Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 05 September 2017

Dalil Wajib Mandi Karena Junub



BAB SEMBILAN

BEBERAPA PERKARA YANG MEWAJIBKAN MANDI

Mandi itu menjadi wajib karena beberapa sebab berikut:

1. Junub, terjadi dengan bertemunya dua alat kelamin karena persetubuhan, karena keluarnya mani dalam mimpi, atau karena keluarnya mani dalam kondisi sadar.
2. Seorang kafir ketika masuk Islam.
3. Kematian.
4. Haid.
5. Nifas dan melahirkan.

Pertama: Junub

Wajibnya mandi karena junub menjadi sesuatu yang sudah disepakati kaum Muslim. Persoalan ini termasuk perkara ma'lum min ad-diin bi ad-dharurah (perkara agama yang pasti diketahui). Kewajiban ini telah ditunjukkan oleh nash-nash al-Qur’an dan Sunnah Nabawi yang mulia, yang akan kami sebutkan di antaranya sebagai berikut:

1. Al-Qur’an Surat an-Nisa: 43

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (TQS. an-Nisa [4]: 43)

2. Al-Qur’an Surat al-Maidah: 6

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah.” (TQS. al-Maidah [5]: 6)

3. Dari Khaulah binti Hakim, dia berkata:

“Aku bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang wanita yang bermimpi dalam tidurnya. Beliau Saw. menjawab: “Jika melihat air maka hendaklah dia mandi.” (HR. an-Nasai dan Ahmad)

An-Nasai dan Muslim meriwayatkan dari Anas:

“Bahwasanya Ummu Sulaim bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang wanita yang bermimpi dalam tidurnya seperti halnya laki-laki. Maka Rasulullah Saw. menjawab: “Jika wanita itu mengeluarkan air, maka hendaklah dia mandi.”

4. Dari Ali ra., dia berkata:

“Aku bertanya kepada Nabi Saw. tentang madzi. Beliau Saw. menjawab: “Berwudhu itu karena (keluar) madzi, dan mandi itu karena (keluar) mani.” (HR. Tirmidzi, dan ia berkata: Hadits ini hasan shahih)

Hadits ini diriwayatkan pula oleh an-Nasai dan Abu Dawud.

An-Nasai meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Dia berkata: Aku seorang lelaki yang gampang keluar madzi, maka aku bertanya kepada Nabi Saw. Kemudian beliau Saw. berkata: “Jika engkau melihat madzi maka berwudhulah dan cucilah dzakarmu, dan jika engkau melihat air yang keruh maka mandilah.”

5. Dari Aisyah ra. dia berkata: Rasulullah Saw. bersabda:

“Jika seorang lelaki duduk di antara empat cabang (dua tangan dan dua kaki-pen.) isterinya, dan alat kelamin bersentuhan dengan alat kelamin, maka sungguh telah wajib mandi.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Tirmidzi telah meriwayatkan hadits ini dengan redaksi:

“Jika alat kelamin melewati alat kelamin maka wajib mandi.” (HR. Tirmidzi. Dia berkata: hadits ini hasan shahih)

Dua ayat al-Qur’an telah menyebutkan mandi dengan sebab junub:

“(jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi” [an-Nisa: 43]; “dan jika kamu junub maka mandilah” [al-Maidah: 6]. Keduanya memiliki bentuk global (ijmal) tanpa rincian (tafshil), sedangkan hadits-hadits di atas ada yang berbentuk global dan ada juga yang diberi rincian.
Hadits Khaulah dan Ummu Sulaim menyebutkan mimpi dengan disertai keluarnya air mani, baik laki-laki ataupun perempuan.
Hadits Ali dengan dua jalur riwayatnya itu menyebutkan keluarnya mani secara mutlak tanpa diberi batasan apakah penyebabnya itu persetubuhan, mimpi, ataukah dalam keadaan sadar tapi tidak dengan persetubuhan.
Sedangkan hadits Aisyah menyebutkan alat kelamin bersentuhan dengan alat kelamin, atau alat kelamin melewati alat kelamin, dan ini terjadi dalam persetubuhan dengan tanpa menyebutkan keluarnya air mani.

Semua hadits tersebut telah menyebutkan beberapa perkara yang menyebabkan junub. Junub bisa terjadi karena bertemunya dua alat kelamin (berdasarkan hadits Aisyah), karena mimpi dengan disertai keluarnya mani (berdasarkan hadits Khaulah dan Ummu Sulaim), dan karena keluarnya mani secara mutlak (berdasarkan hadits Ali).
Inilah junub, dan inilah tiga kondisi yang menyebabkan seseorang dipandang berjunub sehingga orang tersebut diwajibkan mandi. Seandainya seorang lelaki mengkhayalkan seorang wanita, melihat wanita, atau dia mencium isterinya hingga keluar mani, maka dia diwajibkan untuk mandi. Seandainya dia menyetubuhi isterinya hingga keluar mani ataupun tidak keluar mani, maka dia diwajibkan untuk mandi. Dan seandainya dia bermimpi hingga keluar mani, maka dia diwajibkan untuk mandi. Semua itu adalah junub.

Dengan mencermatinya kita akan melihat bahwa semua kondisi ini bisa dipadukan menjadi dua kondisi saja; yakni keluarnya mani, dan masuknya alat kelamin lelaki (penis) ke dalam alat kelamin wanita (vagina), atau apa yang disebut dengan persentuhan alat kelamin dengan alat kelamin atau ilaj (masuknya alat kelamin ke dalam alat kelamin). Keluarnya mani dan masuknya alat kelamin merupakan dua kondisi penyebab junub, sehingga keduanya menyebabkan seseorang harus mandi. Dari Aisyah isteri Nabi Saw. dia berkata:

“Seseorang bertanya kepada Nabi Saw. tentang laki-laki yang menyetubuhi isterinya kemudian mengendor (tidak sampai keluar mani), apakah keduanya diwajibkan untuk mandi, dan Aisyah sedang duduk. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Sesungguhnya aku sendiri dengan wanita ini (Aisyah) pernah melakukan hal seperti itu, kemudian kami mandi.” (HR. Muslim)

Ini merupakan nash yang tegas dan jelas tentang ilaj (masuknya alat kelamin ke dalam alat kelamin) tanpa disertai keluarnya mani, dan karenanya seseorang wajib mandi berdasarkan nash tersebut. Adapun pernyataan yang dilontarkan sebagian fuqaha bahwa ilaj (masuknya alat kelamin) atau persetubuhan atau bersentuhannya dua alat kelamin tanpa disertai keluarnya mani itu hanya mengharuskan wudhu saja, tidak mewajibkan seseorang untuk mandi, berargumentasi dengan hadits Utsman ra. yang diriwayatkan Zaid bin Khalid al-Juhaniy:

“Bagaimana pendapatmu jika seorang lelaki menyetubuhi isterinya tetapi dia tidak sampai mengeluarkan mani. Utsman berkata: Hendaklah dia berwudhu seperti wudhu yang dilakukan untuk shalat, dan hendaknya dia mencuci dzakarnya. Utsman berkata: Aku mendengar hal itu dari Rasulullah saw. Kemudian aku bertanya pada Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah dan Ubay bin Kaab ra. tentang hal itu, dan mereka memerintahkan hal yang sama.” (HR. Bukhari)

Mereka juga berdalil dengan hadits yang diriwayatkan Abu Said al-Khudri dari ayahnya, dia berkata:

“Aku keluar bersama Rasulullah Saw. pada hari Senin ke Quba, hingga ketika kami berada di Bani Salim, Rasulullah Saw. berhenti di depan pintu rumah Itban. Kemudian beliau Saw. berteriak memanggilnya, lalu Itban keluar dengan menyeret sarungnya. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Kami telah menyebabkan seorang lelaki terburu-buru.” Itban berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana menurutmu tentang seorang lelaki yang terburu-buru dari isterinya, dan dia tidak sampai mengeluarkan mani, apa yang harus dilakukannya? Rasulullah Saw. berkata: “Sesungguhnya air itu disebabkan oleh air.” (HR. Muslim)

Pengertian sesungguhnya air itu disebabkan oleh air, adalah mandi itu wajib karena keluarnya mani.

Untuk membantah pendapat mereka ini bisa dilakukan dengan membahas beberapa aspek:

1. Hadits Aisyah:

“Dan alat kelamin menyentuh alat kelamin, maka sungguh telah wajib mandi.”

(Sesungguhnya hadits ini) tidak menyebutkan inzal (keluarnya air mani), hadits ini mewajibkan mandi karena persetubuhan saja. Seandainya keluarnya mani itu menjadi satu keharusan, niscaya Rasulullah Saw. menjelaskannya, karena beliau Saw. tidak boleh menunda penjelasan pada saat dibutuhkan. Mungkin saja dikatakan bahwa hadits ini tidak jelas dan tidak memiliki dilalah, maka kami sodorkan pada mereka hadits Abu Hurairah:

“Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: Jika seorang lelaki duduk di antara empat cabang (dua tangan dan dua kaki) isterinya, kemudian dia menyetubuhinya, maka sungguh dia wajib untuk mandi walaupun tidak mengeluarkan air mani.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Hadits ini merupakan nash dengan dilalah yang jelas-jelas menunjukkan pendapat yang kami katakan.

2. Jabir meriwayatkan dari Ummu Kultsum dari Aisyah isteri Nabi Saw., dia berkata:

“Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Saw. tentang laki-laki yang menyetubuhi isterinya, kemudian mengendor (tidak sampai keluar mani), apakah keduanya diwajibkan untuk mandi, dan Aisyah sedang duduk. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Sesungguhnya aku sendiri dengan wanita ini (Aisyah) pernah melakukan hal seperti itu, kemudian kami mandi.” (HR. Muslim)

Hadits ini sebelumnya telah kami sebutkan. Dengan tegas nash tersebut menyebutkan mandi junub dengan sebab persetubuhan saja, walaupun tanpa keluarnya mani.

3. Sesungguhnya hadits “air itu disebabkan oleh air” diamalkan dalam suatu masa, kemudian dinasakh berdasarkan beberapa keterangan berikut ini:

a. Dari Ubay bin Kaab, dia berkata:

“Sesungguhnya fatwa yang dahulu disampaikan oleh mereka adalah bahwa air itu menjadi wajib, karena air merupakan rukhshah yang diberikan Rasulullah Saw. di masa awal Islam. Kemudian setelah itu beliau Saw. memerintahkan untuk mandi.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Ada riwayat lain dengan redaksi:

“Sesungguhnya “air itu disebabkan oleh air” adalah rukhshah yang ada di masa awal Islam, kemudian dilarang.” (HR. Ibnu Hibban, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah)

Tirmidzi meriwayatkan hadits ini pula dan berkata: hadits ini hasan shahih. Ismailiy berkata: hadits ini shahih memenuhi syarat Bukhari.

Penghapusan hukum (nasakh) tersebut terjadi setelah penaklukan kota Makkah, berdasarkan riwayat dari az-Zuhri dia berkata:

“Aku bertanya kepada Urwah tentang orang yang bersetubuh tetapi tidak sampai mengeluarkan air mani? Urwah berkata: Orang-orang harus berpegang pada perintah yang terakhir. Yang terakhir dari perintah Rasulullah Saw.: Aisyah mengabarkan kepadaku bahwa Rasulullah Saw. biasa melakukan hal itu (bersetubuh tapi tidak sampai mengeluarkan air mani) dan beliau Saw. tidak mandi. Hal itu terjadi sebelum penaklukan kota Makkah, kemudian setelah (penaklukan Makkah) itu beliau mandi dan memerintahkan orang-orang untuk mandi.” (HR. Ibnu Hibban)

b. Dari Abu Musa, dia berkata:

“Sekelompok sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar berbeda pendapat dalam persoalan itu. Kalangan Anshar berkata: Mandi itu tidak wajib kecuali karena semburan (mani) atau karena air. Kalangan Muhajirin berkata: Justru sebaliknya, jika bercampur (bersetubuh) maka wajib mandi. Dia berkata: Abu Musa berkata: Aku akan memulihkan (membantu menyelesaikan) persoalan yang kalian perselisihkan ini. Lalu aku berdiri (pergi) kemudian meminta ijin kepada Aisyah. Aku pun diijinkan, kemudian aku berkata: Duhai ibunda, atau wahai Ummul Mukminin, sesungguhnya aku ingin bertanya kepadamu tentang sesuatu, tetapi sungguh aku merasa malu kepadamu. Maka Aisyah berkata: Janganlah engkau merasa malu untuk bertanya kepadaku tentang sesuatu yang bisa saja engkau tanyakan pada ibu yang melahirkanmu. Sesungguhnya aku adalah ibumu. Aku pun berkata: Perkara apa yang mewajibkan (seseorang) untuk mandi? Engkau menemui orang yang tepat (orang yang mengetahui jawaban persoalan yang ditanyakan), Rasulullah Saw. bersabda: “Jika seseorang duduk di antara empat cabang isterinya (menyetubuhi isterinya) dan alat kelamin bersentuhan dengan alat kelamin, maka sungguh telah wajib (atasnya) untuk mandi.” (HR. Muslim)

Inilah dua hadits shahih yang menasakh hukum yang didasarkan pada hadits “air itu disebabkan oleh air” dan hadits Utsman yang ditakhrij oleh Bukhari.

Dengan demikian, jelaslah pernyataan mereka bahwa persetubuhan tanpa disertai keluarnya mani itu tidak mewajibkan mandi merupakan pernyataan yang salah. Terbukti bahwa dalil mereka telah dinasakh. Pendapat yang kami katakan ini senada dengan pendapat empat orang Khalifah, jumhur sahabat, dan para tabi’in setelah mereka.

Ibnu Abdil Barr berkata: “Sebagian mereka berkata, terdapat Ijma Sahabat yang menyepakati kewajiban mandi karena bertemunya dua alat kelamin, walaupun menurut hemat kami tidak seperti itu. Tetapi kami menyatakan bahwa perbedaan dalam persoalan itu sangatlah lemah, namun jumhur yang memiliki argumentasi untuk membantah mereka yang berseberangan pendapatnya (baik dari kalangan salaf ataupun khalaf) berijma mewajibkan mandi karena bertemunya dua alat kelamin, atau karena alat kelamin melewati alat kelamin. Sedangkan mereka yang menyatakan hanya keluar mani saja yang menjadi satu-satunya sebab wajib mandi yakni Abu Said al-Khudri, Zaid bin Khalid, Saad, Muadz, Rafi bin Khadij, Umar bin Abdul Aziz, Dawud ad-Dzahiri. Bisa jadi mereka dari kalangan sahabat dan tabi’in ini tidak sempat mendengar kabar (hadits) yang menasakh putusan tersebut.”

Bacaan: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam