Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
Yang termasuk puasa
sunat yang disyariatkan kepada manusia adalah puasa tiga hari dari setiap
bulan. Beberapa nash telah menyebutkannya, dan mendorong orang melakukannya,
serta menyatakan bahwa orang yang melakukannya seolah-olah telah berpuasa
sepanjang tahun secara penuh.
Ini karena, kebaikan
itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali, sehingga puasa tiga hari dari setiap
bulan sama dengan puasa tiga puluh hari, yakni sebulan penuh. Jadi, barangsiapa
yang mendawamkan hal ini setiap
bulannya, maka seolah-olah dia telah berpuasa sebulan penuh pada tiap bulannya
dan sepanjang tahun. Inilah shiyam ad-dahri (puasa
setiap hari sepanjang tahun) yang sebenarnya (yang benar).
Selain kebaikan dan
pahala di akhirat, keutamaan puasa tiga hari ini adalah mensucikan dada dan
hati dari segala kotoran dan penyakit, seperti penyakit was-was, dendam,
dengki, permusuhan dan sebagainya. Seorang Muslim sudah seharusnya melakukan
puasa ini agar bisa mendapat kebaikannya di dunia, sebelum menuai pahalanya
kelak di Akhirat.
Inilah sejumlah nash
yang menyebutkan hal itu:
1. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata:
“Kekasihku telah
berwasiat kepadaku dengan tiga hal yang tidak boleh aku tinggalkan hingga aku
mati, (yaitu) puasa tiga hari dari setiap bulan, shalat dhuha, dan tidur dalam
keadaan berwitir.” (HR. Bukhari [1 176], Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Tirmidzi,
Ahmad dan ad-Darimi)
2. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: aku
mendengar Rasulullah Saw. bersabda.
“Bulan penuh kesabaran
(yakni bulan Ramadhan) ditambah dengan puasa tiga hari dari setiap bulan,
(nilainya sama dengan) puasa sepanjang tahun.” (HR. an-Nasai [2408], Ahmad,
Ibnu Hiban, Abu Dawud at-Thayalisi)
3. Dari Abdullah bin Amrra R,asulullah Saw.
berkata kepadaku:
“Sesungguhnya cukup
bagimu untuk berpuasa tiga hari dari setiap bulan, karena bagimu dari setiap
kebaikan itu sepuluh kali lipatnya, dan sesungguhnya hal itu sama dengan
berpuasa sepanjang tahun seluruhnya.” (HR. Bukhari [1975])
Ibnu Hibban dan
at-Thahawi telah meriwayatkan hadits serupa dengan redaksi kalimat yang sedikit
berbeda.
4. Dari Abdullah bin Amr ra., ia berkata:
“Rasulullah Saw.
diberitahu bahwa aku berucap: Demi Allah, aku akan terus berpuasa setiap hari,
dan akan terus bangun untuk shalat pada setiap malam selama aku hidup. Maka aku
berkata kepadanya: Sungguh aku telah mengucapkan sumpah itu. Beliau Saw. berkata:
“Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal itu. Berpuasalah lalu
berbukalah, bangun malamlah lalu tidurlah, dan berpuasalah tiga hari dari satu
bulan, karena sesungguhnya kebaikan itu dilipatgandakan sepuluh kali, dan itu
(jika dilakukan) menyamai puasa sepanjang tahun.” (HR. Bukhari [1976], Muslim,
Abu Dawud, an-Nasai dan Ahmad)
Sebelumnya, hadits ini
telah kami cantumkan dalam poin 2 pembahasan “Puasa
Sehari, Berbuka Sehari.”
5. Dari Utsman bin Abil Ash ra., ia berkata:
aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Puasa yang baik
adalah (puasa) tiga hari dari satu bulan.” (HR. an-Nasai [2411], Ahmad, Ibnu
Hibban, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Abi Syaibah)
6. Dari Abu Dzar ra., ia berkata: Rasulullah
Saw. bersabda:
“Barangsiapa yang
berpuasa tiga hari dari setiap bulan, maka itu (senilai dengan) puasa sepanjang
tahun. Lalu Allah Swt. menurunkan firman yang membenarkan hal itu dalam
kitab-Nya: “Barangsiapa yang membawa amal yang baik maka baginya (pahala)
sepuluh kali lipat amalnya, dan puasa satu hari itu (pahalanya dilipatgandakan
menjadi) sepuluh hari.” (HR. Ibnu Majah [1708])
Diriwayatkan dan dihasankan oleh Tirmidzi. Diriwayatkan pula oleh
Ahmad, Ibnu Hibban, dan Abu Dawud at-Thayalisi dengan redaksi kalimat yang
berbeda. Hadits ini pun dihasankan oleh
as-Suyuthi.
7. Dari Muawiyah bin Qurrah dari ayahnya, yakni
Qurrah bin Iyas, dari Nabi Saw.:
“Beliau Saw. bersabda
tentang puasa tiga hari dari sebulan: “Puasa sepanjang tahun, walaupun dia
berbuka sepanjang tahun.” (HR. Ahmad [16357], al-Bazzar, Thabrani dalam kitab al-Mu'jam al-Kabir)
Al-Haitsami berkata:
para perawi yang diriwayatkan oleh Ahmad adalah perawi yang shahih. Makna ucapan: puasa sepanjang tahun
walaupun dia berbuka sepanjang tahun: bahwa seorang Muslim walaupun dia tidak
berpuasa setiap hari seluruhnya, kecuali tiga hari dari setiap bulan saja, maka
telah dituliskan untuknya telah berpuasa sepanjang tahun sepenuhnya.
8. Dari Yazid bin Abdillah bin Syikhkhair, dari
al-A'rabi, dia berkata: aku mendengar Rasulullah Saw. bersabda:
“Puasa pada bulan
kesabaran (bulan Ramadhan-pen.) dan
puasa tiga hari dari setiap bulan akan menghilangkan kedengkian hati.” (HR.
Ahmad [23458], Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan at-Thabrani dalam kitab al-Mu’jam al-Kabir)
Diriwayatkan juga oleh
al-Bazzar [1057] dengan lafadznya melalui jalur Ibnu Abbas ra. An-Nasai [2385]
meriwayatkan hadits ini dari salah seorang sahabat Nabi Saw. dengan lafadz:
“Maukah engkau aku
beritahu sesuatu yang bisa menghilangkan kedengkian hati? Puasa tiga hari dari
setiap bulan.”
Tidak diketahuinya
seorang sahabat (dalam jalur periwayatan) tidak menjadi masalah, karena seluruh
sahabat itu dipandang adil.
Hadits-hadits di atas
menunjukkan sangat dianjurkannya puasa tiga hari dari setiap bulan, dan inilah
yang disepakati oleh para ahli fikih seluruhnya. Akan tetapi, mereka berbeda
pendapat dalam menentukan tiga hari ini. Abu Hanifah dan dua sahabatnya, as-Syafi'i
dan para sahabatnya, Ahmad, Ishaq bin Rahuwaih, dan Ibnu Hubaib dari kalangan
Malikiyah berpendapat bahwa tiga hari itu adalah tanggal 13, 14 dan 15 dari
setiap bulannya, dan inilah yang dikatakan oleh Umar bin Khattab, Abdullah bin
Mas’ud dan Abu Dzar, serta banyak orang dari kalangan tabi’in.
Sedangkan Malik
memakruhkan penentuan seperti itu, dan menurut sunahnya adalah puasa tiga hari
tanpa ditetapkan tanggal tertentu. Al-Hasan al-Bashri sangat menganjurkan tiga
hari itu sebagai hari-hari di awal bulan. Ibrahim an-Nakha'i sangat
menganjurkan tiga hari itu sebagai tiga hari di akhir bulan. Ibnu Sya'ban dari
kalangan Malikiyah menganjurkan hari pertama dari setiap bulan, hari ke-11, dan
hari ke-20. Sedangkan satu golongan lagi sangat menganjurkan dilakukan pada dua
hari, Senin dan Kamis, hal ini dikatakan oleh al-Iraqi.
Pendapat yang benar
yang harus dipegang adalah bahwa tiga hari yang paling utama untuk berpuasa itu
tergantung dari dua kondisi: adakalanya
dilakukan pada hari-hari al-biidh al-ghurr, yakni hari ke-13, ke-14, dan ke-15 dari suatu bulan,
dan adakalanya tiga hari puasa itu dilakukan pada hari Senin dan Kamis.
Nash-nash yang ada telah menyebutkan dua kondisi ini, sehingga sangat
dianjurkan untuk berpuasa tiga hari itu dilaksanakan pada keduanya, tanpa ada
pengutamaan salah satu dari yang lainnya.
Karenanya, keliru
orang yang membatasi anjuran itu pada salah satunya saja, sama kelirunya dengan
orang yang memakruhkan penetapan waktunya, serta orang yang berpendapat tanpa
dengan dua kondisi ini. Dalam berbagai literatur yang saya baca, saya tidak menemukan
seorang ahli fikih yang menganjurkan dua kondisi ini dalam satu tempat.
Sekarang saya akan
menyebutkan beberapa nash yang mendorong puasa tiga hari di hari-hari al-biidh al-ghurr. Setelahnya, saya akan
menyebutkan nash-nash yang mendorong puasa tiga hari pada hari Senin dan Kamis:
Pertama: Nash-nash yang
mendorong puasa tiga hari dilaksanakan pada hari-hari al-biidl al-ghurr.
1. Dari Jarir bin Abdillah ra., dari Nabi Saw.,
beliau Saw. bersabda:
“Puasa tiga hari dari
setiap bulan itu menyamai puasa ad-dahru (puasa setiap hari sepanjang tahun),
dan hari-hari al-biidh itu adalah pagi hari ketiga belas, empat belas dan lima
belas.” (HR. an-Nasai [2420] dengan sanad yang shahih)
Diriwayatkan pula oleh
Thabrani dalam kitab al-Mu’jam as-Shagir,
oleh Abu Ya'la dan al-Baihaqi dalam as-Syu'ab.
2. Dari Milhan al-Qaisi ra., ia berkata:
“Rasulullah Saw. biasa
memerintahkan kami untuk berpuasa pada hari al-biidh: (yaitu, hari ke) tiga
belas, empat belas, dan lima belas. Dia berkata: dia berkata: (Puasa) tiga hari
ini semisal (puasa) sepanjang tahun.” (HR. Abu Dawud [2449], an-Nasai, Ibnu
Majah, Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi)
3. Dari Abu Dzar ra., ia berkata:
“Rasulullah Saw.
memerintahkan kami untuk berpuasa dari suatu bulan (selama) tiga hari, yakni
pada hari-hari al-biidh: (hari ke) tiga belas, empat belas dan lima belas.”
(HR. an-Nasai [2423], dan Tirmidzi)
Hadits ini dihasankan oleh Tirmidzi. Diriwayatkan pula oleh
Ahmad, Ibnu Hibban, al-Baihaqi, dan Abu Dawud at-Thayalisi.
4. Dari Musa bin Thalhah, dari Abu Hurairah
ra., ia berkata:
“Seorang Arab dusun
datang menemui Rasulullah Saw. sambil membawa kelinci yang telah dipanggangnya,
lalu diletakkannya di depan dirinya. Rasululllah Saw. menahan diri dan tidak
makan, lalu beliau Saw. memerintahkan orang-orang untuk makan, tetapi orang Arab
dusun itu pun tidak makan. Maka Nabi Saw. bertanya: “Apa yang menghalangimu
makan?” Dia berkata: Sesungguhnya aku sedang berpuasa tiga hari dari bulan ini.
Beliau Saw. berkata: “Jika engkau ingin berpuasa, maka lakukanlah puasa pada
hari-hari al-ghurr.” (HR. an-Nasai [2421], Ibnu Hibban dan Ahmad dengan sanad
yang shahih)
Dalam riwayat an-Nasai
[2428] dari jalur Musa bin Thalhah ditemukan lafadz:
“Maka Nabi Saw.
bertanya kepadanya: “Mengapa engkau tidak makan?” Dia berkata: Sesungguhnya aku
sedang berpuasa. Maka Nabi Saw. bertanya kembali kepadanya: “Mengapa tidak
dilakukan pada tiga hari al-biidh, yakni hari ketiga belas, empat belas dan
lima belas?”
Lafadz ini menafsirkan
ucapan beliau Saw. dalam riwayat sebelumnya, yang menyebutkan:
“Maka lakukanlah puasa
pada hari-hari al-ghurr.”
Bahkan an-Nasai telah
menyebutkan beberapa riwayat yang serupa dengan riwayat ini.
Kedua: Nash-nash yang
mendorong puasa tiga hari dilaksanakan pada hari Senin dan Kamis.
1. Dari Abdullah bin Umar ra.:
“Bahwa Rasulullah Saw.
biasa berpuasa tiga hari dari setiap bulan, hari Senin awal bulan, hari Kamis
yang berikutnya, kemudian hari Kamis yang berikutnya.” (HR. an-Nasai [2414]
dengan sanad jayyid)
Hadits ini
diriwayatkan pula oleh Ahmad [5643] dengan lafadz:
“Nabi Saw. biasa
berpuasa tiga hari dari setiap bulan: hari Kamis awal bulan, hari Senin
berikutnya, dan hari Senin berikutnya.”
2. Dari Ummu Salamah ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. memerintahkan untuk berpuasa tiga hari: Kamis yang pertama, Senin, dan
Senin.” (HR. an-Nasai [2419] dan Ahmad)
3. Dari Ummu Salamah ra., ia berkata:
“Adalah Rasulullah
Saw. biasa berpuasa dari setiap bulan selama tiga hari: Senin dan Kamis dari
Jumat yang ini, dan hari Senin pada Jumat mendatang.” (HR. An-Nasai [2465])
Ucapan: Jumat ini
maksudnya adalah minggu ini, di mana kata Jumat terkadang disebutkan dengan
maksud suatu minggu (al-usbu').
4. Dari Hunaidah al-Khuza'I, dari ibunya, dia
berkata:
“Aku mengunjungi Ummu
Salamah dan bertanya kepadanya tentang puasa. Maka dia berkata: Rasulullah Saw.
memerintahkan aku untuk berpuasa tiga hari dari setiap bulan, yang pertamanya
adalah Senin dan Kamis.” (HR. Abu Dawud [2452] dan al-Baihaqi)
Diriwayatkan pula oleh
Imam Ahmad [27013] dengan lafadz:
“Adalah Rasulullah
Saw. memerintahkan aku untuk berpuasa tiga hari dari setiap bulan. Yang pertama
adalah Senin, Jum’at dan Kamis.”
5. Dari Hafshah ra., isteri Nabi Saw.:
“Bahwa Nabi Saw. biasa
berpuasa tiga hari dari setiap bulan: hari Senin, hari Kamis, dan hari Senin
dari minggu yang lain.” (HR. Ahmad [2699], Abu Dawud dan al-Baihaqi)
Siapa saja yang
memilih berpuasa tiga hari di pertengahan bulan: (hari ke) tiga belas, empat
belas dan lima belas, maka itu pilihan yang baik. Dan siapa yang memilih
berpuasa tiga hari pada hari Senin dan Kamis, maka itupun pilihan yang baik.
Nash-nash ini dan nash-nash sebelumnya, menjadi argumentasi penyanggah pendapat
Malik yang mengatakan makruhnya menetapkan hari-hari tertentu untuk puasa tiga
hari ini. Saya tidak melihat dia memiliki syubhat dalil apapun kecuali yang
diriwayatkan Muslim [2744], Ibnu Majah, Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Hibban, Ibnu
Khuzaimah, dan al-Baihaqi dari Mu'adzah al-Adawiyah:
“Bahwa dia bertanya
kepada Aisyah ra., isteri Nabi Saw.: Apakah Rasulullah Saw. biasa berpuasa tiga
hari dari setiap bulan? Aisyah berkata: Ya. Maka aku bertanya kepadanya:
Hari-hari apakah beliau Saw. biasa berpuasanya? Dia berkata: Beliau Saw. tidak
memperhatikan hari apa dari bulan itu beliau Saw. berpuasa.”
Hadits dan perkataan
terakhir dari Aisyah ini harus dipahami sebagai penyebutan puasa yang biasa dan
populer dilakukan oleh Rasulullah Saw., di mana yang biasa dan populer
dilakukan oleh Rasulullah Saw. adalah bahwa beliau Saw. biasa berpuasa lebih
dari tiga hari dari suatu bulan. Karena itu, ucapan Aisyah yang menyebutkan
puasa yang biasa dan populer dilakukan oleh Rasulullah Saw. ini bukanlah ucapan
yang ditujukan untuk membatasi pada puasa tiga hari saja, sehingga orang
yang banyak berpuasa -seperti berpuasa sepuluh hari dari satu bulan- maka dia
tidak melakukannya terbatas pada hari-hari al-biidh saja, juga tidak terbatas
pada hari Senin dan Kamis saja, bahkan hal ini tidak menyalahi nash-nash di
atas sama sekali. Jadi, semata-mata menyebutkan puasa sunat secara umum.
Sedangkan hadits-hadits kami sebelumnya khusus terkait puasa tiga hari.
(artikel ini tanpa
tulisan Arabnya)
Sumber: Tuntunan Puasa
Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul
Izzah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar