jumlahnya, peralatannya, logistiknya, tempat berkumpulnya, dan sebagainya. Untuk itu, Rasulullah Saw. berhenti di dekat Badar. Kemudian, beliau dengan ditemani Abu Bakar ash-Shiddiq menunggang kuda hingga bertemu dengan salah seorang Arab yang telah lanjut usia. Rasulullah Saw. menanyakan orang tersebut tentang kaum kafir Quraisy, Muhammad dan para sahabatnya, serta berita apa saja yang telah sampai kepadanya tentang mereka. Orang tersebut berkata: “Aku tidak akan memberi tahu kalian berdua, sebelum kalian memberi tahu aku, dari mana kalian datang.” Rasulullah Saw. berkata: “Jika kamu memberi tahu kami, maka kami akan memberi tahu kamu.” “O… begitu, baiklah,” jawab orang tersebut. Kemudian, orang tersebut berkata: “Telah sampai berita kepadaku bahwa Muhammad dan para sahabatnya keluar pada hari ini, ini. Jika berita yang sampai kepadaku itu benar, maka mereka telah sampai di tempat ini, ini, yakni tempat Rasulullah Saw. berada. Telah sampai berita kepadaku bahwa kaum kafir Quraisy keluar pada hari ini, ini. Jika berita yang sampai kepadaku itu benar, maka mereka telah sampai di tempat ini, ini, yakni tempat kaum kafir Quraisy berada.”
Setelah selesai memberi tahu, orang tersebut bertanya: “Kalian berdua dari mana?” “Kami dari mata air,” jawab Rasulullah Saw. Kemudian, Rasulullah Saw. meninggalkannya. “Dari mata air mana? Apakah dari mata air al-Iraq?” tanya orang tersebut yang masih penasaran.

Dari sini kami tahu nilai kesungguhan Rasulullah Saw. dalam menjaga kerahasiaan informasi-informasi yang bersifat militer. Beliau membolehkan tauriyah (mengatakan sesuatu di luar yang dimaksudkan, pent.) demi tetap menjaga rahasia ini. Selanjutnya, Rasulullah Saw. kembali pada para sahabatnya.
Ketika sore tiba, Rasulullah Saw. mengutus Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam dan Sa’ad bin Abi Waqqash dengan ditemani sekelompok sahabat menuju mata air al-Badr untuk mencari berita di sana. Mereka mendapatkan unta milik orang Quraisy yang dibawa (Aslam) budak Bani al-Hajjaj dan Aridh Abu Yasar budak Bani Ash bin Sa’id. Mereka mendatangi keduanya, lalu menanyakannya, sedangkan Rasulullah Saw. berdiri menunaikan shalat. Kedua orang itu berkata: “Kami pelayan yang memberi minum kaum kafir Quraisy. Mereka menyuruh kami mencari air yang akan mereka minum.”
Mereka tidak senang dengan apa yang disampaikan oleh mereka berdua. Mereka ingin agar keduanya mengaku suruhan Abu Sufyan. Mereka pun memukuli keduanya. Ketika keduanya sudah tidak tahan lagi dipukuli, maka keduanya berkata: “Kami orang suruhan Abu Sufyan.” Lalu kedua orang itu mereka lepaskan.
Rasulullah Saw. ruku’ dan sujud dua kali, lalu salam. Rasulullah Saw. bersabda: “Ketika keduanya berkata jujur, kalian pukuli. Dan ketika keduanya berkata dusta, kalian lepaskan. Keduanya berkata jujur, keduanya suruhan kaum kafir Quraisy. Beri tahu aku tentang keberadaan kaum kafir Quraisy.” Keduanya berkata: “Demi Allah, mereka berada di balik bukit pasir yang kelihatan dari al-‘Udwah al-Qushwa (lembah yang jauh) ini.” “Berapa jumlah mereka?” tanya Rasulullah Saw. “Kami tidak tahu,” jawab mereka.
Rasulullah Saw. bertanya: “Berapa binatang yang mereka sembelih setiap hari?” Keduanya berkata: “Terkadang sembilan, dan terkadang sepuluh.” Rasulullah Saw. berkata: “Jumlah mereka kurang lebih 1.500 orang.” Kemudian Rasulullah Saw. bertanya lagi pada keduanya: “Siapa saja di antara pembesar kaum kafir Quraisy yang turut bersama mereka?” Keduanya berkata: “'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin Rabi'ah, Abu al-Bakhtari bin Hisyam, Hakim bin Hizam, Naufal bin Huwailid, Harits bin Amir bin Naufal, Thu'aimah Adi bin Naufal, Nadhar bin Harits, Zam’ah bin Aswad, Abu Jahal bin Hisyam, Umayyah bin Khalaf, Nubaih dan Munabbih keduanya putra Hajjaj, Suhail bin Amru, dan Amru bin Abdu Wuddi.”
Kemudian, Rasulullah Saw. menghadap pada para sahabat dan berkata: “Ini orang-orang Makkah. Mereka akan memberi kalian harta benda mereka yang sangat berharga.”

Adapun Basbas bin Amru dan Adi bin Abi az-Zaghba' yang keduanya diutus oleh Rasulullah Saw. untuk mengintai lokasi yang akan ditempati sementara kaum muslimin, keduanya telah sampai di Badar. Keduanya istirahat di atas gundukan tanah di dekat mata air. Lalu keduanya pergi menuju air untuk minum. Sedang Majdi bin Amru al-Juhani ada di mata air.
Adi dan Basbas mendengar dua orang budak perempuan yang ada di samping orang-orang di sekitar mata air, salah satu dari dua budak perempuan itu menagih agar utangnya segera dilunasi. Budak perempuan Madinah itu berkata pada temannya: “Sungguh, kafilah akan tiba besok atau lusa. Aku akan bekerja untuk mereka, lalu hutangku kepadamu akan aku lunasi.” Majdi berkata: “Kamu benar.” Lalu, ia meninggalkan keduanya.
Adi dan Basbas telah mendengar semuanya, lalu keduanya menaiki unta mereka, kemudian merekapun pergi pulang kembali menemui Rasulullah Saw. guna menyampaikan apa yang berhasil mereka dengar.

7. Abu Sufyan menasehati kaum kafir Quraisy agar kembali setelah barang dagangan mereka berhasil diselamatkan

Abu Sufyan bin Harb terus berjalan sambil selalu mengingatkan kafilahnya agar waspada hingga akhirnya mereka sampai di mata air. Abu Sufyan bertanya kepada Majdi bin Amru, “Apakah kamu merasakan ada seseorang?” Majdi menjawab, “Aku tidak melihat seorangpun yang aku curigai, kecuali aku melihat dua orang musafir yang beristirahat di atas gundukan tanah di dekat mata air ini. Kemudian keduanya mengisi air ke dalam kantong air milik mereka berdua, lalu keduanya pergi.”
Abu Sufyan mendekati tempat kedua orang tersebut istirahat, lalu ia mengambil sebagian kotoran hewan yang ditinggalkan oleh unta kedua orang tersebut. Abu Sufyan membelah kotoran itu, ternyata di dalamnya ada benih. Abu Sufyan berkata, “Demi Allah, ini adalah makanan hewan Yatsrib.” Kemudian, Abu Sufyan kembali dengan cepat menemui teman-temannya.
Abu Sufyan berusaha tidak meninggalkan bekas untanya dari jalan. Abu Sufyan membawa untanya ke tepi pantai dan meninggalkan Badar melalui arah kiri. Ketika, Abu Sufyan yakin bahwa kafilahnya benar-benar selamat, maka ia berkata kepada kaum kafir Quraisy, “Sungguh kalian keluar ini tidak lain hanyalah untuk menyelamatkan kafilah kalian, orang-orang kalian dan harta benda kalian. Sekarang, Allah benar-benar telah menyelamatkan semuanya. Untuk itu, pulanglah kalian.” Abu Jahal bin Hisyam berkata, “Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum kami sampai di Badar -di Badar terdapat musim di antara musim-musim bagi bangsa Arab yang diadakan setiap tahun dengan membuat pasar untuk mereka berkumpul- lalu kami tinggal di sana selama tiga hari. Di sana kami akan menyembelih binatang, menyantap makanan, minum khamer, mendengar musik yang didendangkan para penyanyi serta kami akan menyampaikan kepada semua bangsa Arab tentang perjalanan kami dan banyaknya massa kami, sehingga mereka senantiasa menghormati kami sesudah itu. Untuk itu, kalian harus terus pergi ke Badar.”

Bandingkan antara tujuan kaum musyrikin keluar dan bagaimana mereka sangat tidak konsisten atas rencana yang telah mereka buat dengan tujuan kaum muslimin keluar dan bagaimana mereka sangat konsisten terhadap rencana yang telah mereka buat, seperti yang telah kami jelaskan.

8. Kaum muslimin menentukan wilayah perang untuk menghadapi kaum kafir Quraisy

Kaum kafir Quraisy terus berjalan hingga mereka sampai di al-Udwah al-Qushwa melalui lembah. Bersamaan dengan itu Allah menurunkan hujan. Akhirnya lembah itu berlumpur. Rasulullah Saw. dan para sahabatnya mendapatkan tanah yang tidak berlumpur, sehingga perjalanan mereka tidak terhambat. Sedang, kaum kafir Quraisy terjebak di tanah berlumpur, sehingga perjalanan mereka terhambat.
Rasulullah Saw. dengan segera pergi menuju mata air. Ketika Rasulullah Saw. tiba di dekat mata air yang termasuk bagian dari daerah Badar, maka beliau pun berhenti. Hubab Mundzir bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah tempat adalah tempat yang telah ditentukan oleh Allah, sehingga kami tidak boleh maju dan tidak pula mundur walaupun sejengkal, atau ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipudaya?” Rasulullah Saw. menjawab, “Tidak, tetapi ini hanya sekedar pendapat, strategi perang dan tipu daya.” Hubab bin Mundzir berkata, “Wahai Rasulullah, tempat ini kurang strategis, suruhlah orang-orang berjalan lagi hingga sampai dekat mata air tempat orang banyak berkumpul, selanjutnya kami menempatinya. Kemudian kami gali tempat-tempat air (mata air buatan) di belakangnya. Setelah itu, kami buat kolam yang kami isi penuh dengan air. Lalu di kolam buatan ini kami perangi mereka. Dengan demikian, kami mudah mendapatkan air minum, sedang mereka sulit mendapatkan air minum.”
Rasulullah Saw. -seorang Rasul dan pemimpin besar- wajar saja mengambil pendapat salah seorang anak buahnya yang dianggap ahli dalam masalah teknis semacam ini. Rasulullah Saw. bersabda, “Saya sangat senang dengan pendapat ini.”
Rasulullah Saw. dan para sahabat yang bersamanya bangkit, lalu mereka berjalan, sehingga ketika mereka tiba dan berada di mata air tempat orang banyak berkumpul mereka berhenti. Kemudian Rasulullah Saw. memerintah membuat tempat-tempat air (mata air buatan) yang lain. Mereka pun menggali dan membuat kolam di samping air tempat mereka berada. Kolam itu mereka isi penuh dengan air kemudian, kolam itu mereka lempari dengan berbagai macam wadah. (Sehingga tampak seperti kolam yang sebenarnya).

Para Sahabat Membuat Tenda untuk Rasulullah Saw.

Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Wahai Nabi Allah, mengapa tidak kami buatkan untukmu tenda yang akan kamu tempati serta kami siapkan di sisimu binatang-binatang tungganganmu, baru kemudian kami hadapi musuh kami. Jika Allah memuliakan kami dan memenangkan kami atas musuh kami, maka itu yang kami inginkan. Jika yang terjadi sebaliknya, maka kamu duduk di atas binatang tungganganmu, lalu orang-orang di belakang kami akan menyusulmu. Orang-orang itu tidak akan meninggalkanmu, sebab tidak ada yang kami cintai melebihi cinta kami kepadamu. Kalau kamu sudah bertekad bulat untuk berperang, niscaya mereka tidak akan meninggalkanmu. Allah akan menolongmu dengan orang-orang itu. Mereka semua ikhlas dan tulus hati turut berjihad bersamamu.”
Rasulullah Saw. memujinya dengan baik, serta mendo’akan kebaikan kepadanya. Kemudian, Rasulullah Saw. dibuatkan tenda, dan Rasulullah Saw. pun menempatinya.
Ketika waktu pagi tiba, kaum kafir Quraisy meneruskan perjalanannya. Pada saat Rasulullah Saw. melihat mereka yang sedang turun dari al-'Aqonqol -yaitu bukit pasir tempat mereka datang menuju lembah- beliau berdo’a, “Ya Allah, ini kaum kafir Quraisy benar-benar telah datang dengan kesombongan dan keangkuhannya, mereka membantah dan mendustakan Nabi-Mu. Ya Allah, aku ingin kemenangan yang Kamu janjikan kepadaku. Ya Allah, hancurkan mereka besok!”
Ketika kaum kafir Quraisy telah berhenti, maka ada sekelompok dari mereka yang terus maju, hingga mereka sampai di kolam Rasulullah Saw., di antara mereka itu adalah Hakim bin Hizam. Rasulullah Saw. bersabda, “Panggil mereka.” Pada saat itu, tidak seorangpun dari mereka yang telah minum, kecuali terbunuh. Namun, Hakim bin Hizam tidak terbunuh. Setelah itu, Hakim bin Hizam masuk Islam. Bahkan ia menjadi muslim yang baik. Sehingga, ketika ia menghadapi sesuatu yang serius dan perlu bersumpah, maka ia berkata, “Tidak, demi Dzat yang telah menyelamatkan aku dari peristiwa yang terjadi di Badar.”

9. Kaum kafir Quraisy melakukan pengintaian

Ketika suasana mereka telah terasa tenang kembali, maka mereka mengutus ‘Umaira bin Wahhab al-Jumahi. Mereka berkata, “Carilah kepastian untuk kami tentang keberadaan para sahabat Muhammad.” Kemudian, ia pun berkeliling dengan menunggang kudanya mengitari perkemahan, lalu ia kembali lagi kepada mereka. Ia berkata, “Jumlah mereka kurang lebib 300 orang. Namun, itu kesimpulan sementara. Kita selidiki lagi, apakah ada di antara mereka yang bersembunyi, atau ada indikasi bahwa mereka akan mendapatkan bantuan.” Kemudian ia pun berjalan lagi di lembah hingga jauh, namun ia tidak menemukan sesuatu apapun, lalu ia pun kembali lagi kepada mereka. Ia berkata, “Aku tidak menemukan sesuatu apapun. Akan tetapi, wahai orang-orang Quraisy, aku benar-benar melihat banyak unta yang sedang membawa mayit-mayit, aku juga melihat nawadhih (binatang-binatang untuk kendaraan dan angkutan) Yatsrib yang terus maju sambil membawa orang-orang yang tidak membawa alat pelindung kecuali pedang. Demi Allah, aku tidak melihat seorangpun dari mereka yang terbunuh, sebaliknya banyak di antara orang-orang kalian yang terbunuh. Apabila senjata mereka menimpa kalian, maka adakah kehidupan yang lebih baik setelah itu. Sekarang apa pendapat kalian?”

10. Perselisihan para pemimpin Quraisy

Ketika Hakim bin Hizam mendengar semua itu, maka ia berjalan menemui orang-orang. Ia mendatangi ‘Utbah bin Rabi'ah, lalu berkata, “Wahai Abu Walid, kamu adalah pembesar dan pemimpin kaum Quraisy, tidak hanya itu, bahkan kamu orang yang mereka taati, apakah kamu masih menginginkan kebaikan yang lebih lama?” ‘Utbah berkata, “Mengapa begitu, wahai Hakim?” Hakim berkata, “Kamu ajak orang-orang kembali dan kamu selamatkan mereka. Demi Allah, perang ini sedikitpun tidak menguntungkan bagi kaum Quraisy. Ingat! Sasaran Muhammad tidak lain, kecuali kaum Quraisy, yaitu saudara-saudara kita dan sepupu-sepupu kita.” Kepada Hakim, ‘Utbah berkata, “Wahai Hakim, kamu benar. Untuk itu, kamu harus meyakinkan Amru bin Hisyam (Abu Jahal) dan Amir bin al-Hadhrami.” Sedang ‘Amru adalah saudara Amir yang dibunuh oleh salah seorang pasukan Abdullah bin Jahsy.
Selanjutnya, ‘Utbah bin Rabi’ah berdiri sambil berpidato, “Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, kalian tidak akan dapat berbuat banyak dengan menyerang Muhammad dan para sahabatnya. Jika itu terjadi, sedang kalian masih melihat, maka kalian akan melihat pemandangan yang menyedihkan. Sebab, yang terbunuh adalah anak paman kalian, anak bibi kalian, dan anak salah seorang di antara keluarga kalian. Untuk itu, pulanglah, serta lupakan Muhammad dan bangsa Arab yang lainnya. Jika semua itu menimpa kalian, itukah yang kalian inginkan? Jika yang kalian inginkan sebaliknya, maka menjauhlah.”
Hakim pergi menemui Amru bin Hisyam -Abu Jahal- menawarkan hal itu. Abu Jahal marah, lalu berkata, “Demi Allah, tidak, kami tidak akan kembali sampai Allah memutuskan siapa di antara kami dan Muhammad yang menang. Apa yang dikatakan ‘Utbah itu tidak benar. Dia tahu sendiri bahwa jumlah pasukan Muhammad sedikit, kurang lebih 100 orang, namun di antara mereka ada anaknya. Sungguh, karenanyalah dia menakut-nakuti kalian.”
Kemudian, Abu Jahal pergi menemui Amir bin al-Hadhrami, lalu berkata, “Ini sekutumu, dia ingin membawa orang-orang pulang. Ingat! ini saat yang tepat untuk kamu membalas dendam. Sekarang berdirilah, mintalah kepada orang-orang Quraisy untuk menepati janji mereka. Katakan pada mereka, kita bertetangga, sekaligus bersekutu. Ingatkan mereka bahwa saudaramu telah dibunuh.”
Kemudian, Amir bin al-Hadhrami berdiri, dan mulailah dia berkata dengan suara keras, “Demi Allah... Demi Allah.” Sambil meratapi saudaranya -Amru bin al-Hadhrami- dia mengobarkan api peperangan, dan memberi semangat orang-orang yang ada. Orang-orang pun percaya dengan kejahatan Muhammad dan para sahabatnya ditimpakan kepadanya. Dan tidak lupa, dia juga menjelek-jelekkan pendapat yang diserukan ‘Utbah kepada mereka.




12. Mengubur kaum musyrikin yang terbunuh

Setelah perang usai, Rasulullah Saw. memerintahkan agar jenazah kaum musyrikin yang terbunuh dikumpulkan. Dengan dikumpulkannya jenazah mereka, maka Rasulullah Saw. tahu siapa saja di antara mereka yang telah meninggal dan siapa saja yang masih hidup. Kemudian, Rasulullah Saw. memerintahkan agar jenazah mereka dilempar ke dalam lubang yang telah dibuat untuk mereka.
Hanya saja setelah semuanya dilempar ada sesuatu yang aneh dengan Umayyah bin Khalaf, di mana alat pelindung dadanya tampak menggelembung. Melihat itu para sahabat mendekatinya dan menggerakkannya, lalu berguguran dagingnya. Kemudian, para sahabat membiarkannya tetap di tempatnya. Selanjutnya mereka menutupinya dengan debu dan batu krikil.
Selesai semuanya dilempar ke dalam lubang, maka Rasulullah Saw. berdiri. Di tengah malam para sahabat mendengar Rasululah Saw. berkata, “Wahai penghuni lubang, wahai ‘Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi’ah, wahai Umayyah bin Khalaf, wahai Abu Jahal -dan banyak lagi yang beliau sebut namanya di antara mereka yang ada dalam lubang- apakah kalian telah mendapatkan bahwa apa yang telah dijanjikan Tuhan kalian itu benar? Sesungguhnya, aku benar-benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Tuhan kepadaku itu benar.”
Mendengar itu kaum muslimin berkata, “Wahai Rasulullah Saw. apakah engkau memanggil orang-orang yang telah menjadi bangkai?” Rasulullah Saw. bersabda, “Tidakkah kalian mendengar aku berkata kepada mereka -mereka pun seperti itu- hanya saja mereka tidak dapat menjawab seruanku.” Demikian itulah keberadaan tempat kembali musuh-musuh Allah. Kapanpun dan di manapun tempat kembali mereka ya seperti itu.

13. Membagi harta rampasan perang (ghanimah) di antara kaum muslimin

Kemudian, Rasulullah Saw. memerintahkan agar semua harta rampasan yang dikuasai oleh para pasukan dikumpulkan. Kaum muslimin berselisih mengenai harta rampasan perang itu. Pihak yang merasa mengumpulkan berkata, “Harta rampasan perang ini adalah hak kami.” Pihak yang memerangi dan berhasil membunuh musuh berkata, “Demi Allah, kalaulah tidak ada kami, tentu kalian tidak akan mendapatkannya. Kami telah bekerja keras melawan mereka daripada kalian, sehingga kalian mendapatkan apa yang kalian dapat saat ini.” Sedang pihak yang menjaga Rasulullah Saw. karena takut musuh berhasil mencapai Rasulullah Saw. berkata, “Demi Allah, kamilah yang lebih berhak atas harta rampasan perang itu daripada kalian. Ketika kami menjaga Rasulullah Saw. kami telah melihat harta itu tidak dibawa oleh siapapun, sehingga ketika itu kami dapat menguasainya jika saja kami mau, hanya saja kami lebih mengutamakan penjagaan terhadap Rasulullah Saw. daripada harta itu. Kami benar-benar takut bahwa musuh dapat menerobosnya, sehingga kami tetap berjaga di sisi Rasulullah Saw. Dengan demikian, kamilah yang lebih berhak atas harta rampasan perang itu daripada kalian.”

Tidaklah heran jika sebagian sahabat yang miskin sangat antusias ingin memiliki harta rampasan perang itu. Memang kondisi mereka benar-benar fakir (kekurangan). Karenanya, Rasulullah Saw. sangat merasa simpatik terhadap mereka. Untuk itu, Rasulullah Saw. berdo’a, “Ya Allah, sesungguhnya mereka tidak memiliki alas kaki, maka berilah mereka alas kaki… Ya Allah, sesungguhnya mereka itu telanjang, maka berilah mereka pakaian.” Masing-masing dari mereka yakin bahwa mereka menuntut dengan cara yang hak bukan dengan cara batil.

Ketika di antara mereka yang fakir sangat antusias untuk memiliki harta adalah agar mereka bisa menyamai mereka yang kaya dalam berinfaq (menafkahkan harta) di jalan Allah. Dari sini kami melihat bahwa sebagian dari mereka mendatangi Rasulullah Saw. sambil gelisah berkata, “Wahai Rasulullah Saw. mereka yang hartanya melimpah juga pergi berperang, mereka mendirikan shalat sebagaimana kami shalat, mereka menjalankan puasa sebagaimana kami puasa, mereka bersedekah dengan harta mereka yang melimpah...” Mereka mencintai harta untuk membantu mereka dalam mewujudkan ridha Allah azza wa jalla.
Rasulullah Saw. terus berjalan, sehingga, ketika beliau telah melewati Madhik (jalan sempit) ash-Shofra’ dan telah melintasi bukit pasir yang ada di antara al-Madhik dan an-Naziyah (tebing), maka di sinilah Rasulullah Saw. membagi harta rampasan perang yang diberikan Allah kepada kaum muslimin dari tangan kaum musyrikin dengan sama banyak.
Rasulullah Saw. tidak membagi harta rampasan perang itu di daerah tempat mereka berperang tidak lain agar tidak menjadi karakter. Kalau saja beliau membaginya di daerah tempat mereka berperang, niscaya mereka akan disibukkan olehnya daripada menjalankan kewajiban. Sehingga dampaknya benar-benar menguntungkan pihak musuh.

14. Kabar gembira tentang kemenangan

Setelah Rasulullah Saw. memperoleh kemenangan, maka Rasulullah Saw. mengirim orang untuk menyampaikan kabar gembira kemenangan pada penduduk Madinah. Ketika Rasulullah Saw. dan para sahabatnya tiba di Madinah al-Munawwarah, maka kaum muslimin menyambutnya dengan memberi selamat atas kemenangan yang Allah karuniakan kepada Rasulullah Saw. dan kaum muslimin yang bersamanya.
Salamah bin Salamah berkata kepada mereka, “Hadiah ucapan selamat apa yang akan kalian berikan kepada kami? Demi Allah, kami tidak bertemu kecuali dengan orang-orang tua yang botak. Jika saja kami bertemu, misalnya saja unta yang diikat, maka kami sembelih dia.” Rasulullah Saw. tersenyum, lalu berkata, “Wahai Ibnu Akhi, mereka semua rakyat biasa.”




Bacaan: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam