Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Senin, 04 September 2017

Tatacara Mandi Wajib Mandi Junub Janabah



BAB DELAPAN

MANDI

Al-Ghuslu, ketika didhammahkan menjadi isim (kata benda) untuk al-ightisal (mandi) dan sebutan untuk air yang digunakan untuk mandi. Dan ketika difathahkan menjadi bentuk mashdar (infinitive). Mandi itu menurut faktanya adalah menyiramkan air ke seluruh tubuh tanpa perlu menggosok tubuh tersebut.
Perintah untuk mandi terdapat dalam al-Qur’an al-Karim. Allah Swt. berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (TQS. an-Nisa [4]: 43)

Selain itu, terdapat beberapa hadits yang memerintahkan mandi, menjelaskan sifat dan tata caranya.

Sifat Mandi

Beberapa hadits berikut menjelaskan sifat mandi.

1. Dari Aisyah ra., dia berkata:

“Rasulullah Saw. ketika mandi junub, beliau memulai dengan membasuh kedua tangannya, kemudian menuangkan air dengan tangan kanannya ke tangan kirinya, lalu beliau Saw. mencuci kemaluannya, setelah itu berwudhu seperti wudhu yang dilakukannya untuk menunaikan shalat, kemudian menciduk air dan mengurai-urai pangkal rambutnya dengan jari-jemarinya, hingga ketika beliau Saw. merasa cukup maka beliau Saw. menyiram kepalanya sebanyak tiga kali, lalu menyiramkan air ke seluruh tubuhnya, kemudian beliau Saw. mencuci kedua kakinya.” (HR. Muslim dan Bukhari)

Dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari terdapat redaksi:

“Kemudian beliau Saw. menyela-nyela rambutnya dengan tangannya, hingga ketika beliau Saw. merasa bahwa beliau telah membasahi kulit (kepala) maka beliau Saw. mencurahkkan air tiga kali ke atas kepalanya.”

2. Dari Maimunah ra., dia berkata:

“Aku pernah menyediakan air untuk mandi Rasulullah Saw., kemudian beliau Saw. mengucurkan air pada kedua tangannya, membasuhnya dua atau tiga kali, lalu beliau Saw. menuangkan air dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya, kemudian mencuci kemaluannya, setelah itu beliau Saw. menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau Saw. berkumur-kumur dan beristinsyaq (membersihkan hidung dengan cara menghirup air), membasuh muka dan dua tangannya, dan membasuh kepalanya tiga kali, kemudian beliau Saw. mengguyur seluruh tubuhnya. Setelah itu beliau Saw. bergeser dari tempatnya, lalu mencuci kedua kakinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam satu hadits yang diriwayatkan Bukhari dari Maimunah, dia berkata:

“Kemudian aku menyodorkan kain handuk, namun beliau Saw. menolaknya, beliau Saw. malah membersihkan (mengeringkan tubuh) dengan tangannya.”

Sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan Muslim disebutkan:

“Kemudian aku menyodorkan kain handuk, tetapi beliau Saw. menolaknya.”

3. Dari Aisyah ra., dia berkata:

“Rasulullah Saw. tidak berwudhu setelah mandi.” (HR. an-Nasai, Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah)

At-Tirmidzi meriwayatkan hadits ini juga dan berkata: status hadits ini hasan shahih.

4. Dari Ummu Salamah ra., dia berkata:

“Aku berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah wanita yang suka mengepang rambut dengan kuat, apakah aku harus menguraikannya ketika mandi junub? Beliau Saw. berkata: “Jangan, engkau cukup menciduk air (dan mengucurkannya ke) kepalamu tiga genggaman, kemudian engkau curahkan air ke atas tubuhmu, maka engkau sudah suci.” (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawud dan an-Nasai)

5. Dari Tsauban bahwasanya mereka meminta fatwa (bertanya) kepada Nabi Saw. tentang hal itu -yakni tentang mandi janabah- maka Nabi Saw. bersabda:

“Hendaknya seorang lelaki mengguyur kepalanya, dan membasuhnya hingga ke pangkal rambut, sedangkan wanita tidak harus melepaskan ikatan rambut kepalanya, hendaknya dia menciduk air untuk dituangkan ke atas kepalanya tiga kali cidukan dengan kedua belah telapak tangannya.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang dikuatkan oleh as-Syaukani).

6. Dari Abu Salamah dari Aisyah ra., bahwasanya Aisyah menjelaskan tatacara mandi janabah Rasulullah Saw., di dalamnya disebutkan:

“Kemudian beliau Saw. berkumur-kumur tiga kali, beristinsyaq tiga kali, membasuh mukanya tiga kali, membasuh dua tangannya tiga kali, lalu beliau mengguyurkan air ke atas kepala dan tubuhnya. Setelah selesai barulah beliau Saw. membasuh kedua kakinya.” (HR. al-Baihaqi)

Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hajar.

7. Dari Abu Salamah, dia berkata:

“Aku dan saudara lelaki Aisyah mengunjungi Aisyah, lalu saudaranya itu bertanya kepada Aisyah tentang tatacara mandi yang dilakukan Nabi Saw. Kemudian Aisyah meminta satu wadah air kira-kira sebanyak satu sha, lalu Aisyah mandi dan mengucurkan air ke atas kepalanya. Di antara kami dengan Aisyah ada hijab.” (HR. Bukhari)

8. Dari Ibnu Abbas ra., dia berkata: Maimunah berkata:

“Aku meletakkan air mandi untuk Nabi Saw., kemudian beliau Saw. membasuh kedua tangannya dua atau tiga kali, lalu menuangkan air ke tangan kirinya dan membasuh kemaluannya, kemudian beliau mengusapkan tangannya dengan tanah, setelah itu beliau Saw. berkumur-kumur, beristinsyaq (membersihkan hidung dengan cara menghirup air), membasuh wajahnya dan kedua tangannya, kemudian beliau Saw. mengguyurkan air ke tubuhnya. Setelah itu beliau Saw. berpindah tempat dan membasuh kedua kakinya.” (HR. Bukhari)

Dan dalam riwayat Bukhari lainnya disebutkan:

“Rasulullah Saw. berwudhu seperti wudhu untuk shalat tanpa mencuci kedua kakinya. Beliau Saw. mencuci kemaluannya dan kotoran yang menempel pada kemaluannya, kemudian menyiramkan air ke tubuhnya, lalu beliau Saw. menggeserkan kedua kakinya dan kemudian mencuci keduanya.”

Dalam riwayat Bukhari yang ketiga:

“Beliau Saw. menuangkan air dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya, membasuh kedua tangannya itu dan mencuci kemaluannya, kemudian beliau Saw. mengusapkan tangannya ke tanah lalu membasuhnya, kemudian beliau Saw. berkumur-kumur dan beristinsyaq. Setelah itu beliau Saw. membasuh wajahnya dan mengucurkan air ke atas kepalanya, kemudian beliau Saw. bergeser lalu membasuh kedua kakinya.”

Dalam riwayat Bukhari yang keempat:

“Kemudian beliau Saw. menuangkan air ke atas tangannya, mencucinya sekali atau dua kali, lalu beliau Saw. menuangkan air dengan tangan kanannya ke atas tangan kirinya, mencuci kemaluannya, kemudian menggosokkan tangannya ke tanah atau ke dinding. Setelah itu beliau Saw. berkumur-kumur dan beristinsyaq (membersihkan hidung dengan cara menghirup air), membasuh wajahnya dan kedua tangannya, membasuh kepalanya, kemudian mengguyurkan air ke tubuhnya. Setelah itu beliau Saw. bergeser, lalu mencuci kedua kakinya.”

9. Dari Aisyah ra., dia berkata:

“Adalah Rasulullah Saw. ketika hendak mandi junub, beliau meminta satu wadah seukuran tempat memerah susu yang berisi air, lalu beliau Saw. menciduk air dengan telapak tangannya, kemudian memulai bagian kanan kepalanya kemudian bagian kirinya. Setelah itu beliau menciduk air dengan kedua telapak tangannya, lalu mengucurkannya ke atas kepalanya.” (HR. Muslim dan Bukhari)

Dengan mencermati sembilan hadits ini, nampak jelas bahwa mandi itu ada yang mujzi (cukup), dan adapula yang lebih sempurna. Kedua jenis mandi tersebut legal adanya.

Mandi Mujzi

Mandi yang cukup (mujzi) adalah sebagai berikut: Orang yang hendak mandi harus berniat menghilangkan hadats besar, kemudian mengucurkan air ke atas kepalanya, lalu ke seluruh badannya. Dan ini cukup dilakukan satu kali saja.

Mandi yang mujzi disimpulkan dari beberapa dalil berikut:

a. Hadits “sesungguhnya sahnya amal itu bergantung pada niat.” Hadits ini telah kami bahas di bagian awal buku ini. Hadits ini layak untuk menetapkan niat untuk segala macam ibadah, termasuk wudhu dan mandi.

b. Hadits Maimunah dengan beragam riwayatnya:

1. Riwayat pertama:

“Kemudian beliau menyiram tubuhnya.”

Tanpa menyebutkan bilangan, tidak menyebutkan kepala; membasuh kepala termasuk ke dalam membasuh badan, sehingga hukum dan sifat membasuh kepala disamakan dengan hukum dan sifat membasuh badan.

2. Riwayat kedua:

“Kemudian beliau Saw. menyiramkan air ke (tubuh)nya.”

Tanpa menyebutkan tubuh dan tanpa menyebutkan bilangan, sehingga membasuh kepala dan bagian tubuh lainnya diposisikan sama.

3. Riwayat ketiga:

“Dan beliau Saw. menyiram kepalanya.”

Hadits tersebut menyebutkan menyiram kepala, tidak menyebutkan menyiramkan air ke tubuh, dan tidak menyebutkan bilangan. Ini menunjukkan bahwa hukum mengguyur kepala disamakan dengan mengguyur tubuh.

4. Riwayat keempat:

“Dan beliau Saw. membasuh kepalanya, kemudian menyiram tubuhnya.”

Hadits tersebut menyebutkan membasuh kepala dan menyiram tubuhnya dengan air, tanpa menyebutkan bilangan. Dengan demikian guyuran air dilakukan ke atas kepala dan ke bagian tubuh yang lain tanpa batasan bilangan guyuran.

c. Hadits Ummu Salamah yang keempat:

“Kemudian hendaknya engkau menyiramkan air ke (tubuh)-mu maka engkau akan suci.”

Hadits tersebut tidak menyebutkan membasuh atau menggeser dua kaki, ini menunjukkan bahwa membasuh kedua kaki itu dipandang termasuk ke dalam membasuh badan. Hadits Maimunah dengan beragam riwayatnya ini menunjukkan bahwa membasuh kepala tiga kali yang disebutkan dalam beberapa hadits lain itu tidak wajib hukumnya.

Karena mandi yang mujzi (cukup) itu adalah mandi dalam bentuk minimal, artinya mandi yang meliputi perkara yang bersifat wajib saja dalam mandi, tanpa tambahan perkara yang disunahkan, maka tiga hadits ini menyampaikan mandi dalam bentuk minimal, sehingga darinya bisa dijelaskan bahwa mandi yang mujzi (cukup) itu adalah: niat, membasuh kepala satu kali, membasuh seluruh badan yang lainnya satu kali, tanpa tambahan apapun. Jadi, siapa saja yang melakukan tiga perkara tersebut maka dipandang telah menghilangkan janabah (junub), dan dengannya dia bisa melakukan shalat, menyentuh mushaf dan thawaf, tanpa perlu berwudhu lagi. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Aisyah yang ketiga:

“Rasulullah Saw. tidak berwudhu setelah mandi.”

Bisa jadi ada orang yang berkata: “Sesungguhnya hadits-hadits ini secara umum menyebutkan membasuh kepala tiga kali dan badan satu kali, maka mengapa tidak dikatakan membasuh kepala yang tiga kali itulah yang cukup memadai, terlebih lagi hadits Ummu Salamah menyebutkan:

“Engkau cukup mengucurkan air ke atas kepalamu tiga kali, kemudian engkau menyiramkan air ke atas (tubuh)-mu, maka engkau telah suci.”

sehingga memasukkan membasuh kepala tiga kali ketika mandi sebagai kecukupan, dalam arti basuhan kurang dari tiga kali dipandang tidak cukup?”
Untuk menjawab nya kita katakan bahwa hadits Aisyah pada nomor sembilan menyebutkan:

“Lalu beliau Saw. menciduk air dengan telapak tangannya, kemudian memulai bagian kanan kepalanya, kemudian bagian kirinya. Setelah itu beliau menciduk air dengan kedua telapak tangannya, lalu mengucurkannya ke atas kepalanya.”

Dengan tegas hadits ini menjelaskan bahwa satu bagian dari kepala itu tidak dibasuh tiga kali, karena air yang disiramkan ke bagian kanan kepala tidak mengenai bagian kirinya, dan ini menafikan kewajiban membasuh kepala tiga kali, sehingga darinya bisa didapatkan pemahaman bahwa bilangan tiga kali itu tidak wajib hukumnya. Inilah mandi yang mujzi (cukup).

Mandi yang Lebih Sempurna

Sifat dan tatacara mandi yang lebih sempurna adalah sebagai berikut: Berniat menghilangkan hadats besar, membasuh tangan tiga kali, membasuh kemaluan, berkumur tiga kali, beristinsyaq tiga kali, membasuh wajah tiga kali, menyela-nyela janggut, membasuh dua tangan hingga dua siku tiga kali, menyela-nyela rambut hingga membasahi akar rambut, mengucurkan air ke atas kepala tiga kali, mengguyurkan air ke seluruh badan satu kali, kemudian membasuh dua kaki. Dengan cara seperti ini hadats besar bisa dihilangkan sekaligus dipandang telah mandi dengan cara yang paling utama dan paling sempurna.
Mandi seperti ini mencakup seluruh perkara wajib dan sunah mandi. Karena itu seorang Muslim disunahkan untuk mandi seperti ini. Dan ketika seseorang memilih mandi seperti ini tetapi melakukan basuhan satu kali-satu kali, maka dia dipandang telah mandi dengan cara di bawah mandi paling sempurna, tetapi di atas mandi yang cukup.

Cara mandi wanita persis dengan lelaki, tetapi kaum lelaki disunahkan untuk menyela-nyela rambut kepala, sedangkan kaum wanita tidak disunahkan. Hadits Ummu Salamah menyebutkan:

“Apakah aku harus menguraikan ikatan tersebut saat mandi junub? Beliau Saw. berkata: “Jangan.”

Kalimat dalam hadits ini menunjukkan bahwa mengurai ikatan rambut bagi seorang wanita itu tidak wajib dan tidak sunah.


Bacaan: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam