Download BUKU Dakwah Rasul SAW Metode Supremasi Ideologi Islam

Selasa, 05 September 2017

Tanda-Tanda Fisik Menjadi Baligh / Dewasa



9. Junub itu diakibatkan oleh bertemunya dua alat khitan, yakni masuknya kelamin lelaki ke dalam kelamin wanita, baik keluar mani ataupun tidak. Junub juga diakibatkan oleh keluarnya mani secara mutlak, baik dalam kondisi sadar ataupun ketika tidur (karena bermimpi). Keluarnya sperma (mani) dari alat kelamin lelaki dan wanita menunjukkan keduanya telah baligh dan telah memasuki fase terkena taklif syar’i. Dari Ali ra. dia berkata dari Nabi Saw., beliau Saw. bersabda:

“Pena itu diangkat dari tiga golongan: dari orang yang tidur hingga dia bangun, dari anak kecil hingga dia bermimpi, dan orang gila hingga dia waras.” (HR. Abu Dawud, Bukhari, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan ad-Darimi)

Ketika seorang laki-laki atau seorang perempuan baligh, tumbuhlah bulu kemaluannya. Bulu kemaluan ini menjadi tanda kedua bahwa dia sudah baligh. Dari Athiyyah al-Quradzi, dia berkata:

“Aku termasuk salah seorang tawanan dari Bani Quraidzah. Mereka memeriksa (para tawanan), maka siapa yang telah tumbuh bulu kemaluannya ia akan dibunuh, sedang orang yang belum tumbuh bulu kemaluannya tidak akan dibunuh. Dan aku termasuk orang yang belum tumbuh bulu kemaluannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, ad-Darimi dan Ahmad)

Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dan berkata: hadits ini hasan shahih.

Hadits ini bercerita tentang putusan hukum bunuh untuk kaum lelaki Bani Quraidzah yang berkhianat setelah mereka dikalahkan oleh Rasulullah Saw. Kaum Muslim menyingkap kemaluan anak-anak Yahudi Bani Quraidzah. Ketika ditemukan ada yang telah ditumbuhi bulu kemaluan -yakni sudah baligh- maka dia akan dibunuh, tetapi yang belum tumbuh maka akan dianggap oleh kaum Muslim sebagai anak kecil, tidak akan dibunuh, dan akan digabungkan dengan tawanan yang lain.

Keluarnya mani dari kemaluan dan tumbuhnya bulu di sekitar kelamin (dzakar ataupun farji) menjadi tanda baligh yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tetapi perempuan memiliki tanda lain yang khusus untuknya, yakni haid dan hamil, sehingga seorang perempuan yang telah haid atau telah hamil itu bisa kita tetapkan sebagai sudah baligh, dan saat itu dia sudah menjadi wanita yang terkena taklif hukum.

Inilah tanda-tanda fisik yang menunjukkan peralihan dari fase anak-anak ke fase baligh dan taklif. Tanda-tanda ini disepakati para imam yang empat, kecuali tumbuhnya bulu di sekitar kemaluan sebagai tanda baligh yang ditolak oleh Abu Hanifah.
Tetapi sikap Abu Hanifah ini dibantah oleh hadits Athiyah di atas, begitu pula dibantah oleh tindakan yang biasa dilakukan para sahabat Rasulullah Saw.
Abu Ubaid telah meriwayatkan dalam kitab al-Amwal dari Aslam, pelayan Umar, bahwa Umar mengirimkan instruksi kepada para panglima tentara: Hendaknya kalian memungut jizyah, tetapi kalian jangan memungut jizyah dari kaum wanita dan anak-anak. Hendaknya kalian tidak memungut jizyah kecuali dari orang yang bulu kemaluannya sudah layak dipotong dengan gunting cukur.

Dilihat dari sisi usia, maka menurut jumhur, usia yang menjadi penanda balighnya seseorang itu adalah ketika dia berusia lima belas tahun, baik laki-laki ataupun perempuan. (usia 15 tahun dianggap pasti sudah baligh)
Berbeda halnya dengan Abu Hanifah, dia mengharuskan seseorang dianggap baligh ketika melewati usia delapan belas tahun untuk laki-laki dan tujuh belas tahun untuk perempuan.
Pendapat yang benar adalah pendapat jumhur. Dalil atas hal itu adalah hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, dia berkata:

“Rasulullah Saw. memeriksa aku pada hari menyongsong Perang Uhud. Saat itu aku berusia empat belas tahun. Beliau Saw. tidak membolehkan aku (pergi berperang). Pada hari Perang Khandaq, beliau Saw. memeriksa aku. Saat itu aku berusia lima belas tahun, lalu beliau Saw. mengijinkan aku (ikut berperang).” (HR. Muslim, Bukhari, Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam lafadz yang lebih jelas disebutkan:

“Aku dihadapkan pada Rasulullah saw. Saat itu aku berusia empat belas tahun, maka beliau Saw. tidak mengijinkan aku. Beliau Saw. menganggap aku belum baligh. Kemudian aku menghadap beliau Saw., saat itu aku berusia lima belas tahun, maka beliau Saw. mengijinkan aku.” (HR. Ibnu Hibban dan al-Baihaqi)

At-Tirmidzi meriwayatkan hadits ini dan menambahkan: Nafi berkata: Aku ceritakan hadits ini kepada Umar bin Abdul Aziz, maka dia berkata: Ini adalah batasan antara kecil dan besar (dewasa), kemudian dia menetapkan untuk diberi kewajiban taklif syar’i pada orang yang mencapai lima belas tahun.

Inilah patokan usia yang menjadi tanda baligh, yang menurut saya akan dijadikan patokan oleh negara dalam segenap hukum-hukumnya. Siapa saja yang mencapai usia lima belas tahun akan diwajibkan oleh Negara Khilafah untuk mengikuti latihan militer dan berjihad, juga melaksanakan berbagai taklif syar'i yang lain.
Ketika tanda-tanda fisik yang disebutkan tadi merupakan tanda-tanda yang bisa diidentifikasi oleh orangnya, maka siapa saja yang sudah bermimpi sampai keluar mani, atau mengeluarkan darah haid, (berarti telah baligh) dia harus mewajibkan dirinya melaksanakan segenap taklif syar’i, berupa shalat, puasa, menundukkan pandangan dari aurat, menutup aurat, dan sebagainya.

Para imam dan ulama berbeda pendapat tentang usia minimal seorang wanita bisa dipandang baligh. Banyak di antara mereka yang berpendapat bahwa seorang wanita terkadang telah haid ketika sudah berusia sembilan tahun, karena didasarkan pada hadits yang diriwayatkan ar-Rabi, dari as-Syafi’i, dia berkata:

‘Wanita yang paling cepat haidnya yang pernah aku dengar adalah wanita dari Tzhamah. Mereka haid pada usia sembilan tahun.’

Juga didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, bahwasanya dia berkata:

‘Ketika seorang anak perempuan berusia sembilan tahun, maka dia sudah menjadi wanita dewasa.’

Juga didasarkan pada hadits yang diriwayatkan Harmalah dari as-Syafi'i, dia berkata:

‘Aku melihat di Shan'a ada seorang nenek beusia dua puluh satu tahun. Dia haid pada usia sembilan tahun dan melahirkan pada usia sepuluh tahun. Anak perempuannya haid pada usia sembilan tahun dan melahirkan pada usia sepuluh tahun.’

Semua hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kabir.

Sebenarnya tidak ada batasan usia minimal seorang perempuan mengeluarkan darah haid. Di daerah panas seperti Tihamah bisa jadi seorang anak perempuan haid pada usia sembilan tahun, tetapi di daerah dingin biasanya anak perempuan haid beberapa tahun setelah usia kesembilan. Di Afrika bisa jadi ada seorang anak telah haid ketika dia berusia enam tahun saja. Dengan demikian, menentukan usia minimal haid dan baligh seperti itu tidak mungkin, dan memang tidak ada batasan untuk itu di dalam syariat.

Mengenai usia maksimal untuk berhenti haid juga telah diperselisihkan. Sebagian besar mereka memperkirakan usia antara lima puluh hingga enam puluh tahunan, tetapi sebenarnya dalam persoalan ini pun tidak ada batasan. Wanita manapun yang melihat darah maka dia dipandang haid, baik ketika berusia empat puluh atau tujuh puluh tahun, dengan syarat darah yang keluar itu memang darah haid.

Bacaan: Tuntunan Thaharah Berdasarkan Qur’an Dan Hadits, Mahmud Abdul Lathif Uwaidhah, Pustaka Thariqul Izzah

(Artikel ini tanpa tulisan Arabnya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Spirit 212, Spirit Persatuan Umat Islam Memperjuangkan Qur'an Dan Sunnah

Unduh BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam