Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 25 Desember 2017

Nabi SAW Melakukan Pembersihan Institusi Politik Yahudi Qainuqa’



2. Pembersihan Institusi Politik Bani Qainuqa’

a. Sebab Dilakukannya

Sebab yang sebenarnya dilakukan perang dengan Bani Qainuqa' adalah melaksanakan rencana pembersihan yang telah dirancang oleh Rasulullah Saw. Perang ini merupakan perang pembersihan pertama yang dilakukan oleh Rasulullah Saw.
Namun, yang menjadi sebab segera dilakukannya perang dengan Bani Qainuqa’ adalah bahwa Yahudi Bani Qainuqa’ merupakan Yahudi pertama yang merusak kesepakatan antara mereka dengan Rasulullah Saw. yakni kesepakatan yang beliau buat segera ketika beliau datang di Madinah. Dalam kesepakatan itu terdapat “Di antara mereka wajib saling menolong dan bekerjasama guna memerangi orang yang memerangi salah satu pihak yang terikat dengan perjanjian ini.” Sedang mereka tidak menolong kaum muslimin ketika kaum kafir Quraisy memerangi kaum muslimin di Badar.
Dan termasuk isi kesepakatan itu juga, “Di antara mereka harus saling nasihat-menasihati, dan melakukan kebajikan harus lebih dikedepankan dari melakukan kejahatan.” Mereka pada hari itu malah menyerang wanita muslimah, seperti yang akan kami perlihatkan sebentar lagi.
Adapun sebab langsung dilakukannya perang dengan Bani Qainuqa’ adalah bahwa seorang wanita muslimah datang dengan memakai jilbab. Wanita itu hendak berjualan di pasar Bani Qainuqa’. Dia duduk di dekat tukang emas. Selanjutnya mereka mulai berbuat kurang ajar, mereka ingin wanita itu membuka kain yang menutupi wajahnya, namun wanita itu menolak. Lalu tukang emas itu mendekati ujung baju wanita itu, kemudian mengikatnya pada punggungnya, sehingga ketika ia berdiri, terbukalah aurat wanita itu. Melihat itu, mereka pun tertawa. Karena merasa dilecehkan, wanita itu pun menjerit.

Kemudian, seorang laki-laki di antara kaum muslimin melompat pada tukang emas tersebut, dan membunuhnya. Tukang emas yang dibunuh adalah orang Yahudi, sehingga orang-orang Yahudi sangat marah terhadap orang Islam yang membunuhnya. Akhirnya, mereka beramai-ramai membunuh orang Islam itu. Sebelum meninggal orang Islam itu sempat berteriak minta tolong kepada orang-orang Islam untuk melawan orang-orang Yahudi. Kaum muslimin menjadi sangat marah. Sehingga terjadi pertengkaran antara kaum muslimin dengan Yahudi Bani Qainuqa’.
Rasulullah Saw. mengumpulkan mereka di pasar dan menasehatinya. Rasulullah Saw. bersabda kepada mereka, “Wahai orang-orang Yahudi, waspadalah agar kalian tidak ditimpa siksaan yang pedih dari Allah, seperti yang dialami kaum kafir Quraisy. Masuk Islamlah kalian, sesungguhnya kalian semua tahu bahwa aku Nabi yang diutus oleh Allah. Semua itu kamu temukan dalam kitab kalian, dan Allah telah menjanjikan hal itu kepada kalian.”
Mereka berkata, “Wahai Muhammad, kamu anggap kami ini kaummu. Kamu jangan bermimpi. Memang, kamu telah bertemu dengan suatu komunitas yang tidak memiliki keahlian tentang perang, sehingga kamu punya peluang untuk mengalahkannya. Demi Allah, jika kami benar-benar mau memerangimu, maka kamu benar-benar tahu bahwa kami adalah komunitas orang yang tidak terkalahkan.”
Dan turunlah firman Allah Swt.,

Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (TQS. al-Anfaal [8]: 58)

b. Mereka Tunduk Terhadap Kekuasaan Rasulullah Saw.

Rasulullah Saw. dan pasukannya pergi menuju Yahudi Bani Qainuqa’, sedang benderanya dibawa oleh Hamzah bin Abdul Muththalib. Rasulullah Saw. mengepung mereka selama lima belas hari sejak hari pertama bulan Dzul Qa'dah. Kemudian Allah menancapkan dalam hati mereka rasa takut, sehingga akhirnya mereka tunduk terhadap kekuasaan Rasulullah Saw.

c. Sikap Para Sekutu Bani Qainuqa’

1. Sikap Ibnu Salul

Abdullah bin Ubay bin Salul -pemimpin orang-orang munafik- pergi pada Nabi Saw. ketika beliau telah menguasai Yahudi Bani Qainuqa’. Dia berkata, “Wahai Muhammad, berbuat baiklah terbadap orang-orang yang masih loyal kepadaku.” Rasulullah Saw. berpaling darinya. Lalu, dia memasukkan tangannya ke dalam kantong pakaian pelindung tubuh Rasulullah Saw. Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Menjauhlah dariku.” Rasulullah Saw. tampak marah sehingga mereka lihat wajah beliau kelihatan merah. Lalu, beliau berkata, “Celaka kamu, aku bilang menjauhlah dariku.” Dia berkata, “Tidak! Demi Allah, aku tidak akan menjauh darimu sampai kamu berbuat baik terhadap orang-orang yang masih loyal kepadaku, yaitu 400 orang yang tidak memakai baju besi, dan 300 orang yang memakai baju besi. Sungguh dengan mereka aku akan terlindungi dari golongan merah dan hitam yang akan menyerang secara tiba-tiba. Demi Allah, aku orang yang sangat takut menderita.” Rasulullah Saw. berkata, “Mereka semua untukmu.” Rasulullah Saw. membebaskan dan mengusir mereka dari Madinah dengan tidak boleh membawa sesuatu apapun selain wanita dan anak-anaknya, sedang harta benda mereka harus tetap ada di Madinah. Mereka pergi ke Adzra'at bagian dari wilayah Syam.
Di sini perlu kami jelaskan model politik Rasulullah Saw. untuk menghentikan tingkah laku Abdullah bin Ubay bin Salul, dan tanggapan beliau terhadap tuntutannya. Kami berkata: Abdullah bin Ubay bin Salul adalah orang yang memiliki kedudukan penting dan tinggi di Madinah al-Munawwarah. Ketika Rasulullah Saw. datang ke Madinah, maka kaumnya berkumpul mendatanginya untuk mendapatkan bimbingan dan arahan. Di Madinah, Abdullah bin Ubay bin Salul memiliki banyak pengikut terdiri dari orang-orang dengki, durjana dan sebagian lagi adalah mantan orang-orang yang pernah menduduki kedudukan tinggi di Madinah. Mereka berkonspirasi untuk meloloskan keinginannya.
Di sini disebutkan bahwa Ibnu Salul diberi 700 orang bersenjata di antara mereka untuk melindunginya. Pada saat perang Uhud, Ibnu Salul mampu mengajak orang-orang kembali ke Madinah, padahal mereka sangat dibutuhkan oleh Rasulullah Saw., sehingga ada sepertiga pasukan yang kembali bersama Ibnu Salul. Dengan demikian, mengendalikan orang ini -Ibnu Salul- bukan perkara mudah.
Setelah mengamati langkah-langkah politik Rasulullah Saw. kami dapati bahwa beliau senantiasa mendahulukan stabilitas masalah-masalah dalam negeri. Beliau menilai masalah dalam negeri adalah masalah utama, sebab jika masalah dalam negeri kacau, maka kacaulah segala sesuatu bersamanya. Kalau saja Rasulullah Saw. tidak memperhitungkan dampak dari tingkah laku si kotor -Ibnu Salul- ini, dan kalau saja beliau tidak tanggap memberikan sesuatu yang diinginkan, niscaya dia akan mengagitasi orang-orang. Sehingga terjadinya fitnah (pertumpahan darah) tidak akan ada yang tahu kapan berakhirnya, kecuali Allah. Tentu, keadaan yang demikian itu sama sekali tidak menguntungkan bagi perjalanan dakwah.
Untuk itu, demi kebaikan dakwah dan negara, Rasulullah Saw. menganggap perlu meloloskan sebagian dari apa yang diminta oleh si kotor ini, sebab dengan meloloskan sebagian tuntutannya akan terpelihara stabilitas keamanan dalam negeri. Dan yang harus diingat selalu bahwa si kotor ini senantiasa menampakkan keislamannya, serta diikuti oleh orang-orang munafik yang juga senantiasa menampakkan keislamannya. Dan jika terjadi pertumpahan darah, maka yang terjadi adalah perang saudara yang akan menjatuhkan kredibilitas dakwah Islam, dan akan menghancurkan sendi-sendi kekuatan negara.
Sebab orang yang melihat perang ini dari luar akan berpendapat bahwa kaum muslimin antara yang satu dengan yang lain saling membunuh. Sehingga tersebarlah di seluruh penjuru Jazirah Arab bahwa Muhammad membunuh sahabatnya sendiri. Akibatnya orang-orang takut akan semakin takut. Akhirnya nama baik Negara Islam menjadi rusak, dan orang-orang akan berpaling dari agama Allah.

2. Sikap Ubadah bin Shamit

Antara Ubadah bin Shamit dengan Yahudi Bani Qainuqa’ ada ikatan persekutuan, seperti ikatan persekutuan antara Yahudi Bani Qainuqa’ dengan Abdullah bin Ubay bin Salul. Namun, Ubadah bin Shamit lebih mengutamakan Rasulullah Saw., dan melepaskan ikatan persekutuan dengan mereka. Semua itu dilakukan karena cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, aku jadikan Allah, Rasul-Nya dan kaum mukminin sebagai penolongku, dan aku berlepas diri dari mereka orang-orang kafir dan dari kekuasaannya.” Demikian itu merupakan bukti keimanan dan kepercayaan Ubadah bin Shamit kepada Allah dan Rasul-Nya.

Turunnya al-Qur’an tentang Ubadah dan Ibnu Salul

Tentang Ubadah bin Shamit dan Abdullah bin Ubay bin Salul turun ayat al-Qur’an sebagian dari surat al-Maidah.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nashrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Siapa saja di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zhalim.
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nashrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana." Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.
Dan orang-orang yang beriman mengatakan: "Inikah orang-orang yang bersumpah sungguh-sungguh dengan nama Allah, bahwasanya mereka benar-benar beserta kamu?" Rusak binasalah segala amal mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang merugi.
Hai orang-orang yang beriman, siapa saja di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.
Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Dan siapa saja mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (TQS. al-Maidah [5]: 51-56)

(artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Sumber: Prof. Dr. Muh. Rawwas Qol’ahji, SIRAH NABAWIYAH Sisi Politis Perjuangan Rasulullah Saw., Al-Azhar Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam